Part 15 - Puzzle Dusta

12.6K 623 16
                                    

Setelah berbincang dengan sang mertua, Arya kembali ke kamar. Ia mendapati Alia terbaring di tempat tidur. Arya mendekat, melihat kondisi istrinya. Sepertinya, ia kelelahan karena melakukan pekerjaan rumah beberapa hari ini.

"Tidur yang nyenyak, ya, Sayang. Dalam tidurmu, kau bisa melupakan sejenak tentang sakit hati atas perbuatanku. Maafkan aku, Alia." Arya berkata lirih sambil mengusap puncak kepala sang istri yang terbalut khimar. Setelah itu, ia mengecup kening Alia.

Arya terus memperhatikan wanita di hadapannya. Ia terlihat begitu cantik dan polos ketika tidur. Hatinya lembut bak bidadari. Tidak ada dendam, iri hati dan dengki terhadap orang lain bahkan kepada adik madunya.

Alia selalu berpikir positif dan yakin bahwa semuanya akan kembali normal. Kesabaran dan kesetiaan yang dimilikinya membuat sang suami menaruh rasa bersalah yang mendalam. Bidadari tanpa sayap, itulah julukan yang pas untuk wanita seperti Alia.

"Seharusnya aku beruntung memiliki istri sepertimu, tapi kenapa justru menyia-nyiakanmu? Aku sangat bodoh, Al. Bodoh! Aarrggh!" Teriakan Arya membuat Alia terbangun.

"Kamu kenapa teriak-teriak begitu, Mas?" tanya Alia bingung. Ia mencoba bangkit dari posisi tidur.

Bukannya menjawab, lelaki itu justru merengkuh tubuh sang istri. Ia memeluknya erat. Setelah sepersekian detik, perasaannya makin tidak karuan. Gumpalan bening tiba-tiba mendesak keluar dari sudut matanya.

"Maafkan aku ... maafkan aku, Alia. Sungguh, rasa bersalah terus menghantuiku. Setelah bayi itu lahir, aku akan menceraikan ibunya. Aku janji!"

"Cukup, Mas!" Alia melepaskan pelukan dari sang suami. Ia sedikit beralih, menjauhkan posisi duduk. "Sudah puluhan kali kau mengucap kalimat itu. Aku bosan mendengarnya!! Sekarang aku tanya, apa yang membuatmu berucap semudah itu? Bukankah kau sangat mencintai Anita?"

"Iya, aku memang mencintai Anita, tapi itu dulu. Itu pun karena dia terus-terusan menggodaku waktu itu, Sayang. Sekarang aku sadar, kamu lebih berarti daripada dia," jawab Arya.

"Perempuan tidak akan menggoda, jika laki-lakinya tidak memberi peluang. Ibarat pepatah, ‘Tamu tidak bisa masuk, jika tuan rumah tidak membukakan pintu’. Jadi, jangan menjadikan itu sebuah alasan untuk membela diri. Kalian sama-sama salah, tapi kau lebih bersalah. Sebagai laki-laki beristri, kau tidak bisa menghargai perasaan istrimu, Mas."

"Aku minta maaf, Sayang. Aku berjanji akan memperbaiki hubungan kita. Tolong maafkan aku, ya." Arya memohon dengan wajah yang memelas.

"Itulah keahlian laki-laki, janji dan meminta maaf. Namun, ucapannya tidak bisa dipegang. Sama sepertimu, Mas. Kau pandai bersilat lidah," jawab Alia dengan menatap sang suami. "Sudahlah, jangan membahas ini terus. Sekarang, kau harus memikirkan bagaimana caranya mengajak istri mudamu tes DNA. Tidak ada cara lain, hanya itu caranya untuk membuktikan bayi itu darah dagingmu atau bukan."

Lelaki itu bangkit setelah mendengar jawaban sang istri. Ia mondar-mandir sejenak, mencoba berkilas balik tentang hubungannya dengan Anita. Ia terus mengingat siapa saja yang pernah dekat dengan wanita itu sebelumnya.

"Deni!" ucapnya secara tiba-tiba. "Ya, aku ingat semuanya. Deni adalah saksi kunci untuk kita, Sayang."

Arya teringat tentang kabar burung yang santer dibicarakan beberapa waktu lalu. Menurut info yang beredar, Anita pernah menjalin hubungan dengan Deni. Tiada angin ataupun hujan, Anita memutuskan hubungannya secara tiba-tiba. Hal itu menghebohkan seisi kantor bahkan terdengar sampai ke telinga Arya. Sejak kejadian itu, Deni mengundurkan diri dari kantor.

Gegas lelaki itu merogoh benda pipih yang berada di saku celana. Setelah membuka kunci layar, jemarinya langsung meluncur ke aplikasi perpesanan hijau dan mencari nama Deni di sana. Tulisan “online” yang terpampang di bawah nama Deni, membuat senyum semringah merekah di wajah Arya. Ia langsung memencet ikon telepon hingga muncul tulisan berdering.

Terbagi (Pengorbanan Seorang Istri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang