Part C. (Tekanan)

738 72 0
                                    


Malam ini, Hani mulai berbicara dengan papanya. Dia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Bagi Hani, hidup dan matinya saat ini sedang terancam.

Pak Satri menghela napas panjang setelah mendengar penjelasan anak sulungnya itu. Rupanya Hani merasa keberatan dengan masalah perjodohan yang dia lakukan dengan pak Herbayu.

"Papa, papa denger suara aku gak sih?"

Pak Satri mengangguk. "Papa dengar kok."

"Terus kenapa papa diem aja?" kesal Hani. "Papa lagi gak nyari-nyari alasan kan?" tuduhnya.

Pak Satri menggelengkan kepalanya. "Alasan apa, Han? Kok kamu menuduh papa seperti itu sih? Kamu mau kualat sama orang tua?"

"Lho, kok papa malah ngancem sih?"

"Bukan begitu, Hani." Pak Satri kembali menghela napas panjang. "Ya sudah, sekarang jelaskan masalah kamu. Kenapa kamu merasa sangat keberatan dengan perjodohan yang papa rencanakan dengan Herbayu?"

"Jelas aja aku gak terima. Aku tau kok kalau aku ini masih sendiri, tapi bukan berarti aku gak laku kan, Pa? Aku bisa mencari calon suamiku sendiri, Pa."

"Papa tau kamu bisa mencari pendampingmu sendiri. Papa menjodohkan kamu dengan anak Herbayu bukan karena kamu masih sendiri atau papa menganggap kamu tidak laku. Tapi, karena papa memang sudah merencanakan perjodohan ini sejak dulu."

"Kalau misalnya aku sudah punya pacar, papa tetap mau menjodohkan aku?"

Pak Satri mengangkat bahunya ringan. "Kalau jodoh tidak akan ke mana."

"Pa, jawab dong. Jangan mengalihkan."

"Ya tentu saja perjodohan akan tertunda selagi kamu punya pacar."

Hani mengernyit. "Maksud papa?"

"Kalau kamu berjodoh dengan pacar kamu itu, papa tidak bisa menolak. Tapi, kalau akhirnya kamu putus dengan pacar kamu, sudah pasti perjodohan akan kembali dilanjutkan."

Hani menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi kesal. "Papa tega ih. Kalau aku dan pak Arza gak berjodoh gimana? Papa mau ngorbanin aku?"

"Kita lihat saja nanti."

"Maksud papa?"

"Kenapa harus kamu pikirkan sekarang sih, Han? Kamu masih punya waktu. Jangan dijadikan tekanan lho. Kalian kan bisa kencan dulu, baru lamaran, terus menikah."

"Keluarganya mereka itu udah pengen aku menikah sama anaknya."

"Lah, terus kenapa? Itu malah bagus."

Hani menggeram kesal. "Papa ih...."

***

Arza berjalan dengan langkah lebar menghampiri Hani yang sudah duduk di salah satu kursi di dalam restoran. Kali ini Arza terlambat 8 menit. Dan, dia sangat menyesal karena keterlambatannya.

"Maaf, pasti menunggu lama. Sudah memesan makanan?" tanya Arza.

Hani menggeleng pelan. "Gak nafsu makan. Ini aku cuma minum aja."

"Kalau begitu aku pesan makanan dulu. Aku belum makan siang, kamu tunggu sebentar ya?"

Hani mengangguk singkat. Sementara Arza memesan makanan, Hani memilih menghubungi temannya, Feby. Untuk bertemu di kantornya besok pagi.

"Kenapa kamu tidak nafsu makan?" tanya Arza. "Kamu memikirkan masalah perjodohan itu?"

Hani menganggukkan kepalanya. "Itu jadi pikiran tau."

Arza menghela napas panjang. "Aku tau. Tapi jangan kamu jadikan beban pikiran. Kita masih punya waktu, memangnya kita akan menikah besok sampai kamu pikirkan terus?"

My Husband Is KoreanHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin