Gue berdecak kemudian memutar kedua bola mata."Gausah berlagak kayak Dilan deh"

"Waduh, lagi badmood nih kayaknya, jalan-jalan ke taman rumah sakit yuk" ajak Kak Bhaga.

Mendengar ajakan Kak Bhaga gue pun auto turun dari tempat tidur.

"Yuk" balas gue yang langsung melangkahkan kaki keluar kamar.

Kak Bhaga berjalan di samping gue. "Infusnya belum dilepas ya?

"Belum, katanya sih ntar sore baru bisa dilepas, saat pemeriksaan terakhir" ujar gue sambil membuka pintu kamar.

Kak Bhaga menaikkan sebelah alisnya."Pemeriksaan terakhir? hari ini udah boleh pulang?"

Gue mengangguk."Iya"

"Oh gitu, yaudah sini infusnya biar gue aja yang pegangin" tawar Kak Bhaga sambil mengulurkan tangannya.

"Nih" lanjut gue seraya memberikan botol infus yang Kak Bhaga maksud.

Setelah hal itu, selama perjalanan ga ada yang membuka percakapan sama sekali sampai gue tiba di taman.

"Duduk sini aja" tunjuk Kak Bhaga yang diangguki oleh gue.

"Jangan canggung gini dong" pintanya sambil menatap ke arah gue.

Gue mengernyitkan dahi."Siapa yang canggung sih?"

"Sheila" jawabnya singkat.

Gue terkekeh pelan."Kata siapa?"

Kak Bhaga melipat kedua tangannya."Kata hati gue"

"Mulai lagi kan lebaynya" cibir gue.

"Gapapa lebay yang penting tampan" pungkas Kak Bhaga yang tengah membanggakan diri.

Mendengar ucapannya gue langsung tertawa ngakak, akan tetapi, tertawa itu ngga berangsur lama karena, Kak Bhaga ngeliat ke gue mulu.Risih, kan.

"Apa liat-liat?" tanya gue dengan tatapan tajam.

"Gue lagi kuatin hati"

Gue menghentakkan kaki kiri."Bodo ah"

"Fariz Fariz, dimana ya cowok itu? pengen banget ketemu ama dia" ucap Kak Bhaga sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Gue menipiskan bibir."Emang kalo ketemu mau diapain?

"Nggak diapa-apain, gue cuma pengen liat seperti apa sih cowok yang lo pertahanin selama bertahun-tahun itu"

Gue tersenyum lebar. "Dulu waktu SMA, senyumannya itu bisa buat gue ambyar seketika, apalagi cara dia natap seseorang, duh bisa bikin hati auto jatuh sejatuh-jatuhnya"

"Gue gak nanya senyumnya sebagus apa, dan bagaimana cara dia menatap seseorang" sosor Kak Bhaga dengan tatapan tajam.

"Lah? situ kan tadi nanya Fariz orang yang seperti apa? yaudah gue jelasin dia tuh punya senyum yang indah blablabla"

"Iyain deh biar cepet"

Gue berdecak. "Lo itu kenapa sih? demen banget ngerusak mood gue"

"Karena gue seneng liat lo badmood"

Kenapa gue harus dipertemuin ama orang kayak gini sih, kadang asik, kadang juga mengusik. Haduh.

"Eh mau nanya dong" sahut cowok yang lagi duduk di samping gue.

"Apaan?"

"Lo akan ngerasa jadi cewek yang paling bahagia kalo?"

"Kalo udah bisa bahagiain ortu, terus bisa jadi istri sahnya Kak Fariz, gila! pasti bahagia banget deh hidup gue kalo semuanya beneran tercapai"

Kak Bhaga mengangguk paham."Berarti Fariz udah penting banget ya di hidup lo? okesip kalo gitu gue bakalan bantu lo menuju kebahagiaan bersama Fariz"

"Caranya?"

Kak Bhaga mengangkat kedua bahunya."Ya belum tau, liat nanti aja deh"

"Janji bakal bantuin gue?"

"Promise, pokoknya awas aja kalo sampe Fariz nyakitin lo, gue yang turun tangan langsung buat nyakitin dia balik"

"Wih mantap" puji gue seraya mengacungkan kedua jempol.

Masalah ama Kak Bhaga kelar, sekarang tinggal satu masalah lagi yang belum tuntas dan belum mempunyai solusi, yakni masalah perasaan gue sama orang yang udah gue tunggu selama bertahun- tahun kepastiannya

Kak Fariz.

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

47 47 47

Rasa dan HarapanWhere stories live. Discover now