Part B. (Maksud)

988 79 0
                                    

Dengan satu tangan memegang segelas jus jeruk, Arza menghampiri ayah dan ibunya yang tengah bersantai menonton tv.

Kedua orang tuanya yang sudah tidak lagi muda itu tetap terlihat bugar. Arza jarang sekali pulang ke Jakarta. Ibunya sering mengeluh kalau beliau merindukan Arza yang berada di Seoul.

“Ada apa, Yah?” tanya Arza.

Pak Herbayu mendongakkan kepalanya lalu menggeser duduknya, mempersilakan Arza untuk duduk di sampingnya. “Sudah bertemu putri teman ayah?” tanya pak Herbayu kepada putranya.

“Sudah. Tadi siang,” jawab Arza.

“Bagaimana? Kamu suka?” tanya bu Heyeon dengan logat yang sedikit aneh.

“Aku belum bisa menilai, Bu. Kami baru bertemu satu kali.”

“Tapi kesan pertama saat bertemu dia seperti apa?” lanjut bu Heyeon. Wanita keturunan Negeri Ginseng itu terlihat sangat antusias mendengar cerita dari anak semata wayangnya.

“Dia menarik, dan aktif. Dia tidak pernah kehilangan bahan obrolan. Aku sangat yakin dia wanita yang banyak bicara,” jelas Arza.

Wanita Korea yang sudah memiliki keriput itu tersenyum senang. “Pasti dia gadis yang menyenangkan. Benar-benar calon menantu idaman,” ucapnya dengan bahasa Indonesia yang lancar tetapi logat yang sedikit aneh.

“Sayang...” tegur pak Herbayu. “Lalu, kapan kamu akan melamar dia?”

Arza mengernyit heran. “Yah, aku sudah bilang untuk tidak dalam waktu dekat.”

Pak Herbayu memaksakan untuk tersenyum. “Kenapa?”

“Kami belum saling mengenal, dia juga belum mengetahui rencana perjodohan kalian. Aku dan dia sama-sama sibuk bekerja, untuk menikah, aku masih harus berpikir lagi,” jelas Arza dengan sedikit nada yang melembut.

Dia sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. Rasa hormat harus selalu dia pertimbangkan bila berhadapan dengan orang tuanya. Topik kali ini benar-benar serius, karena itulah Arza harus mengatakan kalimat demi kalimat yang kiranya tidak akan menyinggung.

Terlihat jelas raut kekecewaan dari pasangan berbeda budaya itu. Sebagai seorang anak tentu saja Arza ingin cepat-cepat mengabulkan keinginan orang tuanya untuk menikah cepat, hanya saja saat ini belum waktunya.

Bukan karena usianya yang kiranya belum pantas untuk menikah. Malahan, Arza sudah lebih dari cukup untuk segera membangun rumah tangga. Tetapi, dia memiliki alasan lain. Seperti kesibukkannya dalam bekerja dan dirinya belum mengenal jelas calon istrinya.

“Aku akan mencoba untuk lebih dekat lagi dengan dia. Hitung-hitung untuk pendekatan. Kalau memang kami berlanjut ke tahap yang lebih serius, aku akan segera melamar dia,” jelas Arza.

Arza berjanji akan melamar gadis itu jika memang sudah menjadi ketetapan dari orang tuanya. Tetapi, Arza tidak berjanji akan melamar gadis itu dalam waktu dekat. Dia bisa melamar gadis itu satu tahun lagi, atau dua tahun lagi kan?

Merasa kalau jawaban Arza cukup memuaskan, kedua pasangan paruh baya itu kembali tersenyum cerah. Putra tunggalnya ini memang selalu bisa diandalkan.

“Semoga saja kami berjodoh, karena pernikahan hanya sekali seumur hidup,” ucap Arza.

Perjodohan boleh saja. Tetapi, bagi Arza adalah siap tidak siapnya dia menjadi imam bagi istrinya yang belum dia kenal itu. Kalau memang berjodoh, Arza akan melaksanakan niatan baik itu dengan hati yang ikhlas.

Pernikahan hanya satu kali. Itu prinsip Arza. Arza tidak mau kelak kehidupan pernikahannya mengalami perceraian. Karena itulah dia harus benar-benar menyiapkan diri.

My Husband Is KoreanWhere stories live. Discover now