Lima puluh [End]

868 43 0
                                    

"Mama, Alfa lapar!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama, Alfa lapar!"

Pagi-pagi sekali, Aluna buru-buru menyiapkan sarapan. Memang masih ada beberapa pelayan yang tetap stay di rumah Aluna. Namun jumlahnya sangat berkurang karena selepas Bi Nah kembali ke kampungnya, ada beberapa pelayan yang juga kembali ke Jakarta untuk kembali tinggal bersama keluarga mereka. Dan Aluna tidak bisa mencegah hal itu. Ia yang memahami seberapa berartinya keberadaan keluarga, hanya bisa menyetujui keinginan mereka.

Alhasil, beginilah pagi Aluna. Bukan hanya penampilannya yang serba kacau, belum sempat menyisir rambut dan hanya menggulungnya dengan asal, masih memakai baju tidur, juga keringat yang bercucuran, tetapi juga pikirannya yang ikut kusut karena kebingungan harus melakukan yang mana terlebih dahulu.

Ada sekitar tiga pelayan di rumah. Satu pelayan mencuci pakaian, satu pelayan lagi bersih-bersih rumah, lalu satu lagi membantu Alfa memakai seragam sekolahnya. Karena itu, mau tidak mau Aluna harus menyiapkan sarapan dan bekal untuk putranya sendirian.

"Ini Alfa. Makan pelan-pelan, ya." Aluna meletakkan piring yang berisi omelette untuk menu sarapan Alfa pagi ini. Ia pun langsung sibuk menyusun sandwich yang akan menjadi bekal untuk Alfa bawa ke sekolah.

"Omelette-nya jelek. Tidak seperti yang Bibi buat."

Kalau ditanya, darimana sifat Alfa yang suka asal bicara tanpa memikirkan perasaan orang lain, maka dari Aluna jawabannya. Oleh karena itu, saat Alfa berbicara seperti tadi, Aluna tidak bisa marah. Ia hanya mampu menghela napas dan menyahut, "maaf, ya, sayang. Lain kali Mama akan buat yang lebih bagus untuk Alfa."

"Alfa tidak mau omelette. Mau roti," pinta Alfa yang membuat gerakan tangan Aluna untuk memasukkan sandwich ke dalam kotak bekal menjadi terhenti.

Diam-diam, Aluna menahan amarahnya. Rasa lelah seketika dirasakannya hingga membuatnya hampir saja menjadikan Alfa sebagai pelampiasan kalau tidak buru-buru ditenangkan oleh sebuah tangan yang menyentuh pundak Aluna dengan pelan.

"Biar Papa yang buat, ya? Alfa mau selai yang rasa apa?" Fatih berbicara. Ia kemudian menghampiri Alfa dan mulai mengurus keinginan Alfa untuk sarapan pagi ini.

Aluna menghela napasnya. Ia menyelesaikan pekerjaannya untuk menyiapkan bekal makan Alfa. Dengan hati-hati, Aluna memasukkan bekal tersebut ke dalam tas Alfa. Ia tidak langsung beranjak dari sana, menunggui Alfa menyelesaikan sarapannya bersama Fatih. Seperti mengerti kelelahan Aluna di pagi hari ini, Fatih mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Aluna. Mengelusnya pelan sambil tersenyum dengan tulus.

"Hati-hati, ya, Alfa. Semangat belajarnya, sayang," ujar Fatih saat mengantar Alfa sampai ke depan pintu. Yang diantar melambaikan tangan dengan penuh semangat, melupakan kekesalannya karena omelette tadi.

Aluna hanya tersenyum sampai mobil yang membawa Alfa melaju meninggalkan rumahnya. Selepas itu, Aluna melepas ikatan rambutnya. Ia berbalik badan, hendak menuju ke kamar mandi dan segera membersihkan diri karena belum sempat dilakukannya tadi sewaktu bangun tidur.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang