Tiga puluh dua

1.6K 70 0
                                    

"Saya tidak bisa berjanji soal siapa yang akan Tuan Rudi temui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya tidak bisa berjanji soal siapa yang akan Tuan Rudi temui."

Rudi menghela napas panjang. Sejak mengetahui bahwa Aluna mempunyai kepribadian ganda, kegagalan terus terpikir di kepalanya. Bukan. Bukan gagal karena mempunyai anak seperti Aluna melainkan merasa gagal karena tidak bisa menjadi Ayah yang baik untuk Aluna. Apalagi setelah kesulitan yang mengiringi hal itu membuat Rudi semakin merasa bersalah pada Aluna. Perasaan inilah yang dulu mengakibatkan dirinya enggan untuk sering bertemu dengan Aluna.

Kendati demikian, sudah tidak ada lagi waktu untuk menghindar. Aluna telah banyak kehilangan orang-orang berharga dalam hidupnya. Paling tidak, jangan sampai Aluna pun merasa kehilangan dirinya sebagai satu-satunya keluarganya yang tersisa. Bila bukan Rudi, tidak ada lagi tempat Aluna bersandar pada keluarganya sekalipun Bi Nah mampu melakukan itu.

"Tidak masalah. Siapapun itu, baik Aluna maupun kepribadian gandanya, tetaplah anak saya."

Bi Nah sempat tertegun sejenak mendengar jawaban dari Rudi. Pasalnya, sejak dulu bila dirinya mengatakan hal itu pada Rudi, ia pasti memilih pergi dan membatalkan niatnya untuk menemui Aluna. Bi Nah turut merasa senang bila memang tuan besarnya sudah mulai merentangkan tangannya untuk menerima Aluna.

"Sebentar saya panggilkan Nona Aluna," sahut Bi Nah yang kemudian beranjak dari hadapan Rudi untuk meniti tangga menuju kamar Aluna. Harap-harap, yang ia temui selepas mengetuk pintu nanti adalah kepribadian Aluna yang asli. Tidak seperti hari-hari sebelumnya.

Tok,

tok,

tok.

Sebuah kebiasaan untuk Bi Nah mengetuk pintu Aluna tiga kali sekaligus sebelum memasuki kamarnya agar Aluna mengenali kedatangannya melalui caranya mengetuk pintu. Melalui cara itu pula Bi Nah mengetahui apakah orang yang di dalam kamar tersebut kepribadian Aluna yang asli atau bukan. Sebab bila iya, Aluna pasti akan menjawabnya ataupun membuka pintunya tanpa bertanya lagi. Hanya Aluna lah yang secara tidak langsung mengetahui kebiasaan yang tidak pernah dirundingkan dulu itu.

Klek!

Rasanya lega sewaktu menaruh harapan tinggi lalu terwujud dengan cepat. Perasaan seperti itulah yang kini mendominasi Bi Nah sewaktu pintu kamar Aluna perlahan-lahan ditarik pemiliknya ke dalam hingga sosoknya langsung tertangkap oleh netra Bi Nah.

"Bibi."

Aluna memang bukan anak Bi Nah. Bi Nah pun bukan bagian dari keluarga Aluna. Namun setelah sekian lama menemani Aluna dan membantunya dalam banyak hal, membuat Bi Nah menyayanginya sebagaimana menyayangi anaknya sendiri.

Contohnya seperti saat ini. Kala penampilan Aluna yang nampak begitu kusut berantakan karena keterpurukan yang ia rasakan, hati Bi Nah ikut mencelos. Tangannya yang terasa hangat seolah menyimpan kasih sayang seorang ibu, pelan-pelan merapihkan rambut Aluna. Lalu tanpa diduga, Aluna lebih dulu menghambur ke pelukannya bersamaan dengan Bi Nah yang kembali mendengar isak tangis pilu dari Aluna.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang