17

364 31 3
                                    

"Jadi, Key, kau tidak benar-benar sendiri, kan? Maksudku, ke mana perginya perempuan-perempuan yang selalu menggodamu? Eh, maksudku perempuan yang kau godai itu! Tapi--aku tidak bermaksud apa-apa, ini cuma pertanyaan iseng. Ya, iseng! Hehe..." selalu terlihat lucu ketika Sera seperti ini. Dia ingin tahu tapi malu-malu.

"Entahlah, mungkin aku terlalu menggairahkan untuk mereka. Sepertinya, sejauh ini masih kau yang paling beruntung," aku membalas Sera dengan mencandainya.

"Aih! Aku? Beruntung? Key, jangan lupakan keberuntunganmu sendiri," Sera membantah omonganku begitu saja.

"Ahaha... Iya, aku yang beruntung. Tapi keberuntungan itu sekarang sudah selesai. Buktinya saat ini kita berdekatan tapi terasa sekali jaraknya. Dan sebenarnya, kata orang aku terlalu lucu untuk ditinggalkan."

"Bhahahahha... Lucu sekali. Masih senang ngaku-ngaku, ya, ahahaha... Tapi biarlah, kau memang Key yang kukenal," untuk sesaat Sera tertawa begitu lepas. Tawa yang sudah lama tidak kulihat. Aku seperti tiba-tiba merasa lega. Sera tidak pernah berhenti menjadi menggemaskan. "Tapi, Key, apa kau merindukanku?" Tiba-tiba Sera berhenti tertawa dan menanyakan sesuatu yang kupikir aneh.

"Emmm--aku, kenapa tiba-tiba bertanya begitu? Sera, aku tahu aku tidak pernah tidak bisa dirindukan tapi jangan bilang rindu dengan bertanya, ahaha... Itu aneh jika kau tiba-tiba menanyakannya," aku mencoba menghindari pertanyaan Sera. Karena pembicaraan ini akan sangat tidak wajar jika diteruskan ke arah yang lain.

"Ah--aku cuma bercanda, Key, ayolah, jangan terlalu serius, ahahaha..."

"Ahahhaa, ya, ya, aku tahu, Sera. Kau pikir sudah berapa lama kita kenal?"

"Kemarin sore,"

"Benarkah? Kupikir kita baru saja bertemu dan tanpa rasa malu membicarakan banyak hal berdua. Aku jadi ingat pernah seperti ini dengan seseorang. Ah, tapi aku lupa siapa. Maksudku, dia lupa aku siapa."

"Emmm, bagaimana kalau orang itu tidak benar-benar lupa?"

"Ya, mungkin saja dia ingat. Dan rasanya menjadi yang hanya diingat pun cukup."

***

Ada rasa senang saat aku tahu bahwa sebenarnya Sera merindukanku. Meskipun Sera tak mengakuinya secara gamblang tapi setidaknya aku tahu.

Namun beberapa alasan masuk akal cukup untuk aku menghindari percakapan yang hanya akan mengarah pada rasa kecewa. Aku sudah berjalan jauh untuk tidak mengharapkan apa-apa lagi darinya. Bukan bermaksud naif, tetapi kurang lebih aku tahu rasanya dikhianati. Aku tidak ingin ada untuk membalas, sekalipun merebut adalah hal yang paling bisa dilakukan saat ini. Hanya saja enggan rasanya untuk menjadi sama saja. Membalas itu jauh dari keren.

Dan lagi aku bisa menebak kenapa Sera tiba-tiba hadir untuk bertanya. Mungkin dia sedang kesal-kesalnya karena ulah pacarnya yang tidak menurut waktu disuruh beli pembalut. Atau memang pacarnya tidak bisa selucu aku waktu kentut.

Ahahaha... Sera selalu marah-marah saat dulu aku tidak sengaja kentut di dekatnya. Dia marah sambil tertawa. Aku masih ingat seberapa lucu dia.

Tetapi yang jelas, aku tidak merasa wajar untuk menjawab pertanyaan Sera dengan jujur. Sera memang sering labil. Mungkin saat ini dia sedang berpikir wajar untuk membicarakan hal-hal yang berbau perasaan denganku. Mungkin dia sedang ingin menghukum pacarnya atas apa-apa yang tidak kuketahui selebihnya.

Aku masih kenal kelabilan Sera. Bahkan saat memesan makan pun dia tidak bisa memilih level pedasnya sendiri. Butuh tiga tahun setengah sampai akhirnya dia memutuskan level setelah berulang-ulang kali ganti pilihan. Kupikir malang sekali nasib pelayan. Meskipun Sera terselamatkan karena dia cantik. Dan pelayan pun cuma senyum-senyum saja. Alih-alih ingin memaki, aku yakin pelayan itu ingin memuji Sera. Orang cantik selalu bisa menaklukan siapa saja, termasuk pelayan restoran yang seketika menjadi rela menunggu lama.

Sera suka menggerutu jika makanannya terlalu pedas. Padahal dia yang memilih level-nya sendiri, hahaha... Pada akhirnya aku yang selalu menghabiskan sisa makanan Sera. Aku akan merasa jijik kalau makanan itu bekas orang lain, tetapi tidak jika bekas Sera. Dan dia selalu mengatai aku curang. Padahal sering kali dia sengaja tidak menghabiskan makanannya hanya agar aku bisa makan dengan kenyang. Mungkin orang lain berpikir itu memalukan tapi menurutku itu romantis.

Dulu aku sering merasa kesal karena sifatnya yang labil. Bahkan tidak sekali aku berhenti mengacuhkannya. Tetapi setelah perlahan aku tumbuh untuk kemudian belajar berpikir, aku tidak lagi membencinya, sifatnya itu. Kupikir aku hanya perlu memahami bahwa dia memang begitu.

Namun lucunya, setiap kali kubilang dia labil, dia tidak pernah mau mengakuinya. Sepertinya sulit bagi perempuan cantik untuk menerima pendapat orang lain begitu saja. Dan memang ada suatu kewajaran bagi perempuan secantik Sera bersikap egois. Maksudku, setiap lelaki pasti bisa memakluminya. Sedikit merasa terpaksa, tapi rela.

Mungkin itu pun salah satu hukuman karena memiliki pacar secantik Sera. Waktu awal-awal kita pacaran pun aku sering merasa cemburu. Ada saja lelaki kurang ajar yang mendekati. Padahal tahu dia punya pacar. Kampretos!


Sulit memang menahan diri dari mengakui perasaan. Meski peluang besar menganga di depan mata. Tapi masih ada keadaan-keadaan baik yang harus terjaga. Aku bisa seperti ini karena telah berulang kali menelan kecewa. Karena hari-hariku adalah tentang cemburu yang dipaksa tenang. Tentang rindu-rindu yang dipaksa hilang.

Aku tidak boleh menjadi seseorang yang tidak seperti Batman atau Superman atau pahlawan-pahlawan lain yang tegar mempertaruhkan perasaan demi tegaknya sebuah kebenaran. Dan bangsat! Bisa-bisanya nyasar ke sana, Key... Key!

Ahahaha... tapi biarlah, kupikir ini masih lebih baik daripada aku yang tanpa rasa malu menerima pernyataan Sera. Menjadi yang dirindukan itu menyenangkan. Yang tidak menyenangkan adalah ketika kita sadar bahwa kita dirindukan saat dia sedang ada masalah dengan kekasihnya. Itu seperti dia menghukum dirinya sendiri dengan menghukum aku. Egois sekali. Ya, tapi dia selalu bebas melakukan apa saja. Tugasku cuma jatuh cinta, bukan?

Beberapa hal lucu tentang menahan rasa aku sudah mulai terbiasa melakukannya. Mungkin Sera yang sampai saat ini masih belum terbiasa tanpa aku. Ah, tapi mana mungkin. Kepergiannya beberapa tahun yang lalu cukup menegaskan bahwa dia sudah berpindah rasa nyaman. Mungkin merindukanku hanya seperti ia berjalan-jalan kecil di halaman belakang. Sekadar penghibur saat pacarnya pamit kencing ke toilet. Yang ketika pacarnya kembali, rindunya pun selesai.

Aku perlu lebih sadar diri perihal di mana sebaiknya aku menempatkan perasaan. Jangan sampai karena ucapan sederhana aku jadi berpengharapan lebih. Aku sudah mulai memahami baiknya jadi sendiri. Meski pun masih tidak bisa bila harus mengganti.

Bagiku mengganti Sera tidak semudah mengganti celana dalam. Bahkan mungkin bagi beberapa orang mengganti pasangan itu sama mudahnya dengan meludah. Dan aku tak pernah ambil komentar perihal orang-orang yang seperti itu. Terserah saja. Tapi menurutku, perlu kesiapan hati untuk bisa memaafkan. Dan aku masih tidak terbayang bagaimana jadinya jika aku berdampingan dengan yang lain. Memulai semuanya dari awal lagi? Ah, merepotkan sekali.

____________

Alhamdulillah selesai juga. Hai, lama tak jumpa hehe maaf baru menyapa.

Bacalah, berkenanlah

Langit Yang Jauh Untuk Kecoa Yang TerbalikWhere stories live. Discover now