Part 27 - Lika-liku Kehidupan

7.7K 441 23
                                    

Berbagi suami dengan wanita lain memang bukan perkara mudah. Itulah yang dirasakan oleh Alia selama ini. Beruntungnya, ia adalah wanita hebat, hatinya setegar karang yang mampu menyembunyikan rasa sakit meski debur ombak berulang kali menghantam. Sayangnya, batu karang itu tidak selamanya kokoh. Adakalanya karang tersebut akan terkikis lantaran tidak mampu menahan serangan ombak yang menggulung.

Meski tergolong wanita kuat dalam menghadapi kenyataan, dirinya juga memiliki batas kesabaran yang wajar. Ketika kertas dirobek sesuka hati, tidak akan utuh seperti semula meski telah disatukan dengan perekat. Bekas robekannya akan tetap terlihat, begitu pula dengan hati Alia. Mungkin, ia bisa memaafkan kesalahan sang suami, tetapi luka hati atas pengkhianatan itu akan membekas sampai kapan pun.

Selesai makan, wanita itu langsung mencuci peralatan bekas makan yang telah digunakan, lalu meletakkannya ke tempat semula. Setelahnya, ia kembali duduk di hadapan sang suami, lalu menatapnya lekat-lekat. Kali ini, tatapan Alia lebih fokus seolah menyiratkan sesuatu yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Tidak disangka, mata mereka beradu pandang selama beberapa detik. Masing-masing tenggelam dalam tatapan kebatinan. Hening, tidak ada obrolan yang terlontar dari mulut keduanya. Wanita itu hanya terdiam, menunggu sang suami memecah keheningan.

"Aku tahu apa yang ada di dalam pikiranmu. Ayo, kita bahas di kamar saja, Sayang." Spontan lelaki itu menarik pergelangan tangan sang istri dengan lembut.

Alia tidak menjawab, hanya mengikuti langkah kaki pria jangkung yang menggenggam erat pergelangan tangannya. Sejenak, hatinya mendadak luluh; teringat tentang kenangan manis yang pernah mereka lewati. Beberapa saat kemudian, ia seolah tertampar dan hatinya kembali tersayat kala potongan visualisasi pernikahan siri sang suami tetiba melintas dalam benak. Rapuh, itulah yang Alia rasakan. Rasa sakitnya sangat luar biasa, tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.

Sesampai di kamar, lelaki itu langsung mendudukkan Alia di sudut ranjang, sementara dirinya bergegas mengunci pintu. Setelahnya, ia memosisikan diri di hadapan sang istri, lalu menatap lekat manik cokelatnya. Menyadari ada tatapan tajam dari sorot mata sang suami, Alia refleks menundukkan kepala demi menghindari bertemunya pandangan keduanya.

"Ayo, ceritakan semua padaku. Tumpahkan semua keluh kesah yang tak mampu kamu pendam lagi." Arya mendongakkan kepala sang istri, memaksa wanita itu menatapnya lekat-lekat. "Insyaallah, aku bisa menjadi pendengar setiamu," ujarnya meyakinkan.

"Sudahlah, enggak perlu seperti itu. Aku baik-baik saja, kok. Insyaallah …."

"Kamu dan hatimu sedang tidak baik-baik saja, aku tahu itu. Terbukalah, Sayang. Ceritakan semuanya pada suamimu ini, sebab Mas juga butuh dukungan dan doamu untuk melewati semuanya." Lelaki itu memegang pundak sang istri, lalu tangan kanannya beralih mengusap puncak kepala Alia.

"Bayangkan rasanya jadi aku sebentar saja, setiap waktu dipaksa ikhlas melihat suaminya bersama orang lain. Sekalipun aku berkata ikhlas, itu hanya di bibir, Mas."

"Lalu, aku harus bagaimana? Kan, ini semua kulakukan agar Anita tidak curiga; hanya menunjang akting, Sayang." Arya menjelaskan semuanya panjang lebar.

"Akting-akting, itu mulu yang dijadikan alasan!"

Spontan wanita itu memalingkan muka, menghindari beradu pandang dengan sang suami. Perasaannya campur aduk, bagai kapal yang terombang-ambing di tengah lautan. Di satu sisi, dirinya ingin segera menjadi satu-satunya ratu dalam bahtera rumah tangganya bersama sang suami. Di sisi lain, hatinya tidak cukup kokoh menerima kenyataan memandang sang suami terus bermesraan dengan madunya.

"Telepon Dokter Teguh, Mas. Tanyakan kapan Deni bisa tes DNA?" 

"Baiklah, akan kuturuti perintahmu, Sayang."

Terbagi (Pengorbanan Seorang Istri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang