14 | Mode posesif on

140 24 4
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa sikat gigi. Ntar bau mulut lho!

****

Setiap kata yang keluar dari dalam mulutnya hanya membuatnya menjadi semakin kesal diikuti dengan keringat yang berada di hampir seluruh tubuh dan kepalanya hingga membuatnya seperti orang yang baru saja selesai mandi.

Dirinya yang habis terkena panas matahari yang luar biasa panas di siang ini bisa saja membuatnya mungkin akan pingsan jika fisiknya lemah, tapi itu bukanlah Demar namanya, seorang Demar adalah seorang laki-laki yang gentle, bertanggung jawab, tidak pernah lari dari kesalahan dan tentunya setia.

Kini Demar sedikit menyunggingkan senyum ketika mengingat itu.

Benar sekali, dirinya adalah orang yang setia.

Setia menunggu takdir yang tak akan datang-datang ataupun hanya sekedar menyapa, bahkan sekedar menepi lalu pergi lagi tanpa kabar atau sekedar berkata selamat tinggal, sampai berjumpa lagi pun tidak.

Dirinya memang tidak takut panas, dirinya memang tidak takut keringatan.

Dirinya hanya takut kulitnya yang berwarna putih sedikit terang itu berubah menjadi warna arang ataupun gosong, memikirkannya saja sudah membuat tubuhnya bergetar sedetik kemudian.

"Hmmm." gumam seseorang.

                                                                             
"Eh, ada pak Adam, ngapain pak disini? Nanti ikut gosong kayak saya, lho."

"Hukuman kamu dijemur sudah selesai, kamu boleh masuk ke kelas sekarang."

Demar cepat-cepat langsung mengangguk sembari tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Pak Adam hanya menghembuskan napas kasar melihat Demar berjalan meninggalkan dirinya yang masih berada di lapangan luas itu sendirian.

•••

"Ahhh... segar!" akhirnya, dirinya dapat juga merasakan dinginnya air yang masuk ke tenggorokannya yang terasa kering seperti sedang berada di gurun pasir.

"Mar, kamu engga ganti baju, apa? Itu basah banget, baju kamu." kata bu Eko merasa kasihan melihat pelanggan kesayangannya itu basah kuyup seperti habis terkena hujan cukup lama.

"Engga, bu E." bu Eko hanya menghela napas lalu melanjutkan pekerjaanya lagi menyiapkan segala perlengkapan.

Lonceng istirahat baru akan dibuyikan pada satu jam lagi, membuat Demar bisa lebih santai di dalam kantin yang masih sepi ini.

"Bu E, nasi uduk dua piring."

"Siap." balas bu Eko tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala, Demar memang tidak takut pada ancaman ataupun ketahuan ama guru, pikir ibu kantin itu.

"Top markotop, kamu, Mar." batin bu Eko.

•••

Demar sudah memasuki kelasnya dengan cepat setelah mendengar bunyi bel lonceng istirahat dibunyikan, dirinya juga beruntung karena yang mengajar jam pelajaran jam ketiga sebelum istirahat sekarang ini tidak masuk atau bisa dibilang jam kosong.

Banyak tatapan dari berbagai mata sedang melongo melihat Demar.

"Apa!" Demar menatap salah satu siswi perempuan.

"Muka lo hitam."

"Masak? Orang gue habis perawatan kok tadi di lapangan."

"Palak lu botak kek pak Adam," ucap Anggi menghampiri Demar. "Yang benar itu lo tobat tadi di lapangan, anggap aja sekali seumur hidup dijemur kek jemuran emak di rumah."

DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang