53 ~ Kelewatan

49 6 0
                                    

Happy reading

🌻🌼

Rasanya kosong, rasanya hampa, rasanya lucu sekali ketika mengingat kejadian tadi pagi.

Ketika tahu seorang laki-laki baik dan bodoh mengejar seorang perempuan yang tidak tahu kenapa berubah menjadi dingin, jutek bahkan kasar padanya entah karena hal apa.

Ketika tahu seorang laki-laki itu adalah dirinya sendiri.

Sungguh cerita seperti ini akan menjadi lelucon yang bagus jika dibuat menjadi bahan stand up comedy.

Sungguh laki-laki yang sangat malang itu kini sedang duduk terbengong menatap ke arah depan kelas dengan mata berkaca-kaca.

Seakan melupakan sejenak guru yang menjelaskan di depan, teman-teman yang duduk di samping dan depannya itu yang sesekali menatap dirinya bingung bertanya-tanya.

Dirinya yang merasakan ada sesuatu yang mengelus-elus bahu di belakangnya itu pun menoleh ke samping.

"Entar cerita ke gue aja, engga usah dipendam-pendam gitu, Mar." Ucap Anggi yang duduk disebelahnya begitupun dengan kedua orang yang duduk di depan meja Demar dan Anggi itu ikut mengangguk setuju.

Mengartikan. Lo juga bisa cerita ke gue, Mar.

Demar tersenyum sambil mengangguk lalu menghapus air mata yang masih belum jatuh dari kedua pelupuk matanya itu.

Tidak lama kemudian, dirinya langsung berdiri, dan meminta izin terlebih dahulu kepada guru yang mengajar untuk pergi ke toilet

Dirinya berjalan cepat keluar dari kelas, tidak ingin siapapun dari teman sekelasnya yang melihat kedua matanya itu yang memerah karena menangis.

Sementara itu Ronald dan Patrick yang baru saja ingin bangkit itu pun ditahan oleh Anggi.

"Nanti aja, jangan diganggu, orang kalau lagi patah hati perlu waktu untuk menyendiri."

Di lorong, Demar yang berjalan tanpa melihat betul-betul ke arah depan itu tidak sengaja menabrak seorang perempuan yang sedang membawa buku yang tersusun tinggi itu sehingga ketika Demar menabrak bahu perempuan tersebut membuat semua buku yang dibawa olehnya jatuh tidak beraturan.

"Demar!" Kata perempuan tersebut berusaha untuk berdiri kembali. "Lo kenapa tabrak gue?"

"Maaf, gue engga lihat ada lo, Ta." Demar sudah mengambil buku-buku yang tergeletak berantakan di lantai lorong berwarna putih bergaris hitam itu.

Dita yang sempat menatap kedua mata Demar, langsung membulatkan matanya sekaligus terkejut namun tidak ia perlihatkan reaksinya itu kepada Demar, ia tidak tahu pasti mengapa kedua mata Demar bisa memerah namun ia harus segera menanyakan hal tersebut.

"Makasih." Dita sudah mengambil sisa buku yang berada di genggaman kedua tangan Demar.

Demar hanya mengangguk beberapa kali sambil tersenyum tanda balasan jawaban dari ucapan Dita.

"Lo bisa nemenin gue engga?" Tanya Dita, ia tidak tahu harus mulai darimana. "Gue takut,"

Dita terlihat serius, Demar memandang Dita lama, lalu mengangguk kemudian seraya mendekat ke arah Dita.

Mengambil beberapa buku yang tersusun tinggi itu, sehingga beban yang dibawa oleh Dita mengurang.

"Ayo, lo mau ke kantor?" Tanya Demar sudah lebih tenang dari sebelumnya, detakan jantungnya yang sudah terkendali dan netral, juga kedua pelupuk matanya yang mulai kering karena angin-angin di lorong yang menerpa ke arah wajahnya yang mulus itu.

DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang