Part 29 - Pasar Keputran

7K 455 12
                                    

Lelaki itu langsung menancap gas menuju Pasar Keputran. Waktu yang ditempuh tidak terlalu lama, sekitar sepuluh menit dari lokasinya sekarang. Sesampai di sana, dirinya harus berjalan lumayan jauh dari lokasi pasar, sebab tidak ada lahan parkir yang tersedia untuk kendaraan roda empat.

Beberapa pedagang dan pengunjung pasar menatapnya aneh, melihat dari ujung rambut hingga ujung kaki. Maklum, saat itu Arya masih mengenakan kemeja berdasi lengkap dengan style ala orang kantoran. Dia mulai setel cuek, tetap berjalan memasuki pasar dan mencari pedagang menjual bahan-bahan yang disebutkan oleh Alia barusan.

Kepalanya tidak henti menengok kanan kiri, mengamati barang yang dijual oleh pedagang sekitar. Setelah berjalan cukup masuk, lelaki itu menemukan pedagang sayur yang dicari, kebetulan sedang sepi. Arya bergegas menghampiri seorang wanita berdaster marun yang mulai tersenyum ke arahnya.

"Bu, saya mau beli bahan-bahan rujak cingur. Apa Ibu menjualnya?" tanya Arya tanpa basa-basi.

Pedagang tersebut mengangguk, lalu memasukkan satu per satu bahan-bahan rujak cingur. Arya terus mengamati tangan pedagang itu, beliau dengan cekatan melayani pembeli. Tidak lebih dari satu menit, barang yang dibeli oleh Arya sudah siap.

"Semuanya tiga puluh lima ribu, Mas." Pedagang tersebut menyodorkan kantung plastik biru. "Kebetulan, saya nggak jual tahu, tempe dan cingurnya."

"Oh, iya, Bu. Ini uangnya." Lelaki itu menyodorkan selembar uang lima puluh ribu sambil menunggu pedagang tersebut memberi kembalian. "Penjual cingur di mana, Bu?"

"Dari sini, Mas lurus aja. Mentok, terus belok kiri. Itu deretan penjual daging semua," jawab ibu itu sambil menyodorkan kembalian.

"Oh, oke. Terima kasih, Bu."

Setelah mendapat informasi tersebut, Arya langsung mengikuti arahan penjual sayur tadi. Ia berjalan lurus sekira 30 meter, lalu belok ke kiri sesuai instruksi. Di sana berjejer penjual daging-dagingan. Lelaki itu berjalan pelan sambil mencari lokasi pedagang cingur. Setelah melewati lima kios pedagang daging ayam dan sapi, tampak seorang lelaki renta penjual cingur sapi. Arya dengan tergesa mendekati pedagang tersebut.

"Cingur sapi sekilo berapa, Pak?" tanya Arya.

"80 ribu, Nak," jawab pedagang tersebut sambil menata dagangannya.

"Oh, kalau begitu setengah kilo saja, Pak. Boleh?"

"Iya, boleh," jawab lelaki itu sambil tersenyum ramah.

Tanpa menunggu, lelaki renta tersebut tampak semangat setelah mengetahui ada orang yang membeli dagangannya. Ia langsung memotong dan menimbang setengah kilo bagian cingur sapi yang hendak dibeli oleh Arya. Setelah isi timbangannya sesuai, ia langsung memasukkan cingur tersebut ke dalam kantung plastik.

"Totalnya 40 ribu, Nak," ujarnya seraya menyodorkan kantung plastik putih kepada Arya.

"Oh, iya. Ini uangnya, Pak." Lelaki itu menyodorkan selembar uang lima puluh ribu, lalu tidak berniat mengambil kembaliannya. "Kembaliannya buat Bapak."

"Terima kasih, Nak." Senyum semringah tersuguh dari sudut bibir lelaki renta itu.

Selesai sudah satu tugas Arya. Sekarang, dirinya hanya perlu membeli tahu dan tempe.  Setelah berjalan beberapa saat, barang yang dicari sudah ditemukan. Ia segera membeli tahu dan tempe secukupnya. Setelah mengecek ulang barang belanjaannya dengan pesan yang dikirim oleh Alia, dirinya tersenyum tipis. Ya, semua daftar bahan yang diperlukan sudah dibeli. Kini, ia berjalan ke arah parkiran dan hendak kembali ke rumah.

Setelah memasukkan barang belanjaan di bagasi, Arya mulai melajukan mobilnya. Ia berjalan dengan kecepatan standar, tidak mau terlalu ngebut di jalan. Terlebih, jalanan malam itu tampak ramai, didominasi pengendara roda dua.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba pikiran Arya melayang entah ke mana. Berbagai kesalahan yang pernah dilakukannya seolah berputar kembali. Mulai dari kebohongan kecil hingga perselingkuhan yang dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan Alia.

