Empat puluh satu

267 27 0
                                    

3 bulan kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

3 bulan kemudian.

"Kafa kemana, Bi?"

Aluna menarik kursi yang menghadap meja bar di dapur. Ia mendudukinya sambil memperhatikan Bi Nah yang tengah menyiapkan sarapan untuknya, sebuah kebiasaan yang dilakukannya kala pagi hari.

"Sudah berangkat sejak dua jam yang lalu, jam tujuh pagi, Nona." Bi Nah menjawab sambil meletakkan segelas susu putih di hadapan Aluna. Tidak peduli usia yang telah dewasa, tetapi meminum susu kala pagi hari tetap menjadi kebiasaan Aluna.

"Dia mencari pekerjaan lagi," gumam Aluna dengan seulas senyum tipis di wajahnya. Tidak peduli seberapa banyak papanya memberikan penawaran yang lebih mudah untuk Fatih, lelaki itu tetap menolaknya. Entah karena harga dirinya yang tinggi atau merasa tidak ingin merepotkan. Aluna tidak bisa membedakannya untuk saat ini.

"Apa Kafa mengatakan sesuatu pada Bibi?" tanya Aluna sambil memutar-mutar gelas yang berisi susu di hadapannya.

Bi Nah mengalihkan pandangannya pada Aluna lalu menjawab, "mengatakan sesuatu?"

"Iya." Aluna memberikan anggukan kepala singkat. Sekalipun ia berusaha kelihatan tenang, tetapi Bi Nah dapat melihat kekhawatiran yang tergambar darinya melalui sikap Aluna yang tidak fokus pada obrolan. Ia malah memainkan gelas dengan kedua mata yang tidak fokus pada Bi Nah. "Seperti soal ... Alan?"

"Tidak ada, Nona. Mas Fatih jarang bicara pada saya akhir-akhir ini. Memangnya, apa yang Nona khawatirkan?" Bi Nah balik bertanya.

"Banyak hal yang ingin saya tanyakan. Tapi tidak berani saya lakukan karena terakhir percakapan tentang hal ini, di meja makan beberapa bulan yang lalu, Kafa sepertinya tidak ingin membahasnya," tutur Aluna. Ia yang merasakan suhu susu di gelas tidak sepanas sebelumnya akhirnya melingkarkan tangan di gelas untuk mendapatkan kehangatannya.

Bi Nah memilih bungkam. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia sebenarnya ingin sekali menenangkan hati Aluna. Namun setelah sadar diri bahwa ia tidak tahu menahu perihal alasan Fatih tidak menceritakan semuanya dengan jelas pada Aluna membuat Bi Nah urung melakukannya.

"Saya merasa, masih ada yang Kafa rahasiakan dari saya, Bi," ungkap Aluna.

Bi Nah menaruh nasi goreng khas buatannya di hadapan Aluna. Bau nasi goreng yang menyeruak tajam memasuki hidung Aluna membuat ia memalingkan wajahnya dan bersin sebanyak tiga kali.

"Maaf, Bi. Hidung saya sepertinya sedang sensitif," ujar Aluna, merasa bersalah karena hal itu.

"Tidak masalah, Nona. Saya juga minta maaf karena stok sereal sudah habis dan belum sempat membeli." Bi Nah memberi tahu Aluna alasan mengapa ia menyiapkan menu sarapan nasi goreng pagi ini.

"Apa Bibi bisa simpan dulu? Saya akan memakannya nanti?" tanya Aluna sambil menggeser piring berisi nasi goreng itu agar kembali mendekati Bi Nah.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang