26

1.7K 164 4
                                    

"Ayo kembali Tae, udara sudah benar-benar dingin" ajak Chim lagi. Tae masih setia dengan posisinya. Ditariknya tangan Tae itu untuk segera berdiri. Dia sempat menolak tapi Chim memaksa.




Dan...










Bruk...











.

.

...

Tae terkekeh pelan. Chim terkejut melihat saudaranya itu. Apakah pikirannya sudah mulai gila karena kemo yang dia lakukan.  Chim mencoba membantu Tae berdiri namun ditepisnya kasar.

"Kau lihat kan Chim? " ucap Tae sembari mendongak ke arah Chim.

Dia terjatuh disaat Chim hendak menariknya untuk masuk ke rumah. Terjatuh di atas rumput taman belakang yang cukup dingin itu. Inilah alasan dia ingin tinggal sebentar disana. Kakinya berulah lagi.

Dia mencoba menyembunyikannya namun Chim terlalu keras kepala untuk memaksanya ikut.

Mereka berdua masih setia berdiam diri. Chim mulai tersadar dari lamunannya ketika Tae susah payah untuk kembali duduk di kursi taman itu.  Dia mencoba menopang tubuh Tae yang masih duduk ditanah ini. Tae kembali menepisnya.

"Biarkan seperti ini saja Chim" ucapnya lirih

"Rumput nya dingin, kau bisa sakit nanti. Ayo.. "

Chim susah payah mendudukkan Tae di kursi taman itu kembali. Dan berjongkok padanya.

" Ayo..  Aku gendong sampai ke kamar.. "

" Tidak, aku berat Chim"

"Aku juga berat Tae..  Jadi ayo..  Udara mulai dingin" paksa nya

Tae pasrah. Akhirnya dia terpaksa digendong oleh Chim di punggungnya sampai ke kamar.

Di tidurkannya Tae pada ranjang yang selalu nyaman baginya itu. Dielusnya surai coklat itu lembut. Tae terpejam menikmati sesi 'dimanjakan' oleh saudaranya itu.

"Aku ikut tidur disini ya Tae? " pintanya. Tae seketika menggeleng. Dia hanya takut Ibu kembali memarahinya karena Chim terus bersamanya.

" Tidak, Ibu akan marah nanti. Kau tidurlah di kamarmu. Aku akan baik-baik saja di sini Chim" jelasnya

"Ibu sudah pergi Tae. Ibu akan kembali besok lusa. Jadi boleh ya..  Ayolah kasurmu ini benar-benar kasur ternyaman didunia Tae"

Tae hany mendengus kesal. Akhirnya mau tidak mau mengiyakan permintaan Chim.

Malam itu pukul sebelas, mereka berdua tertidur pulas dengan Chim memeluk Tae yang tenang dalam tidurnya itu.

...

"Eunghh... Hoammm... Mmm"

Aku terbangun karena sesuatu disamping ranjangku kosong, tidak.. Ralat, maksudku ranjang Tae. Kenapa dia?  Apa kakinya sudah membaik?

Aku beranjak bangun dan mencarinya disudut kamar itu namun nihil. Aku mulai cemas. Bagaimana jika dia terjatuh dari tangga?. Bagaimana jika dia terjatuh dan terantuk sesuatu?.

Aku segera keluar dari kamar lalu menuruni tangga, menuju lantai bawah. Ada sedikit kelegaan karena di area tangga tidak ada orang yang kumaksud. Aku mencari di dapur, nihil. Di ruang tamu, nihil.

"Tae!..  Tae.... Kau dimana? "

'Chimm..  Taman belakang!' sebuah teriakan menjawab pertanyaan ku.

Ini masih pagi sekali, udara juga masih sangat dingin. Bagaimana bisa Tae di taman belakang seorang diri?.

...

" Tae... "

" Oh..  Hai Chim..  Selamat pagi. Apa kau tidur nyenyak? "

" Kenapa kau disini?  Diluar masih sangat dingin..  Ayo masuk.. Mau ku gendong lagi? "

Tae seketika menggeleng. Menolak tawaran yang sebenarnya menggiurkan itu.

" Kalau begitu, ayo kembali ke dalam..  Aku akan memasak sarapan" ucap Chim sembari mengulurkan tangannya pada Tae.

Tae sempat menghela napas sebentar dan akhirnya menerima uluran tangan itu.  Berdiri pelan-pelan dan berjalan beriringan dengan Chim.

"Masih sakit kenapa kau pakai berjalan?  Dasar bodoh! " ucap Chim sembari terus memegangi tangan Tae yang masih sibuk dengan jalannya itu.

" Aku harus membiasakannya Chim. Meskipun ti-..  Uhh..."

"Yakk.. Pelan-pelan!..  Kau bisa melukai kita berdua "

" Maaf Chim"

.

.

.

.

.

.

So? (The END)Where stories live. Discover now