32

1.7K 157 0
                                    

"Kak Tae.. "

" Kubilang keluar! "

.

.

.

.

*Cklek

" Aku pul-" 'Kubilang keluar!'

Aku mendengar teriakan dari kamar Tae. Apa terjadi sesuatu? Aku melihat Kookie baru saja keluar dari kamar itu dan menuruni tangga menghampiri ku. Kutatap nya meminta penjelasan.

"Kurasa mood kak Tae sedang tak baik kak" ucapnya lirih

"Sebentar, bawa ini ke dapur aku akan ke atas memastikan"

Aku menyerahkan belanjaanku pada Kookie dan berjalan ke atas namun tanganku ditarik seseorang. Kulihat Kookie menggeleng cepat.

"Tidak kak, tidak sekarang. Kita biarkan kak Tae tenang dulu"

Kookie mencegahku namun ku coba melepaskan genggaman nya dan tersenyum lembut padanya jika semua akan baik-baik saja. Aku pun naik menuju kamar Tae.

*Cklek

Kamar itu tak dikunci. Aku pun menghampiri nya.

"Apa yang terjadi baru saja Tae? Kookie terlihat ketakutan setelah keluar dari sini dan kenapa kau berteriak? " tanyaku yang tanpa sadar mendesak nya.

"Keluarlah Chim. Tinggalkan aku sendiri"

"Tidak sebelum kau menjawab pertanyaan ku"

"Kenapa kau menjadi keras kepala Chim? "
Kudenger suara lirih itu. Aku terdiam sejenak

" Tae.. "

" Kenapa kau menjadi keras kepala Chim? "

"Itu karena kau juga keras kepala Tae"

"Kenapa aku? Kenapa aku yang disalahkan disini?"

"Tae.. " panggilku lagi

" Kenapa hanya aku yang disalahkan disini Chim? Apa karena aku terlahir dari perbuatan bejat? Apa karena aku terlahir sehat? Apa kar-"

"Cukup Kim Tae! Cukup hentikan omong kosong mu ini! "

Aku berteriak padanya. Kulihat Tae terkekeh pelan. Aku tak habis pikir dengannya.

" Berhenti mengatur hidupku Chim. Berhenti melarangku melakukan apapun yang kusukai"

Ah. Aku mulai paham arah pembicaraan ini. Kurasa ini semua salahku. Kurasa karena aku mendesakkan pagi tadi untuk melakukan kemo. Kurasa mulut sialanku patut dihukum sekarang.

"Ini untuk kebaikan mu Tae"

"Berhenti membicarakan 'untuk kebaikanku'. Ya ini kebaikan, memang tapi untukmu bukan untukku. Kau terus saja memaksaku melakukan kemo yang sungguh itu sangat menyakitkan Chim. Aku ingin berhenti tapi karena alasan dirimu aku terus saja melakukannya... "

Dia berhenti sebentar menarik nafas.

"Meskipun kenyataannya kakiku tak pernah akan kembali normal. Aku tahu itu. Tapi aku tetap melakukannya untukmu. Aku menuruti semua perkataanmu untuk menjalani kemo. Aku menuruti perkataan paman untuk berhenti bermain basket yang begitu aku cintai itu. Aku menuruti perkataan Ayah untuk menjadi anak baik dan aku menuruti kata Ibu jika aku harus berhemat dan menjadi orang berguna. Aku menuruti kalian semua tapi mengapa  kau tak bisa menuruti dan membiarkan untuk beristirahat Chim. Kenapa? Jawab pertanyaanku! "

Aku terdiam. Kulihat wajahnya sudah merah padam. Aku bingung ingin menanggapinya apa. Kulihat dia perlahan beranjak dari duduk nya. Aku masih diam dalam posisiku. Dia berdiri dihadapanku.

" Keluarlah Chim. Kumohon, jika kau tak ingin biar aku saja " ucapnya sendu lalu berjalan pelan keluar kamar.

Aku masih tak bergeming. Kulihat pena dan buku yang tergeletak di balkon itu. Buku yang baru saja ditulis sesuatu oleh Tae. Aku berjalan mengambilnya dan melihat lembaran pertama yang bertuliskan " Kebahagiaan Kim Tae".  Sebelum kubuka lembaran selanjutnya, sebuah teriakan mengintrupsiku. Aku pun berlari keluar.

.

.

.

"Tae! "

So? (The END)Where stories live. Discover now