Chapter 27

588 95 411
                                    

“Ketika mulut dan hati berbeda pendapat, apa yang harus kita lakukan? Mendengarkan isi hati atau mempercayai apa yang mulut kita ucapkan?”

****

Rara membukakan matanya perlahan, samar-samar Rara melihat sosok lelaki yang sangat Rara kenali. Ketika ia sudah sadar sepenuhnya, Rara bangun dan terduduk di ranjang UKS, sosok lelaki itu pun ikut membantu Rara.

"Vino?" Panggil Rara sambil memegang kepalanya yang sedikit pusing. Lelaki yang merasa terpanggil namanya pun tersenyum.

"Ra, lo udah baikkan?" Tanya lelaki itu dengan nada paniknya.

"Kok gue ada di sini?" Tanya Rara balik. Rara berusaha mengingat kejadian yang baru saja ia alami.

"Lo tadi pingsan, Ra," jawab Vino lembut.

Rara pun semakin keras mengingat itu, setelah mengingat-ngingat, akhirnya ia mengingat semuanya dengan jelas.

"Agi mana?" Tanya Rara membuat hati Vino merasakan sesak kembali di dadanya. "Ngga tau," jawab Vino cuek.

"Gue harus obattin luka Agi, Vin." Rara berusaha bangkit dari ranjang UKS, tapi segera di tahan oleh Vino. Vino terdiam sejenak.

"Ngapain lo obatin orang lain, sedangkan orang yang ada di samping lo lebih terluka?"

Rara menoleh kepada Vino, ucapan lelaki itu membuat Rara tersadar akan sesuatu, ia mengurungkan niatnya untuk menghampiri Agi.

"Ambilin kotak P3K yang di sana," titah Rara pada Vino. "Lo mau ngobatin Agi?" Tanya Vino.

"Udah ambil aja."

Vino langsung berjalan mendekati lemari obat-obattan yang berada di dekat pintu.

Rara kembali duduk di pinggiran ranjang UKS sambil memperhatikan Vino yang tengah mengambil apa yang ia suruh tadi.

Setelah menemukan apa yang Rara minta, Vino kembali berjalan ke arah Rara sambil membawa kotak P3K.

"Nih." Vino memberikan kotak P3K itu pada Rara, Rara pun segera mengambilnya dari tangan Vino.

"Duduk." Titah Rara kembali, sambil menepuk-nepuk ranjang UKS. "Ngapain? Katanya mau ngobatin Agi? Gih sana, gue ngga papa kok," ucap Vino yang masih berdiri.

"Ngga jadi," jawab Rara dengan nada pelan. "Kenapa?" timpal Vino.

"Ngga papa," ujar Rara, "jadi mau di obatin ngga?" tambahnya.

"Mau." Vino langsung duduk di samping Rara dengan semangat '45.

Rara mulai membuka kotak P3K itu, dan mengambil obat yang ia butuhkan untuk mengobati luka lembab yang ada di wajah Vino.

Gadis itu mendekatkan wajahnya, ke wajah Vino.

Deg!

Jantung Vino berdebar dua kali lipat dari biasanya, ketika wajah Rara mendekati wajahnya.

Rara mendekatkan tangannya di depan wajah Vino. Seketika tangan Rara di cekal oleh Vino, "pelan-pelan," ujarnya dengan wajah yang ketakutan.

"Belum juga gue obatin, Vino." Rara terkekeh melihat ekspresi Vino. "Cowok kok cemen," cibir Rara.

"Siapa yang cemen? Nggak kok. Nih, nih, ngga cemen tuh." Vino memegang tangan Rara dan di arahkan ke wajahnya.

Rara terkekeh kembali. "Ya udah, lepasin. Di pegang terus gimana ngobatinnya coba," ujar Rara.

Vino tersadar, dan segera melepaskan tangan Rara. "Maaf," cicit Vino.

Rara mulai mengobati Vino dengan perlahan, sesekali Vino ikut meringis kesakitan di buatnya.

"Shhh----"

"Tahan." Rara kembali melanjutkan aktivitasnya. Vino hanya menganggukkan kepalanya.

"Vino?" Tanya Rara di sela-sela aktivitasnya.

"Apa?" Jawab Vino.

"Menurut lo gue harus gimana?"

"Harus gimana apanya?" Tanya Vino balik, yang masih belum mengerti apa yang Rara maksud tadi.

"Hubungan gue sama Agi," ujar Rara pelan, mata Rara mulai memanas, tapi sebisa mungkin ia harus menahannya air matanya supaya tidak keluar.

"Ikhlasin aja."

"Udah?"

"Terus apa lagi? Apa lagi yang bisa lo harapin dari dia? Lo udah terluka parah, Ra. Jangan buat diri lo terluka lebih parah lagi. Gue ngga mau lo kenapa-kenapa."

Mendengar pertuturan Vino, membuat Rara menatap Vino lekat-lekat.

"Kenapa lo peduli sama gue?" Tanya Rara secara tiba-tiba, membuat jantung Vino kembali berdebar.

"Karna gue sayang sama lo," jawab Vino.

Rara berhenti melanjutkan aktivitasnya. "Lo suka sama gue? Tapi lo kan saha----"

"Sebagai sahabat," potong Vino cepat.

Mendengar jawaban Vino, hati Rara melega. Huh, untung saja.

"Gue kira lo suka sama gue sebagai cewek yang lo cinta," ujar Rara sambil melanjutkan kembali mengobati Vino.

Emang. Jawab Vino dalam hati.

Vino terkekeh, "ya nggak lah! Mana mungkin gue suka sama sahabat sendiri! Ngaco lo."

Rara ikut terkekeh, "iya, ya."

"Udah belum? Kok lama banget?" Tanya Vino seraya mengalihkan topik pembicaraan. "Eh, bentar lagi."

Rara memasangkan Hansaplast di dahi Vino yang ada terdapat memar. "Nah udah selesai." Rara menjauhkan wajahnya dan membereskan kembali obat-obatan itu ke tempatnya semula.

"Thanks, ya!"

"Iya, sama-sama. Makasih juga udah nolongin gue." Rara tersenyum kepada Vino. Vino pun membalas senyuman Rara dengan tulus.

Tak sadar ada yang memerhatikan mereka berdua di luar ruang UKS, orang itu menggenggam erat susu kotak dan beberapa roti yang di bungkus plastik putih.

"Ngapain juga gue berniat ngasih ini ke dia? Yang ada lo buat dia tambah sakit! Lo emang cowok bodoh!" ucap orang itu, makanan yang berada di tangannya pun ia buang begitu saja di tempat sampah yang berada tak jauh darinya.

Orang itu menatap datar Rara dan Vino yang tengah bercanda bersama. Kemudian lelaki itu melangkahkan kakinya meninggalkan ruang UKS dengan pikiran yang tak karuan.

🌜

Maaf part ini dikit, aku takut kalian bosen bacanya kalo panjang-panjang, hehe:)

Makasih udah mampir, tunggu next chapter ya...

Just For YouWhere stories live. Discover now