Empat puluh tiga

245 25 1
                                    

"Bila hidup tidak mampu sejalan dengan apa yang saya mau, maka saya akan membuat versi kehidupan dengan jalan saya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bila hidup tidak mampu sejalan dengan apa yang saya mau, maka saya akan membuat versi kehidupan dengan jalan saya sendiri." — Alan Zaverd

[K I L A S  B A L I K]

"Sebenarnya permainan seperti apa yang anda rencanakan?" Fatih yang menyerah membantah akhirnya bertanya.

"Pertanyaan yang bagus." Alan tersenyum puas. "Ada tiga pilihan. Menyerahkan Aluna, meninggalkan Aluna atau menghancurkan Aluna."

"Anda sudah gila?" Fatih menggertakkan giginya. Darah mendesir merangkak naik di wajahnya. Kesabarannya sudah mendekati putus asa hingga tidak mampu menekan amarah agar tidak mendominasi emosinya lagi.

Alan menggesek pecahan kaca itu pada telapak tangan seolah mengasahnya. Ia berucap, "pistol di balik punggung anda juga harus digunakan."

"Mari kita akhiri semuanya."

Alan berlari cepat menuju Fatih sambil menodongkan pecahan kaca padanya. Dengan gerakan tangkas pula, Fatih menepisnya. Tidak menyerah sampai di situ, Alan semakin mengeratkan pegangannya pada pecahan kaca. Wajahnya yang penuh amarah dengan mata yang berkilat tidak menunjukkan sedikitpun rasa sakit pada tangannya yang kini mulai mengalirkan darah segar.

Fatih mencoba melarikan diri. Saat Alan mengarahkan pecahan kaca itu padanya, ia menunduk hingga pecahan kacanya menancap pada salah satu meja di sana.

Alan kehilangan senjata. Ia justru berdiri sambil mengontrol napasnya yang memburu akibat mengejar Fatih. Tidak jauh berbeda dengan Fatih yang hampir kehabisan tenaga setelah dipakai untuk melawan serangan anak buah Alan sebelumnya.

Meskipun sedang beristirahat, kedua mata Fatih berkeliling mencari senjata. Begitu pula Alan yang berlari menaiki meja bar untuk mengambil botol kaca. Berbeda dengan Fatih sebelumnya yang mengambil botol kosong, Alan justru mengambil botol yang masih berisi minuman keras.

Fatih menelan ludah gugup. Ia tidak mempunyai senjata. Mengambil pecahan kaca sama saja mengambil resiko untuk melukai dirinya. Perlawanan menggunakan benda yang memiliki tajam di segala sisi itu tentunya bisa menjadi bumerang untuk si penyerang itu sendiri.

"Pakai pistolnya, Capt."

Garis muncul antara alis Fatih. Bertarung melawan Alan memang tidak bisa masuk dalam logika Fatih. Padahal Fatih berusaha memutar otak agar tidak menggunakan senjata yang berpotensi menghilangkan nyawa seseorang tetapi lelaki itu malah menyarankan jalan pintas untuk Fatih.

"Anda benar-benar sudah tidak waras, Alan Zaverd," cetus Fatih.

Alan tertawa dengan kencang. Ia duduk bersila di atas meja bar dengan tangan yang masih menggenggam erat botol tadi. "Anda yang bodoh, Capt. Saya yang menyerang lebih dulu. Bila anda ditangkap polisi, akui saja sebagai upaya pembelaan diri."

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang