Part E-V. (Jeju)

379 37 0
                                    

Di dalam mobil Hani bergerak ke sana kemari, bernyanyi dan bertepuk tangan seperti Nanda, anak mbak Ajeng yang sedang duduk dipangkuan ibunya, di jok depan.

"Helly... Kuk kuk kuk. Ke mari kuk kuk kuk. Ayo lari-lari...." kemudian Hani tertawa merasa tingkahnya ini sedikit aneh.

Arza yang berada di sampingnya langsung memeluk Hani agar istrinya itu berhenti bertingkah heboh seperti anak kecil bahkan lebih heboh dari Nanda. Arza merasa heran dengan wanita hamil ini, wanita yang baru berumur 23 tahun ini, wanita yang sebentar lagi menjadi seorang ibu.

"Apaan sih, Kak. Maaf ya, mbak Ajeng, mas Yudi. Suami saya ini suka gak liat kondisi kalo mau peluk-peluk." Mbak Ajeng dan mas Yudi tersenyum singkat. Mengerti situasi pasangan yang tengah mabuk cinta itu.

"Harusnya aku yang minta maaf sama mereka. Tingkah kamu ini bikin malu," sahut Arza.

Hani menyerah. Tangannya tidak lagi berontak meminta dilepas. Hani malah menguap dan menyandarkan kepalanya di dada Arza. Tak lama kemudian dirinya tertidur pulas.

"Dasar ibu hamil," gerutu Arza. "Tadi seperti belatung, tidak bisa diam. Sekarang malah tidur seperti anak kucing yang menemukan ibunya."

"Bawaan hamil mungkin, Pak," sahut mas Yudi dari balik kemudi.

"Iya, Mas. Saya harus sering elus dada menghadapi tingkah istri saya."

"Mungkin bu Arza merasa nyaman tidur dipeluk sama bapak, makanya ibu langsung tidur."

"Mungkin. Tidak tau kebiasaan atau memang bawaan hamil. Di rumah pun begitu, tidak bisa tidur kalau belum saya peluk."

"Pak Arza sepertinya sangat mencintai bu Arza ya?" tanya mas Yudi yang sebenarnya merupakan pertanyaan retoris.

"Begitulah, Mas. Padahal kami menikah tanpa cinta. Kami dijodohkan. Mungkin karena saya sudah tertarik sama dia di awal perjumpaan kami, makanya saya setuju saja pas di minta cepat-cepat menikahi dia. Saya juga tidak menyangka mencintai Hani sedalam ini. Saya malah sering membuat dia menangis," curhat Arza.

"Rasa cinta bapak lebih besar dibandingkan rasa cinta ibu," sahut mbak Ajeng.

Arza membalasnya dengan senyuman tipis. Kemudian, kembali mengeratkan pelukannya sambil mencium sayang kepala istrinya. Tak lupa Arza juga membalut Hani dengan jaket dan menyingkirkan helaian rambut Hani yang menutupi wajah cantik istrinya.

"Serasa curhat sama kakak sendiri," ucap Arza.

"Ah, Bapak bisa saja," jawab mas Yudi. "Anak tunggal ya, Pak?"

Arza mengangguk. "Iya, Mas."

***

Rasa lelah menggerogoti ibu hamil itu. Hani lebih memilih berselonjor sambil menunggu suaminya mengurus masalah check-in.

"Jeju indah banget ya, Bu?"

Hani mengangguk singkat. Merasa lelah sekedar untuk menjawab pertanyaan mbak Ajeng. Benar sekali. Mereka kini berada di Pulau Jeju. Pulau terbesar di Korea dan terletak di sebelah Semenanjung Korea.

"Mas Yudi ke mana, Mbak?"

"Di dalam, Bu. Sama Pak Arza."

Sekali lagi Hani mengelap keringat di keningnya. Tubuhnya banyak mengeluarkan keringat, tangannya bergerak mengipas. Padahal tempat ini di penuhi AC. Di luar sana angin pantai begitu kencang menerjang. Tetapi, Hani masih tetap merasa kepanasan.

"Haus, Mbak."

Dengan cepat mbak Ajeng membuka tas serba gunanya dan mengambil sebotol air mineral, kemudian ia membuka tutupnya dengan cepat dan menyerahkan botolnya kepada Hani. Hani menerimanya dan langsung meminum setengahnya, tangannya masih tidak bisa diam, setelah menyerahkan kembali botol air itu Hani kembali bergerak gelisah. Hani bahkan mengikat rambutnya agar sedikit menghilangkan rasa panas yang menjalar ke lehernya.

My Husband Is KoreanWhere stories live. Discover now