44

1.5K 151 3
                                    

"Kookie!!"

Sudah lebih dari 15 menit Tae menunggu Kookie yang tiba-tiba berlari menuju dapur itu.

Dan sudah beberapa kali juga Tae memanggil si kelinci bongsor yang entah mengapa telinga tiba-tiba tuli itu.

Tae pun akhirnya pasrah. Mau tidak mau, dia harus sabar menunggu si kelinci bongsor yang tidak kunjung datang itu.

Dilihatnya setiap sudut ruang keluarga itu. Tak ada yang berbeda ternyata. Semuanya masih sama. Perabotan disana tak ada yang berpindah.

Sampai Tae memicingkan matanya melihat sebuat figura kecil dekat televisi. Ada sesuatu yang aneh disana.

Salah satu figuranya tak ada ditempat. Fotonya dan Chim sewaktu pergi memancing di danau pinggir kota tak ada. Foto itu tak ada disana. Hanya ada foto sang Ayah, Chim dan juga sang ibu.

Entah mengapa hatinya nyeri seketika. Bohong jika dia tak sedih, nyatanya dia orang yang paling sakit sekarang. Sebanyak apapun berharap ternyata percuma saja.

Sebanyak apapun ia mencoba menerima keadaannya sekarang, tetap saja berakhir sama.

Tak ada yang sama. Bahkan di waktu-waktu yang lampau pun tetap saja. Tak akan ada yang sama.

Baik dia maupun keluarganya. Keluarganya? Benarkah dia punya keluarga? Benarkah dia punya bahu untuk menyenderkan kepalanya yang bahkan terasa berat hanya untuk menatap kedepan. Benarkah ia punya rengkuhan hangat untuk menenangkannya disaat dirinya sendiri tak sanggup untuk menghangatkan hatinya sendiri.

Benarkah? Bolehkah Tae berharap kembali? Bolehkah ia meminta lagi? Mengapa terasa sulit? Mengapa hidupnya sebegitu rumit?

Tae meremas bajunya hingga telapak tangan itu memutih. Dadanya tiba-tiba terasa sesak, terasa menyempit di dalam sana. Bak udara tak sanggup lagi untuk sekedar memompa jantungnya.

"Hahh.... Hahh...  Hiks... " Dia menahan tangisnya agar Kookie tak mendengar.

Sekuat tenaga menahan tangisan yang sudah siap menguar dari bibir pucatnya. Dia tak ingin membuat Kookie nya kembali khawatir.

"Tidak sekarang Tae.. Tidak untuk sekarang"

Ya, tidak untuk sekarang. Tidak untuk malam ini.

"Kak Tae!"  teriak Kookie keluar dari dapur.

Dengan segera Tae menghapus jejak air matanya yang sempat menumpuk di ujung matanya.

Dengan ceoat mengulas senyum manis agar adiknya tak merasa khawatir dan curiga akan keadaannya.

"Kenapa kau lama sekali Kook? " ucapnya merajuk.

" Maaf Kak, Kookie mengupas apel dulu tadi.  Hehehhe" cengirnya yanh membuat Tae tersenyum tipis.

"Ayo, ke taman Kook. Kau membuatku menunggu dan kesal selama 15 menit. Kau harus dihukum nanti" ucap Tae pura-pura mengambek.

"Jangan seperti itu kak. Aku kan membuatkan ini untukmu. Masak kau tega menghukumku" rengek Kookie yang kembali membuat Tae menahan tawanya.

"Pokoknya ke taman dulu"

"Ay ay ay Captain! Kapal segera berlayar menuju taman..  Wiiiii... "

" Hahahaha... "

Tae tersenyum puas melihat kelinci bongsornya bertingkah lucu itu.

'Terima kasih Kook'

.

.

.

.

.

So? (The END)Where stories live. Discover now