Dua puluh lima

1.3K 74 0
                                    

"Kapan Kafa pulang, Bi?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan Kafa pulang, Bi?"

Mungkin karena selama sebulan terakhir hari-hari Aluna tidak lepas dari Fatih, ia merasa sedikit kekosongan dalam rumahnya tanpa kehadiran lelaki itu. Padahal sejak dulu, Aluna tidak pernah peduli pada eksistensi orang di sekitarnya kecuali orang tersebut penting untuknya. Mungkin pula karena Aluna sudah mencoba menerima kehadiran Fatih dalam hidupnya, ia pun merasa eksistensi Fatih juga penting baginya. Alhasil, kala pertemuan menjadi lebih jarang seperti beberapa minggu terakhir, Aluna tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya lagi.

"Mas Fatih bilang, sekitar pukul delapan lewat dua puluh lima pagi pesawatnya mendarat di bandara internasional Soekarno Hatta, Non," jawab Bi Nah.

Memang begitulah resiko yang harus ditanggung Aluna sebagai istri seorang pilot. Jam kerja Fatih tidak seperti jam kerja biasanya yang datang pagi lalu pulang di sore hari. Pekerjaan Fatih justru mempunyai jam kerja yang bisa saja dilakukan di jam-jam waktu orang-orang berisitirahat. Seperti sekarang saja contohnya. Fatih yang tiba pada pukul 08.25 pagi itu artinya menandakan lelaki itu menempuh perjalanan udara sejak pagi-pagi buta di saat orang-orang masih terlelap dalam tidurnya.

"Saya mau menjemput Fatih besok," kata Aluna, dibandingkan permintaan ini lebih kepada perintah yang tidak bisa ditolak. "Saya ingin bertemu Fatih. Bisa, kan?"

"Mungkin bisa, Nona Aluna. Mengingat pasti ada tenggat waktu untuk penerbangan Mas Fatih yang selanjutnya. Tapi itu masih sangat pagi. Apa Nona Aluna tidak masalah?" Bi Nah bertanya sekali lagi pada Aluna. Mengingat setelah lulus dari SMA, Aluna jarang keluar rumah, ia masih sedikit meragukan apa Aluna akan baik-baik saja keluar rumah pada jam yang sepagi itu.

"Tidak masalah." Aluna menjawab dengan ringannya. Ia kemudian melangkah meniti tangga menuju kamarnya hingga Bi Nah ikut mengantarnya di belakang.

"Apa harus saya beritahu ini pada Mas Fatih?" tanya Bi Nah sekali lagi.

Aluna berhenti melangkah sekalipun ia sudah tidak di injakan tangga terakhir sebelum sampai ke kamarnya. Ia berbalik menghadap Bi Nah dan menjawab, "tidak perlu. Lebih bagus bila dia terkejut dengan kedatangan saya."

Diam-diam, Bi Nah menahan senyumnya agar tidak terlihat saat itu juga. Aluna yang masih belum berani secara terang-terangan mengatakan bahwa dia ingin memberikan kejutan untuk Fatih membuat Bi Nah tergelitik sendiri.

"Bibi langsung istirahat saja. Saya ingin langsung tidur," ujar Aluna sekali lagi yang membuat Bi Nah berhenti mengikuti langkahnya. Sebenarnya itu seperti usiran halus dari Aluna namun begitu sampai di Bi Nah, kesannya seperti sebuah perhatian khusus untuknya agar segera beristirahat setelah bekerja seharian.

"Baik, Nona Aluna." Bi Nah menjawab. Ia lantas undur diri bersamaan dengan Aluna yang memasuki kamarnya.

***

Aluna melirik jam tangannya. Ia tiba tepat waktu di jam delapan lewat dua puluh lima. Mengingat ada jarak waktu antara landing pesawat dengan keluarnya penumpang di bandara membuat Aluna memilih untuk menunggu lebih dulu. Matanya sejak tadi tidak lepas untuk menelusuri Arrival — area Terminal Kedatangan — pada terminal 3 yang kini juga menjadi tempat pelayanan penerbangan Garuda Internasional yang sebelumnya berada di terminal 2.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang