34.

904 42 41
                                    

Flashback 10 tahun yang lalu...

"Ra, tangkap!" Gadis kecil berkuncir dua itu berseru sambil melemparkan bola kepada lawannya, mereka tengah bermain lempar bola.

Rena Revioletta, anak pertama dari Andri dan Merrie. Andri adalah seorang pengusaha kaya disebuah perusahaan yang terkenal di Jakarta. Sedangkan Merrie bekerja sebagai sekertaris diperusahaan milik suaminya.

Rena, gadis yang selalu dikuncir kuda, dengan rambutnya yang keriting membuat wajahnya terkesan sangat lucu dan menggemaskan. Rena melemparkan bolanya kepada lawan mainnya, sesekali gadis itu melihat ke arah kedua orang tua mereka yang tak jauh dari posisi mereka saat ini, dan tersenyum kepada keduanya. Andri dan Merrie pun sesekali menyemangati  keduanya.

Gadis yang kini menjadi lawan Rena pun menangkap bola yang di lemparkan Rena. Tepat sasaran! Gadis itu menangkap dengan tangkapan yang sangat mulus. Rara Reviona, dialah orangnya.

Rara, anak kedua Andri dan Merrie. Gadis yang selalu membiarkan rambut panjangnya mengguntai kebawah. Gadis itu sangat berbeda dengan Rena, Rara lebih menyukai warna-warna yang lebih terang, seperti pink dan biru langit. Sedangkan Rena lebih suka terhadap warna yang gelap, seperti warna hitam dan coklat atau pun warna lainnya yang tergolong gelap dan tidak terlalu mencolok. Apa pun itu, Rena selalu menolak pemberian kedua orang tuanya jika pemberian itu berwarna terang, baik itu baju, mainan, atau pun yang lainnya.

Rena dan Rara terus melemparkan bola yang berwarna hijau yang berukuran kecil dengan semangat yang membara. Rena pun melamparkan bolanya kepada Rara, Rara bersiap-siap melemparkan kembali dengan kekuatan penuh. Akan tetapi, kali ini Rara melemparkan bola itu terlalu bersemangat, sehingga membuat bolanya terlempar jauh di tempat mereka bermain.

"Yah, bolanya jauh banget, Kak," keluh Rara sambil memanyunkan bibirnya.

"Kamu sih lemparnya keras banget. Jadinya kan Kakak ngga bisa raih bolanya," ucap Rena.

"Hehehe." Rara menyengir kuda, "abisnya Rara semangat banget nih, Kak. Kapan lagi kita main di taman sama Papa dan Mama."

Rena pun nampak berfikir, dan membenarkan ucapan Rara didalam hatinya.

"Ya udah, biar Kakak yang ambilin bolanya," final Rena dan langsung berjalan mencari bola itu, tanpa memberitahu Andri dan Merrie terlebih dahulu.

"Rara ikut, Kak!" ucap Rara sedikit berteriak. Rena menoleh kebelakang, sambil menatap lekat Rara, Rena pun pasrah dan menganggukkan kepalanya.

"Ya udah, ayo!"

***

Mereka berdua pun terus mencari bola itu disekitar semak-semak yang ada disana. Rara melihat ke arah jalanan, mata Rara memicing dan ia berhasil menemukan bolah hijaunya, yang tergeletak disisi jalan. Rara pun segera memberitahu Rena dimana keberadaan bola yang sedang mereka cari. Rena akhirnya ikut menemukan dimana bola itu sekarang. Akan tetapi, bola itu tiba-tiba menggelinding, akibat dorongan dari kaki-kaki orang yang tengah berjalan disana. Dan akhirnya bola itu berhenti tepat ditengah-tengah jalan raya. Rara dan Rena pun sedikit berdecak melihat bolanya yang semakin jauh.

Rara yang berniat mengambil bola itu segera dihentikan oleh Rena. Rena mengintrupsikan Rara agar tidak mengambil bola itu, dan Rena sendirilah yang akan mengambilnya. Akan tetapi, Rara tetaplah Rara, ia kekeuh terhadap pendirianya. Tanpa Rena duga, Adiknya Rara tiba-tiba saja berlari melewati jalan raya itu dan mendekati bolanya.

Sebuah kelakson terdengar sangat kencang, dari para pengemudi yang kaget melihat seorang anak kecil yang tiba-tiba saja berlari, tapi Rara tidak perduli dengan bunyi kelakson itu, bahkan teriakan Rena, Kakaknya sendiri pun ia abaikan. Karna yang saat ini ia hanya memikirkan bola hijaunya. Tanpa memikirkan keselamatannya sendiri.

Tanpa Rara sadari, sebuah mobil melaju dengan oleng dan akan mendekat ke arahnya berdiri. Rara yang hendak mengambil bola itu pun terhenti, dan menatap mobil itu dengan tatapan kosong. Kemudian Rara seketika menutup matanya rapat-rapat dengan kedua tangan mungilnya.

Rena hendak berlari menuju ke arah Rara, namun tangannya di cekal oleh seseorang, Rena sedikit memberontak tetapi genggaman itu sangatlah kuat dan Rena sendiri tak bisa melawannya.

"Rara!" Teriak Rena sekeras mungkin.

"Jangan kesana Nak, nanti bukan gadis itu saja yang dalam bahaya, tapi nyawamu juga," ucap orang itu, sambil menatap Rena dengan tatapan yang sangat dalam.

Sedetik kemudian, mobil itu melaju kearah Rara dan menghantam tubuh mungil gadis itu. Tubuhnya yang sangat kecil membuat Rara terpental jauh kejalanan. Akibat tubrukan itu, membuat orang-orang yang berada disana ikut menjerit ngeri.

"RARA!" jerit Rena keras-keras dengan sisa tenaganya.

Tubuh Rara terbaring lemah di atas aspal jalanan, saat itu juga Rara merasaan disekujur tubuhnya sulit untuk bergerak. Rara juga merasa sulit untuk membukakan matanya. Kepalanya terasa sakit, sakit sekali. Seperti dipukul dengan batu yang sangat besar. Samar-samar Rara melihat darah yang ada diaspal, Rara yakin itu pasti darah yang mengalir dari kepalanya. Rara juga melihar Rena dan orang-orang yang berjalan mendekatinya. Dan sedetik kemudian, Rara tak bisa melihat apapun, semuanya gelap. Rara pingsan.

Rena segera beranjak lari menuju ke arah Rara sambil menangis sejadi-jadinya.

Sedangkan kedua orang tua mereka tengah kebingungan mencari putrinya yang hilang entah kemana. Raut wajah mereka pun penuh dengan kegelisahan.

"Mas, gimana ini. Kita udah muter-muter cari Rena sama Rara, tapi nggak ketemu-ketemu. Aku khawatir takut ada apa-apa sama mereka berdua, Mas," ucap Merrie dengan nada khawatirnya.

"Tenanglah, kita akan segera menemukan putri kita. Aku yakin, mereka tidak jauh dari sini. Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak," ucap Andri sambil memeluk Merrie dari samping.

"Ini semua salahku, Mas. Aku teledor jagain mereka," sela Merrie yang kini raut wajahnya berubah menjadi sedih.

"Ngga sayang. Sudah jangan menyalahkan diri sendiri, akulah yang akan bertanggung jawab dengan semua ini. Sudah jangan menangis, nanti cantikmu hilang. Kita akan temukan mereka secepat mungkin." Andri terus menguatkan Merrie, Merrie pun pasrah dan mengangguk pelan.

"I-iya, Mas."

***

Andri dan Merrie berjalan ke arah jalan raya sambil melihat kesana-kemari. Tepat disana, mereka berdua melihat kerumunan di tengah-tengah jalan raya. Keduanya merasa heran, sekaligus bingung. Apa yang terjadi disana? Apakah ada kecelakaan?

Dengan rasa penasaran, Andri dan Merrie pun mendekati kerumunan itu, sekekali mereka mendengar teriakan orang yang menyuruh untuk memanggil ambulan.

"Panggil ambulan! Cepat!"

"Cepat panggil! Darahnya semakin banyak dan tidak mau berhenti mengalir!"

"Kasihan sekali ya anak itu."

"Orang tuanya kemana?"

Ketika mendengar itu, seketika dada Merrie terasa sangat sakit. Seperti ada yang menusuknya disana. Merrie teringat kepada kedua putrinya yang masih belum ketemu. Akhirnya Merrie menepis pikiran negatifnya jauh-jauh dan segera melihat siapa korban kecelakan itu.

Next?

Don't forget to vote and comment!

Just For YouWhere stories live. Discover now