[37] Reuni

16.6K 2.2K 44
                                    

Mungkin, ketetapan untuk tak bisa lupa adalah bahasa semesta yang berkata, "Tunggu saja."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Happy Reading!

Reuni, satu kata yang bisa membuat harapan gue untuk bertemu orang yang selama ini gue cari tumbuh lagi. Pasti akan banyak hal yang terjadi pada hari ini, bertemu teman lama, hingga mengingat kenangan yang lalu dengan orang yang masih sama. Gue berjalan menyusuri lapangan sekolah mencari orang yang mungkin gue kenal. Di sini, tepat di tempat ini, gue berakting pura-pura tidak tahu ruang BK di mana. Mengeluarkan ekspresi kesal waktu mendengar cewek lain menyatakan kekagumannya pada dia, menatap dengan sejuta harap dari kejauhan. Ah, andai saja waktu bisa diulang.

"Sheila!" teriak seseorang dari arah samping gue.

Gue menoleh dan mendapati Kanaya.

"Kanaya? Long time no see!"

"Iya, kangen banget gue," jelas Kanaya sembari tersenyum lebar.

Gue mengangguk cepat. "Gue juga."

"Ke kelas kita dulu, yuk! Yang lain udah pada ngumpul di sana katanya," ajak Kanaya yang langsung menarik lengan gue.

Setibanya di kelas, banyak hal yang membuat gue tercengang seketika. Rafly yang gesrek sudah menjadi pengusaha sukses, Ajang dan Musdalifah yang dulunya bermusuhan sekarang sudah bersatu dalam ikatan pernikahan, Ilham yang tegas sudah menjadi polisi, dan masih banyak lagi.

Mengingat momen-momen indah waktu sekolah dulu, menertawakan kebodohan yang pernah terjadi. Itulah yang kita lakukan sekarang di kelas ini.

"Assalamualaikum," salam seseorang yang baru saja masuk ke dalam kelas, dia adalah Oppie.

"Weits, sutradara kondang datang," ledek Ajang sambil membekap mulutnya.

Oppie hanya tersenyum lebar mendengar ledekan Ajang, dan langsung duduk di samping gue.

"Perkataan Bang Galuh kalau lo bakal dateng benar juga ternyata," ucap gue sambil menepuk pelan bahu Oppie.

"Iya, dong. Kakak gue nggak pernah bohong kali," lanjut Oppie sembari merangkul gue.

Di saat keadaan penuh dengan kebisingan, Aza melempar pertanyaan yang sangat gue hindari belakangan ini dan sontak membuat seisi kelas hening.

"Lo sama Kak Fariz, gimana?"

Setelah terdiam beberapa saat, gue memutuskan untuk menjawab pertanyaan yang Aza berikan.

"Nggak gimana-gimana."

"Maksudnya?" serempak semua orang yang ada di dalam kelas.

"Ya … gue belum ketemu sama dia setelah enam tahun yang lalu."

Musdalifah terperangah. "Terakhir ketemu enam tahun yang lalu? Terus, gimana dengan perasaan lo? Masih tetap sama sampai saat ini?"

Gue mengangguk pelan.

"Parah, teman gue setia amat walau kepastian tak kunjung datang," sahut Rafly sambil memijat pelan dahinya.

Rasa dan HarapanWhere stories live. Discover now