6

797 60 7
                                    

Dua hari berlalu sejak terakhir kali aku bertukar kabar dengan Sera. Sampai sekarang dia belum membalas pesanku--satu pun. Dan sejauh ini tidak ada kabar heboh tentang seorang perempuan yang menghilang ditelan rumput laut, jadi, kupikir rumput laut tidak melakukan kejahatan apa-apa.

Hari Rabu selalu jadi hari keberuntunganku. Sejak dulu selalu begitu. Selalu ada hal-hal menyenangkan di hari Rabu. Bahkan ketika sekolah dulu, guru-guru sering tidak masuk kelas dan memilih kegiatan lain yang mereka bilang urusan mendadak atau rapat penting bersama kepala sekolah. Setidaknya begitulah pemikiranku soal guru yang ada halangan mengajar merupakan suatu keberuntungan atau hoki.

Dan aku pikir Rabu ini akan ada keberuntungan-keberuntungan yang menghampiriku.

Aku memulai hari ini dengan bangun siang seperti biasanya. Menyenangkan sekali bisa menjadi orang yang untuk sekilas seperti tidak berguna. Tapi kupikir orang-orang hebat punya pemikirannya sendiri dan keberartian hidup tidak ditentukan dari seberapa rajin kita pergi ke kantor setiap hari. Aku tidak berpikir itu buruk tapi hidup yang diatur oleh telunjuk atasan bukanlah suatu kehidupan yang menurutku layak untuk dipertahankan. Maksudku, aku tidak akan senang jika menjadi bagian dari orang-orang yang hidup dan hari-harinya selalu dibatasi dengan SOP dari sebuah perusahaan.

Tapi setiap orang diciptakan Tuhan dengan kehendak bebasnya masing-masing, jadi, tergantung bagaimana orang-orang memaknai hidup.

Renold dan Ariel masih tergeletak di tempat tidur. Wajah mereka saat tidur tidak pernah lebih rapi dari kondisi kamar yang selalu acak-acakan.

Ariel adalah salah satu teman satu kosku yang lain. Dia bukan vokalis, tapi senang bernyanyi kalau cuma iseng. Setiap pagi jika sedang dengar lagu, dia sering menirukan suara penyanyinya, dengan tangan yang dikepalkan seperti mic dan lalu mata yang sedikit disipit-sipitkan--dia akan bernyanyi sampai tidak berpikir kalau suaranya itu rusak sekali. Ariel adalah satu-satunya penghuni kosan yang memiliki pacar. Dia teman satu SMA-ku dulu.

Jadi saat ini hanya ada aku dan Hanand yang secara mengejutkan telah bangun lebih dulu. Hanand tampak sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Dan untuk yang belum kenal Hanand, kenyataan bahwa dia bangun pagi adalah sebuah keajaiban. Sebab dari penghuni kosan lainnya, Hanand adalah orang yang punya gangguan dengan waktu di dalam hidupnya. Apa pun dan di manapun sesuatu terjadi, Hanand selalu jadi yang paling terlambat.

"Aku tidak berpikir bahwa Rabu adalah hari keberuntunganmu juga," sapaku kepada Hanand yang terlalu fokus menatap laptop.

"Eh, selamat, Key.. hari ini kau masih bisa mendengar matahari berpuisi," Jawab Hanand, sambil menyapaku kembali dengan wajah yang sama sekali tidak berpaling dari laptop.

"Yeah, mari kita bersyukur Hand, setidaknya jangan jadi manusia yang bajingan hari ini!"

Aku dan Hanand selalu sepakat bahwa matahari setiap hari selalu senang berpuisi. Puisi bagi kami adalah kebebasan. Dan kebebasan selalu jadi dasar dari sebuah kehebatan. Hari ini matahari masih bersinar, cahayanya adalah puisi.

Hanand, sekalipun dia brengsek, tapi kadang dia dan aku memiliki pandangan yang sama.
Seperti halnya persahabatan adalah bentuk lain dari puisi. Kita sepakat bahwa memiliki sahabat adalah suatu kehebatan yang indah. Aku sama sekali tidak bisa menyangkalnya. Hanand memang salah satu dari sahabatku yang hebat. Dia selalu ada dan ketika orang lain tidak percaya pada apa yang kubicarakan, Hanand selalu beridiri di sampingku dan berkata bahwa dia percaya. Meski sahabatku yang lain juga begitu.

Dan Hanand telah berhasil membuatku percaya bahwa Rabu ini masih menjadi bagian dari hari-hari keberuntunganku. Dengan masih bersedianya dia untuk tetap menjadi sahabatku, aku pikir itu sudah hebat. Aku sebenarnya sering merasa terlalu beruntung memiliki mereka. Aku setiap hari ingin mengucapi terima kasih tapi tak pernah benar-benar kuucapkan. Malu juga.

Selain dari kondisi kosan yang selalu acak-acakan, untuk selebihnya hubungan kita selalu menyenangkan dan baik-baik saja. Kita selalu berada dalam satu kapal yang sama, dengan tujuan yang juga sama. Setidaknya kita percaya bahwa hidup ini hanya sekali dan jangan sampai tidak menjadi "sesuatu". Setidaknya jadilah tinta yang meninggalkan jejak.

"Tolong beri aku ucapan selamat pagi, seperti sebuah penghargaan karena aku telah terlahir kembali," tiba-tiba Ariel mengoceh sambil berdiri sempoyongan. Tangannya masih sibuk mengucek mata yang sepertinya belum sepenuhnya sanggup melihat keadaan secara nyata.

"Tidak ada ucapan selamat pagi untuk manusia yang tidak bisa mengendalikan kakinya saat tidur! Kau berlatihlah untuk tidak menendang sesuatu yang berharga, bangsat! Hanand merespon ocehan Ariel. Jika dilihat dari situasi yang terjadi sepertinya saat tidur Ariel menendang Hanand. Sebenarnya tendang-menendang atau sikut-menyikut saat tidur sudah bukan menjadi kebiasaan yang aneh. Karena kosan ini hanya memiliki satu kamar, di mana setiap tidur mau tidak mau kita harus berimpitan. Aku pun tidak merasa memiliki mata yang kuat untuk setiap hari bertahan dan menunggu giliran agar bisa tidur dengan leluasa. Ini tidak seperti kita adalah tumpukan ikan cue, hanya saja kita benar-benar tidur dalam satu kamar yang sama. Hanand pun sering melakukan hal yang sama. Dia sering menendangku saat tidur dan mungkin aku pun begitu.

"Pagi, brengsek! Cepat bangun dan sapa dunia, ini sudah abad ke 24. Semuanya telah sangat modern dan kau jadi salah satu orang yang ketinggalan zaman karena selalu bangun terlambat," aku mengomel.

"Oh--tidak! Apa di zaman ini Doraemon masih ada?" Tanya Ariel.

"Doraemon sudah punya keluarga dan berhenti melakukan keajaiban. Terakhir kali kantong ajaibnya digunakan untuk membeli kue dorayaki, kantong ajaibnya ditukarkan!" Hanand menyambung pembicaraan. Walau pandangannya terhadap laptop masih belum bisa dialihkan.

"Bajingan Doraemon! Tapi, apa dia masih tergila-gila dengan dorayaki? Hey, ini seharusnya abad yang maju, apa tidak ada orang yang menciptakan kue lebih enak dari dorayaki?"

"Tidak ada, bodoh. Kantong ajaibnya benar-benar ditukarkan dengan kue dorayaki. Dia membeli kue dorayaki dan menikahinya. Sungguh keluarga yang manis," sambungku.

"Antar aku ke rumahnya, aku harus memintanya mengembalikanku ke abad 20! Kalian tahu? Aku benar-benar harus menikahi Nadin!" Ariel memukul bantal, seperti benar-benar mendalami percakapan yang jelas-kelas ngawur.

Begitulah bagaimana keseharian kami, ketika sedang bersama, selalu penuh dengan caci maki.

____

Chapter ini masih belum selesai, insyaAllah kulanjutkan nanti, ya 😁 aku harus menjalankan misi penting malam ini, selamat membaca dan tetap berkenanlah, mari tidur.

Langit Yang Jauh Untuk Kecoa Yang TerbalikWhere stories live. Discover now