Sebelumnya, Arya tidak pernah berpikir tentang poligami atau menikah siri secara diam-diam. Entah kerasukan setan dari mana, tetapi hawa nafsu dan hasratnya benar-benar mengubah jalan pikirannya. Kini, lelaki itu harus menanggung konsekuensi akibat kesalahan yang terlampau dalam.

Tin! Tin!

Klakson panjang terdengar berulang kali dari mobil yang baru saja bersimpangan dengan mobil Arya. Lampu dim yang menyorot panjang langsung membuatnya tersadar dari lamunan. Lelaki itu spontan memutar kemudinya ke arah kiri, kembali ke jalur yang benar. Tanpa sadar, sedari tadi kendaraannya telah oleng ke kanan hingga keluar jalur dan menyebabkan mobil yang bersimpangan dengannya tampak kaget.

"Astgahfirullahaladzim," ucapnya pelan, kemudian berusaha mengembalikan fokus menyetir.

Jantung lelaki itu masih berdegup kencang. Beberapa butiran keringat jagung membasahi dahinya meski AC mobil sedang menyala. Tampaknya, Arya sempat syok akibat kejadian barusan. Hal itu diketahui ketika dirinya berusaha mengatur napasnya.

Sejenak, lelaki itu berniat menenangkan diri sebentar. Ia melajukan mobilnya ke jalan Pemuda, menuju Delta Plaza Surabaya. Sesampai di parkiran Delta Plaza, tidak lupa dirinya memberi kabar kepada Alia melalui pesan Whatsapp.

[Assalamualaikum, Sayang. Mas mau minta izin ngopi dulu di Delta. Mau nenangin diri sebentar. Janji, enggak akan lama, kok.]

Pesan yang dikirim olehnya sudah bercentang dua, tetapi belum berwarna biru. Tandanya, si penerima pesan belum membaca pesan darinya. Setelah menunggu cukup lama, Arya berjalan masuk menuju sebuah tongkrongan yang menyediakan berbagai macam kopi beserta camilan ringan. Di sana, dirinya memesan segelas kopi robusta beserta chicken mushroom macaroni.

[Waalaikumsalam, Mas. Kenapa, Mas? Kamu baik-baik aja, kan?]

Lelaki itu segera membalas pesan dari Alia. Tampaknya, sang istri terlihat khawatir.

[Alhamdulillah, Mas baik-baik aja, kok. Tadi, Mas ngelamun di jalan, terus mobilnya oleng ke kanan. Hampir aja tabrakan sama mobil di simpang jalan. Kamu jangan khawatir, ya. Mas nggak kenapa-napa.]

[Astaghfirullahaladzim, masih bisa bilang jangan khawatir? Istri mana yang nggak khawatir setelah dapat kabar kalau suaminya hampir kecelakaan?]

[Kok bisa, sih, Mas? Kamu ngelamunin apa, sih? Ceroboh banget, deh! Kalau kamu kenapa-kenapa atau nabrak orang, gimana? Jangan kebiasaan ngelamun gitu, Mas. Nanti bisa merugikan orang lain, loh.]

[Hm … iya-iya, maaf. Sebenarnya, Mas nggak mau kasih tahu kamu soal ini, tapi Mas nggak mau kamu berpikir macam-macam kalau Mas telat pulang. Makanya, Mas langsung ngabarin kamu, Sayang.]

[Udah, ya, jangan marah-marah terus. Nanti cantiknya ilang, loh. Kamu istirahat aja, bentar lagi Mas pulang, kok.]

[Ya udah, jangan lama-lama. Aku tunggu di rumah, ya. Assalamualaikum.]

[Waalaikumsalam, peluk cium untuk istriku tercinta.]

Lelaki itu menaruh ponselnya kembali. Tidak berapa lama, seorang waiters berjalan mendekat sembari membawa beberapa item yang dipesan oleh Arya. Tidak lupa waiters tersebut tersenyum ramah, kemudian menjauh dari meja lelaki itu.

Arya langsung menyeruput segelas kopi robusta yang masih mengeluarkan kepul uap. Setelahnya, ia mulai mencicipi chicken mushroom macaroni yang tersuguh di meja. Tampaknya, lelaki itu sangat menikmati hidangan yang tersaji.

Tanpa terasa, setengah jam telah berlalu. Arya masih menikmati suasana di tempat itu. Pengunjung yang datang ke tempat itu tidak terlalu ramai, membuatnya semakin betah di sana. Namun, ia teringat dengan Alia yang sudah menunggunya di rumah. Terlebih, perasaannya sudah cukup tenang setelah menyeruput segelas kopi robusta favoritnya.

Arya segera mengemas barang-barangnya, kemudian membayar hidangan yang sudah dipesan. Setelahnya, ia berjalan ke arah parkir mobil dan bergegas pulang. Kali ini, lelaki itu lebih fokus mengemudikan mobil.

Terbagi (Pengorbanan Seorang Istri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang