15

376 31 3
                                    

"Kalau setiap makanan punya kaki, aku percaya mereka bakal lebih dulu lari ketimbang menunggu kau makan, Key," Sera berbicara sambil mengunyah pempek.

"Kalau begitu aku pun punya kalauku sendiri. Kalau setiap makanan punya hati, aku percaya mereka bakal lebih senang menungguku ketimbang lari ke perut orang,"

"Doa sebelum makanmu masih lama. Key, kadang aku ingin tahu apa isi doamu."

"Doa yang dibicarakan dengan orang, sekalipun itu denganmu, sepertinya akan lebih sulit sampai ke langit, bukan?"

"Emmm.. mungkin," Sera menjawab dengan pundak yang sedikit diangkat.

Memakan pempek di dekat Sera membuatku bekerja keras lebih dari biasanya, merawat ingatan. Melakukan hal yang dulu sering dilakukan saat masih bersama-sama itu seperti memupuk kenangan untuk semakin tumbuh subur di ingatan. Entah kita sama-sama sadar atau tidak, entah sama-sama merasakan atau tidak, tetapi menelan pempek yang dimakan bersama dengan Sera membuatku merasa seperti banyak sekali masa lalu yang ikut tertelan ke perutku. Dan mungkin aku akan lebih cepat kenyang sebab banyak memakan kenangan.

Sera masih tidak bisa berhenti menjadi lucu. Terlebih nada bicaranya yang khas serta suaranya yang selalu saja melekat, semakin menyadarkanku bahwa tidak untuk melupakannya aku dimampukan Tuhan untuk mengingat banyak keindahan. Sebagaimana selalu kupercaya; dari kisah yang ditinggal pergi, tentang aku dan Sera, harus ada salah satu di antara kita yang merawat kenangannya. Tidak apa, bila pada kenyataannya, hanya aku yang melakukannya.

Berada di hadapannya, aku jadi berpikir macam-macam. Seperti apa aku sekarang di mata Sera, ya? Sebab ragu sekali untuk terlalu merasa percaya diri bahwa Sera sedang merasakan hal yang sama denganku. Dan aku sebenarnya tidak pergi makan pempek sambil berencana untuk dicintainya kembali. Namun jika boleh aku merasa senang walau tanpa dipandang benar, aku bersyukur karena masih bisa duduk berdua dengannya. Di tempat yang dulu kita pernah sama-sama jatuh cinta.

Di tempat ini, aku pernah tidak merasa malu disuapinya makan pempek. Dulu rasanya tidak begitu peduli dengan sekitar. Mungkin saat itu Sera juga berpikir sama. Kita hanya sama-sama merasa senang menjadi berdua. Sekarang setelah jauh waktu membawa kita ke cerita yang berbeda, melihat Sera makan sambil aku mengingat kembali saat-saat disuapinya, bibirku jadi senyum-senyum sendiri. Ada rasa malu yang tiba-tiba muncul, disusul kata-kata tak apa bila saat ini aku merasakannya kembali, disuapi Sera di sini.


"Key, halloooo.. Key!"

"Eh-iya-apa?"

"Aku tidak tahu kau senang makan sambil melamun sekarang. Sampai mana tadi ingatanmu jalan-jalan?"

"Ahahahah.. aku--kata siapa melamun?"

"Key, jangan berbohong di depanku, kau tidak pernah berbakat untuk itu. Kecuali saat tiba-tiba kau menjadi bajingan. Aku tidak bisa lihat apa yang tadi matamu lihat memang, tetapi aku bisa tahu dari matamu, kau tidak di sini beberapa detik lalu."

"Baiklah, karena aku tidak sedang bajingan, aku tidak bisa berbohong di depanmu. Tadi sesuatu membawaku pergi ke tempat yang menyenangkan."

"Jangan ingat aku terlalu jauh saat aku berada di dekatmu, Key," Sera mengatakan ini dengan tersenyum. Senyum yang tidak kehilangan kecantikannya.

"Heran saja aku kalau harus mengingat seseorang yang jelas-jelas sedang berada di depanku," aku mengelak.

"Dua kali kau berbohong. Berhentilah melakukannya saat kau tidak bajingan, Key,"

"Baiklah, Sera, baiklah.. jangan terlalu banyak menanyakan sesuatu yang jawabannya malah memicu timbulnya harapan. Mungkin sesekali kau harus berhenti bertanya ke mana seseorang berjalan, saat kau tidak bisa ikut dengannya. Dan berhentilah pura-pura menginterogasi demi mencuri kapal selamku. Sialan!"

"Ahahah.. aku tidak mencuri. Lihat, Key, kapal selamku hilang. Tadi kau yang ambil kan? Ganti rugi, ah! Jadilah laki-laki jagoan!" Sera bicara sambil menunjuk piringnya.

"Kalau dengan menerima tuduhanmu adalah syarat menjadi laki-laki jagoan, maka sejak dulu setiap kita makan berdua, aku selalu jadi jagoan, dong. Jangan terlalu banyak basa-basi kalau akhirnya kapal selamku kau ambil juga."

"Hihihihi.. sedikit, Key. Bagi aku kapal selamnya!" Dia merengek.

"Enggak!"

"Kok jahat?" Sera memalingkan wajahnya sambil cemberut.

Salah satu keindahan yang mahal harganya adalah cemberutnya Sera. Bibirnya yang manyun seakan mampu mengalahkan apa pun. Terutama aku.

"Ambillah, sikit!"

"Yeay!" tangannya sekelebat mengambil kapal selam dari piringku dengan semangat. Seperti anak kecil yang akhirnya dibolehkan orang tuanya untuk jajan.

"Pelan-pelan, kapal selamnya nanti tenggelam."

"Hihihi.. terima kasih, Key. Ini kutukar dengan lenjer, ya," Sera menaruh pempek lain di piringku lebih banyak dibanding yang dia ambil tadi. Sera selalu ingin aku menghabiskan makanannya. Dia bahkan sering pura-pura kenyang karena tahu porsi makanku lebih banyak darinya.


"Key, lihat ke mana matamu?"

"Maksudmu?"

"Perempuan tidak suka bila laki-laki di depannya melihat ke arah perempuan lain, Key."

"Aku kan tidak melihatnya karena aku mau, cuma kebetulan ada di depan. Dan lagi, dia cantik juga," aku melihat ke arah perempuan yang baru saja datang.

"Oh, ya? Lalu mau kau buat dia jadi yang ke tujuh belas?"

"Emmm.. boleh, kalau dia mau,"

"Brengsek memang!"

"Bhahaha.. aku bilang dia cantik karena dia memang cantik, Sera. Tetapi bukan berarti aku mau dia. Dan sekalipun aku mau, tidak selamanya aku mampu mengikuti kemauanku sendiri. Ada banyak hal yang tidak bisa seluruhnya dimiliki laki-laki, salah satunya perempuan."

"Bukankah laki-laki tidak bisa berhenti merasa puas? Laki-laki selalu mau perempuan lain setelah punya perempuan lain!"

"Yang tidak bisa puas itu bukan laki-laki, Sera, tetapi manusia. Dan kalau harus mengaku, betul memang aku pun mau-mau saja kalau punya banyak perempuan. Tapi itu pasti sangat merepotkan. Kau tahu bukan? Aku tidak pernah suka hal-hal yang merepotkan."

"Yeah, kecuali sedang bajingan,"

"Aku tidak selamanya begitu. Karena sekali aku jadi bajingan, seseorang pergi dari hidupku,"

"Bukan sepenuhnya salahku,"

"Aku tidak makan pempek untuk saling menyalahkan. Kalau boleh tahu, ini pempek punyaku habis sama siapa?" makan sambil ngobrol selalu membuat makanan terasa lebih cepat habis memang.

"Habis sama orang gila!"

"Ahahhaa.. kalau begitu, cuma orang gila yang senang makan bareng orang gila."

"Lagian kan kau yang habiskan, Key, pempeknya,"

"Aku? Perasaan baru makan sedikit,"

"Tiap makan pun kau selalu bilang begitu. Jangan-jangan untuk tumbuh besar, porsi makanmu harus dikurangi, Key, bukan ditambah. Eh--tapi jangan! kau sudah jadi kurus saja. Aku tahu, kalau gemukkan, kau akan bertingkah sok ganteng! Kau harus tahu, Key, selain tidak lucu, itu pun memuakkan melihatmu dilihat banyak wanita,"

Entah aku yang terlalu merasa benar atau memang Sera yang masih tidak bisa menyembunyikan kecemburuannya. Padahal bila harus menyadari keadaan, sudah bukan urusan dia lagi kalau pun aku dilihat banyak mata selain matanya. Tetapi apa pun itu, terlepas dari cemburunya yang sangat mungkin cuma bercanda, setidaknya aku masih bisa melihat Sera bertingkah sebagai perempuan.


_________

ALhamdulillah

Bacalah, berkenanlah


Langit Yang Jauh Untuk Kecoa Yang TerbalikWhere stories live. Discover now