[33] WhatsApp

16.8K 2.1K 97
                                    

Jika menyerah bukan pilihan, kau harus siap menetap dengan sejuta ketidakpastian

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

bonne lecture!

WHATSAPP

Kak Fariz

Assalamualaikum kak
saya mau bertanya|20.45 PM.

Ya. Setelah berpikir cukup lama akhirnya gue memberanikan diri buat ngechat Kak Fariz.

Tiap notif yang masuk gue selalu tungguin, tapi sampe sekarang ga satupun pesan yang masuk dari orang yang gue harapin, paling grup kelas mulu yang notifnya masuk hampir tiap jam.

Karena udah lama nunggu dan balesannya ga ada sama sekali, yaudah gue mutusin buat menutup mata kemudian berkhayal tentang keindahan hidup cielah.

Tanpa gue sadari, gue bener bener udah masuk ke alam khayal, fix gue teridur.

Nungguin balesan Kak Fariz gini amat yak.

••••••••••••♪••••••••♪•••••••♪•••••••

Seperti biasa alarm gue udah bunyi tapi gue snooze. hari ini penyakit mager gue kambuh deh kayaknya.

"Sheilaaa" panggil seseorang sambil menggoyang-goyangkan tubuh gue.

"Hoaammm... Kak Fariz" ucap gue yang masih setengah sadar sambil mengerjapkan mata

"Fariz? siapa dia?" betapa kagetnya gue pas ngeliat dengan jelas siapa yang ngebangunin gue pagi ini, orang yang kalo ngomong apapun harus gue ikutin, orang yang paling ditakutin oleh Kak Royyan, dia juga suami mama alias papa.

Saking kagetnya gue langsung loncat dari tempat tidur. "Papa? kapan balik?"

Papa menyorot gue dengan tatapan yang sangat tajam. "Papa tanya, Fariz siapanya kamu? bangun tidur bukannya berdoa ini malah nyebut nama Fariz"

Mampus. masih pagi gue udah dapat siraman rohani.

"Kakak kelas doang ih, dia itu sifatnya hampir mirip ama papa loh, rajin ngaji, sholeh, baik,tegas,punya---"

"Papa ga pernah nanya dia orangnya kayak gimana ya" sela papa gue dengan nada datar.

Gue memanyunkan bibir, kemudian melangkahkan kaki ke kamar mandi. "Yaudah sih"

"Kalo kagum sama orang jangan dipikirin, tapi berdoa agar bisa dipersatukan yang harus dibanyakin" ucap Papa sembari keluar kamar.

"Papa setuju aku sama Kak Fariz dong?"

Papa menghela napas berat,kemudian beralih menatap gue."Papa mau kamu belajar yang bener, gausah mikirin cowok dulu"

"Iya pasti kalo itu mah, tapi kalo misalnya nanti aku jodohnya ama dia papa setuju ngga?"

"Asal dia bisa melewati tes MHI yang papa buat, kenapa nggak?"

Rasa dan HarapanWhere stories live. Discover now