Part 10 - Patah

15.5K 748 37
                                    

Lelaki itu mulai panik. Ia bingung harus bertindak seperti apa. Setelah berpikir panjang, Arya memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Alia. Ia menuju ke dapur. Nihil, Alia tidak ada di sana. Hanya Anita yang terlihat masih menikmati sarapan pagi. 

"Mungkin, Alia di kamar," gumamnya.

Ceklek!

Pintu kamar setengah terbuka. Benar, wanita itu termenung di atas kasur. Tatapannya kosong, seolah sedang memikirkan beban berat. Arya mendekat, lalu duduk di hadapan istrinya.

"Sayang ...." Tangan Arya menepuk pundak Alia pelan. Ia tersentak, lalu menatap tajam suaminya.

"Ada apa?" tanyanya datar.

"A-aku ...." Ucapan Arya menggantung, membuat Alia mengerutkan dahi.

"Bicara yang jelas, Mas."

"Aku minta maaf, Sayang. Apa kau mau memaafkan aku?" Manik cokelat Arya menatap lekat ke arah istrinya. Sedetik kemudian, netra lelaki itu berkaca-kaca. Mungkin, ia merasa bersalah telah menyakiti istrinya sedalam ini.

"Tanpa kau minta, aku sudah memaafkanmu, Mas. Allah saja Maha Pemaaf, kenapa aku tidak? Tidak perlu menyesal. Ini kan, yang kamu mau? Memiliki dua orang istri karena aku tidak bisa memberimu keturunan," sindir Alia.

Lelaki itu hanya membisu, tanda membenarkan ucapan sang istri. Ia tertunduk seolah tidak ada keberanian menatap mata teduh Alia.

"Sekarang aku tanya, apa kau tidak keberatan menghidupi dua istri? Sepertinya, istri mudamu itu cukup high class, Mas. Jumlah gajimu tidak cukup untuk membeli skincare miliknya." Alia terus menatap Arya dengan tatapan datar. Entah, keberanian dari mana yang membuatnya mampu berbicara seperti itu.

"Kau benar, Alia." Arya menghela napas berat.

"Kau sudah mengingkari janjimu, Mas. Ketika mengkhitbahku, kau berjanji menjadikanku satu-satunya bidadari surgamu di depan semua orang. Namun, dengan mudahnya pertahananmu luruh karena wanita itu." Alia berucap dengan suara bergetar. Perlahan, bulir bening menitik di sudut matanya.

Perih, mungkin itu yang Alia rasa saat ini. Mahligai rumah tangga yang selama ini ia pertahankan, ternyata roboh begitu saja. Bukan hanya Alia yang merasakan sakit, tetapi kedua orang tuanya pasti terluka jika mengetahui menantu kesayangannya berpoligami.

"M-maaf ...." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Arya. Lelaki itu menunduk tanpa menatap Alia sedikit pun.

"Tak perlu meminta maaf berulang kali. Percuma! Hatiku sudah remuk, Mas. Hanya karena aku belum bisa memberimu keturunan, kau memperlakukan aku dengan seenaknya."

Netra Alia menatap lurus. Namun, Arya hanya bergeming dan mengalihkan pandangan, memilih menunduk daripada berserobok pandang dengan istrinya. Entah, apa yang ada di dalam pikirannya saat itu.

Klung!

Sebuah pesan masuk di gawai Alia. Netra wanita itu beralih menatap gawai yang ada di atas nakas. Sesaat kemudian, ia meraih benda pipih itu dan bergegas membuka kunci layar.

Sebaris notifikasi pesan tampak mengambang di atas layar, memperlihatkan nama Rian sebagai pengirim. Jemari Alia cekatan mengeklik notifikasi itu hingga terbuka keseluruhan isi pesannya.

[Kau tidak perlu menanti seseorang yang tidak pernah menanti kehadiranmu. Tidak perlu berharap kepada orang yang tak pernah mengharapkanmu, Al.]

Alia tertegun setelah membaca isi pesan dari Rian. Jantungnya berdegup kencang. Jemarinya terasa kaku, tak sanggup mengusap atau membalas pesan tersebut.

"Kenapa, Sayang? Itu chat dari siapa?" tanya Arya dengan menaikkan sebelah alisnya. Matanya menyelisik, mencari tahu apa yang terjadi. "Sini, lihat!" lanjutnya.

Terbagi (Pengorbanan Seorang Istri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang