Empat

2.9K 168 0
                                    

Hari sudah beranjak sore mendekati malam setibanya Fatih di rumah Aluna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari sudah beranjak sore mendekati malam setibanya Fatih di rumah Aluna. Seperti sebelum-sebelumnya, rumah Aluna selalu saja sepi sewaktu Fatih mengunjunginya. Apalagi kabarnya, saat ini kedua orang tua Aluna sedang tidak berada di rumah. Semakin sunyi lah suasana rumah yang tidak pernah hangat itu.

Baru saja Fatih menapaki anak tangga pertama menuju kamar Aluna, tiba-tiba saja terdengar suara benda pecah yang berasal dari atas sana. Itu artinya kamar Aluna karena satu-satunya penghuni rumah yang menempati kamar lantai dua adalah gadis itu. Fatih mempercepat langkahnya untuk menaiki tangga. Meskipun begitu ia masih berhati-hati untuk memastikan ia menapaki anak tangga dengan benar.

"Ada apa, Bi?" tanya Fatih pada Bibi ketika sampai di depan kamar Aluna.

Bukan hanya Bibi yang berada di sana. Ramai para pelayan yang lain memenuhi ruangan di depan kamar Aluna. Wajah Bibi nampak begitu khawatir. Terlihat dari alisnya yang mengerut dengan kedua mata sesekali menoleh pada pintu kamar Aluna seolah mengkhawatirkan sesuatu di dalam sana.

"Sepertinya Nona Aluna membanting benda-benda di dalam kamarnya lagi. Tadi Tuan besar datang dan menemui Nona Aluna lalu mengambil pisau, gunting, silet dan benda-benda tajam milik Nona Aluna. Saya yakin, Nona Aluna akan menggunakan pecahan barang yang tajam itu untuk menyakiti dirinya." Bibi berucap dengan khawatir.

Rahang Fatih mengeras. Kedua matanya melihat pintu kamar Aluna dengan alis yang ikut mengerut karena khawatir. Buru-buru ia mendekati pintu hingga Bibi dan pelayan yang lain sedikit menyingkir, memberikan ruang untuk Fatih. Ia lalu mengepalkan tangan kuat-kuat dan mengetuk pintu sekeras yang ia bisa agar Aluna mampu mendengarnya. Diikuti oleh ucapan tegas dari Fatih, "Aluna, buka pintunya!"

Selepas Fatih berucap, suara-suara dari dalam sana berhenti. Tidak ada lagi suara benda berbahan kaca maupun keramik dibanting ke lantai. Hal itu membuat Bibi dan Fatih melempar pandangan sesaat karena tidak menyangka kalau Aluna akan langsung mendengarkan Fatih.

"Buka pintunya, Aluna. Saya ingin bicara." Kali ini, Fatih berbicara dengan lebih pelan dari sebelumnya.

Tidak ada jawaban dari Aluna. Baik ketidaksetujuan maupun persetujuan. Hal itu membuat Fatih kembali menoleh pada Bibi kemudian menganggukkan kepalanya seakan memberikan persetujuan untuk Bibi membuka pintu kamar Aluna.

Begitu pintu di buka, Fatih sempat meminta pada para pelayan yang lain agar segera membubarkan diri dari sana. Pun dengan Bibi yang sebelumnya masih khawatir hingga sulit meninggalkan Aluna.

"Saya akan bicara dengan Aluna. Jadi mohon tinggalkan kami berdua," ujar Fatih yang akhirnya dituruti oleh Bibi. Ia mengambil alih kotak obat yang sebelumnya dipegang Bibi lalu melangkah masuk.

Fatih sempat mengedarkan pandangannya ke seisi kamar Aluna untuk mencari keberadaan gadis itu. Kedua matanya kemudian menemukan Aluna yang sedang memeluk lututnya membelakangi Fatih di pinggir kasur bagian kanan. Tepatnya, dekat meja belajar. Gadis itu sempat terkejut melihat Fatih sampai memalingkan wajahnya dan memilih menenggelamkan wajahnya dibalik lipatan tangan kanannya dan membiarkan tangan kirinya yang terluka terulur sedikit.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang