Part 9 - Ketika Hati Mulai Goyah

16.1K 738 20
                                    

Ada sesak yang menjalari ulu hati. Alia membekap mulut dengan tangan agar isak tangisnya tidak terdengar. Lelehan bening mulai membasahi pipi, membuat mata Alia memerah.

Tok! Tok! Tok!

"Sayang .... buka pintunya!" Suara bariton itu terdengar beberapa kali diiringi ketukan pintu tiada henti.

Alia tidak menyahut. Ia terus membekap mulut dan menumpahkan segala kekecewaannya. Hatinya belum bisa menerima pernikahan kedua sang suami.

"Sayang ... Sayang ...." Panggilan itu makin kencang bersamaan dengan frekuensi ketukan yang semakin bertambah.

Nihil, Alia tetap tidak merespons. Alia bangkit, lalu mengambil gawai yang tergeletak di atas nakas. Sedetik kemudian, wanita itu membuka aplikasi perpesanan hijau. Tangannya aktif men-scroll deretan pesan dari teman-temannya. Namun, tidak ada satu pun pesan yang dibalas.

“Lelaki akan hancur bersama kebohongan yang telah direncanakan.”

Sebuah kalimat yang ditulis dalam status whatsapp Alia. Tidak butuh waktu lama, status itu menyita perhatian kontak di whatsapp-nya. Beberapa dari mereka mengomentari status yang baru saja dibuat. Jemarinya terus men-scroll dari atas ke bawah. Ada sebuah pesan yang menarik perhatiannya. Tersemat nama Rian di sana.

[Apa kau baik-baik saja, Alia?] Isi pesan yang dikirim oleh Rian.

[Alhamdulillah. Aku baik-baik saja, Mas.]

[Apa kau yakin? Aku bisa menjadi pendengar yang baik jika kau mau.] Sebuah pesan balasan dari Rian.

[Tidak, terima kasih.]

Balasan yang dikirim oleh Alia bercentang biru, pertanda hanya dibaca oleh empunya. Lagi pula, ia tidak mungkin menceritakan tentang prahara rumah tangganya kepada Rian. Sama saja dia membongkar aib suami.

Alia terpaku menatap layar gawai. Jemarinya mengeklik status yang dibuat. Baru 113 orang yang melihat, lalu diusapnya ke atas. Ternyata, nama Arya terpampang di sana. Ya, lelaki itu sudah melihat status sang istri, tetapi dia tidak memberi komentar apa pun.

Alia menaruh gawainya kembali. Hatinya sedikit lega karena Arya sudah melihat ungkapan hatinya. Ia beranjak keluar, lalu berjalan menuruni anak tangga. Alia bermaksud sarapan pagi ini. Namun, ia melihat hal yang tidak seharusnya dilihat.

"Sayang, mau makan apa? Sini, aku ambilkan!" ujar Anita ketika melihat Alia menuruni anak tangga. Sedetik kemudian, wanita itu meraih piring Arya, bermaksud mengambilkan makanan untuk mencari perhatian sang suami.

"Tidak usah!" bentak Arya.

"Sudahlah, Mas. Aku istrimu juga, kan? Jadi, apa salahnya kalau aku mengisi piringmu?"

Alia terdiam melihat drama pagi itu. Hatinya seperti teriris-iris. Matanya memanas, menahan gumpalan bening agar tidak luruh begitu saja. Sedetik kemudian, ia memilih membantu Mbak Leni memasak masakan terakhir, yaitu capcay.

Mbak Leni terkejut melihat Alia mengambil alih wortel dari tangannya. Alia hanya tersenyum simpul, lalu mengisyaratkan wanita itu mencuci peralatan bekas memasak. Namun, Mbak Leni masih bergeming seolah bertanya kenapa Alia tidak ikut sarapan bersama suaminya.

"Aku hanya ingin berbakti kepada suami, Mbak. Meski hatiku sakit, bukan alasan untuk melalaikan kewajiban sebagai istri. Aku masih mengharap rida Allah," tutur Alia dengan mengupas wortel di tangan.

"Sudah, Mbak Alia pergi saja. Sarapan dulu, bareng sama Mas Arya. Mbak Alia itu istrinya bukan asisten rumah tangga," timpal Mbak Leni. Ia tidak bermaksud mengusir, hanya saja mengingatkan sang majikan tentang martabat sebagai istri sah Arya Pahlevi.

Terbagi (Pengorbanan Seorang Istri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang