Part 48

18K 726 31
                                    

"Danish, sarapan dulu sayang" ucap Karen setengah berteriak seraya menata piring di atas meja.

Sudah seminggu sejak Karen menginap di rumah Regan. Sejak saat itu Danish merengek untuk bisa pergi ke sekolah sama seperti Aleya. Awalnya Karen sempat melarangnya karena kondisi kesehatan Danish yang belum stabil. Tapi hal itu membuat putranya menangis. Karen membujuknya dengan apapun agar Danish berhenti menangis, tapi hasilnya nihil. Tangis Danish semakin menjadi-jadi.

Danish tetaplah Danish. Sikap keras kepalanya menurun dari seorang Regan Dioca Atmadja. Sekali dia menginginkan sesuatu, maka ia harus mendapatkan sesuatu. Bocah kecil itu mengatakan jika ia akan berhenti bicara dengan sang bunda.

"Pokoknya Danish mau sekolah. Titik. Kalau bunda tidak mengizinkannya, Danish akan mogok makan"

"Tapi sayang, nanti Danish lapar" ucap polos Regan.

"Ayah benar juga, kalau Danish ngga makan nanti Danish lapar. Kalau Danish lapar, Danish ngga akan bisa main. Oke, kalau begitu Danish harus makan, tapi Danish akan mogok bicara sama bunda. Titik"

Dasar bocah!

Akhirnya Karen mengizinkannya. Mau bagaimana lagi, kalau putranya mengatakan sesuatu maka ia akan menepatinya. Calon pria sejati!

Atas saran Mama Mitha, Karen mendaftarkan Danish di sekolah yang sama dengan sekolahan Aleya. Alasannya simple,
"Biar mama sering ketemu sama cucu mama yang ganteng ini"
Bahkan sekalipun Danish tidak sekolah di sana, Mama Mitha tetap akan bertemu dengan Danish. Tapi memang keluarga Atmadja ini gudangnya orang 'keras kepala'. Setiap perkataannya harus dituruti, tanpa ada bantahan. Titik.

"Sayang, cepatlah. Kau akan terlambat sekolah nanti" ucap Karen ketika putranya tidak segera keluar dari kamarnya.

"Iya bunda, Danish sudah siap"

"Uhh, Danish ganteng banget sih. Anak siapa ini?"

"Anaknya Pak Gugun, ya anaknya bunda sama ayah lah"

Perkataan Danish membuat Karen terkekeh geli. Pak Gugun adalah penjaga keamanan di lingkungan rumah Karen. Pria bertumbuh gempal dengan kumisnya yang tebal dan warna kulitnya yang hitam karena terkena paparan sinar matahari adalah menambah kesan 'menakutkan' didirinya. Namun sebenarnya ia adalah pria yang ramah. Danish sering bermain dengannya ketika beliau tidak sering bertugas. Karen bahkan sering menitipkan anaknya kepada beliau ketika ia ada urusan mendadak dan tidak bisa membawa Danish ikut serta. Pak Gugun dengan senang hati melakukannya. Itung-itung ada teman ngobrol, katanya.

"Baiklah, sekarang habiskan sarapannya. Setelah itu bunda akan antar Danish ke sekolah" Danish mengangguk lalu segera memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

Setelah selesai sarapan, Karen mengantar Danish menggunakan mobilnya. Jalanan cukup ramai dipenuhi oleh orang-orang yang ingin berangkat bekerja. Maklum, Jakarta kota metropolitan.

Sepanjang jalan, Danish bercerita aktivitasnya selama di sekolah. Mulai dari belajar menulis, membaca, menggambar, mewarnai dan serangkaian kegiatan lainnya. Bocah tampan kecil itu dengan semangat menceritakannya pada sang bunda.

"Bunda, kemarin Danish belajar menggambar. Kata bu guru, gambar Danish paling bagus di kelas. Gambar Ale saja kalah dengan gambar Danish. Danish anak pintar kan, Bun?"

"Benarkah? Putra bunda tidak sedang berbohong bukan?" goda Karen.

"Danish tidak bohong, Bun. Tanyakan saja pada Aleya dan bu guru kalau bunda tak percaya. Bunda selalu saja seperti itu" ucap Danish seraya mengerucutkan bibirnya.

"Baiklah-baiklah, bunda percaya padamu. Jangan cemberut seperti itu, kalau wajah tampan putra bunda luntur bagaimana?" ucap Karen seraya mengacak rambut Danish. Danish tersenyum kepada sang bunda.

Jodoh Dari Sahabatku (E N D) ✅Where stories live. Discover now