13

372 33 11
                                    

Ternyata motor mungil ini masih sanggup sampai lebih cepat ke rumah Sera, melebihi perkiraanku sendiri, "Ya, tapi, kalau kembali diingat-ingat, performanya memang agak menurun ketimbang waktu pertama baru beli. Dulu dari kosan ke rumah Sera hanya butuh waktu sekitar 4 menit. Sekarang jadi 5 menit. Tak apa, motor, kau sudah cukup bekerja keras selama ini. Penurunan performamu masih bisa kuanggap wajar. Jadi kemungkinan kau digantikan masih sangat kecil. Dan kalau boleh bicara jujur, sebenarnya aku cukup beruntung hingga sekarang kau masih belum sanggup bicara. Untuk seukuran motor yang sangat jarang di service, yang menemaniku sejak SMA, kau benar-benar bisa bertahan tanpa banyak ngomel. Kecuali ban belakangmu yang agak rewel. Bocor terus," sebelum mengabari Sera bahwa aku sudah sampai di depan rumahnya, aku menyempatkan diri untuk mengapresiasi sambil mengelus-elus kepala motorku sendiri. Sebagai pemilik motor ini sebenarnya ada sedikit rasa bersalah karena tidak bisa merawat dengan baik. Bahkan untuk ganti oli pun aku sering kelupaan. Payahnya.

Bukan berarti tidak perhatian, tetapi pada dasarnya aku ini orang yang cukup sibuk dengan tidak melakukan apa-apa. Terlebih aku masih belum mau menjadi bagian dari orang yang mengantri lama di bengkel. Ada ketidakrelaan di dalam diri. Masih banyak hal lain yang bisa kulakukan; seperi bermain mobile game atau tidur lebih lama atau menulis atau jajan atau mencari pacar baru. Dan soal perkataanku barusan, aku tidak sungguh-sungguh, khususnya di bagian terakhir. Lebih baik lupakan, sistem pelayan tempat perbaikan motor di negeri ini harus benar-benar diperbaiki! Bagaimana bisa aku menunggu lama?

"Depan," aku mengirim pesan.

"Di depan," setelah 3 menit Sera tak kunjung keluar rumah dan tidak membalas.

"Tuuuuttt... tuuuttt... tuuuttttt..."

"Hallo! Sebentar aku belum selesai pakai baju. Laki-laki harus dibuat menunggu untuk bisa bertemu perempuan secantik aku, ingat itu baik-baik, ya, Key!" Begitulah Sera mengangkat telepon sambil ngomel lalu mematikannya lagi. Lebih banyak lucunya. Dan sampai dia mematikan teleponnya aku sama sekali tidak mampu menemukan asal-usul hukum dari Laki-laki harus dibuat menunggu untuk bisa bertemu perempuan cantik. Sera memang ada-ada saja.

"Aku tunggu, jangan lama, nanti pempeknya habis. Kemarin aku dengar ada juragan semen yang anaknya sedang hamil."

"Apa urusannya sama pempek?" Sera membalas.

"Anaknya yang hamil ngidam pempek!"

Tidak sampai satu menit pintu depan rumahnya terbuka dan Sera keluar. Mengenakan baju berwarna putih yang entah apa nama bajunya. Karena sampai sekarang aku sama sekali tidak bisa menghafal nama-nama baju perempuan yang aneh-aneh. Bahkan, yang sering orang-orang sebut dress pun aku tak tahu yang bagaimana. Sera masih tidak berani tidak memakai kerudung bila ke luar rumah. Wajahnya yang tetap cantik untuk sesaat hampir membuatku lupa bahwa dia sudah bukan milikku lagi.

"Ayo, berangkat!" kata Sera sambil mengunci pagar rumahnya.

"Takut pempeknya habis?" tanyaku.

"Iya, perempuan yang sedang ngidam gak bisa dianggap remeh," sahut Sera,

"Tapi tadi aku bohong."

"Aku tahu, Key. Tapi bagaimana kalau benar-benar terjadi?"

"Ah, iya juga, kadang-kadang aku kan visioner. Ayo!"

Sera pun naik. Aku menyalakan motor dan kita berangkat menuju tukang pempek dekat sekolah kita dahulu. Sekolah SMA lebih tepatnya. Selama perjalanan Sera tidak berpegangan, apalagi memeluk. Dia hanya sedikit menarik jaketku, sesekali.

Mungkin Sera sudah lupa, tapi untuk sesaat di kepalaku muncul ingatan tentang bagaimana dulu di motor ini kita pernah tertawa bersama. Dia pernah begitu ceria dan menyayangi motor ini juga.

Langit Yang Jauh Untuk Kecoa Yang TerbalikМесто, где живут истории. Откройте их для себя