"Harusnya sudah sampai, kan?" tanya Aluna pada dirinya sendiri selepas lima belas menit berlalu dengan sia-sia.

Untuk itu, Aluna beralih melihat layar monitor yang berisi info penerbangan. Keningnya  mengerut saat informasi menyatakan bahwa pesawat yang Fatih kendalikan asal SIN Singapore menuju CGK dengan maskapai Garuda Indonesia penerbangan GA 8952 telah landing tepat waktu pada pukul 08.55. Buru-buru Aluna menelusuri sekitar dengan kedua matanya. Ia yang biasanya tidak suka berada di keramaian memaksakan diri untuk tetap di sana untuk menemui Fatih sekalipun bandara internasional Soekarno-Hatta adalah bandara yang terkenal ramai oleh aktivitas kesibukan entah banyaknya penumpang ataupun padat oleh penerbangannya.

Lagi-lagi, lima belas menit berlalu dengan sia-sia. Terhitung setengah jam Aluna berada di bandara tanpa melakukan apa-apa, celingak-celinguk mencari keberadaan Fatih.

"Nona Aluna? Dimana Mas Fatih?"

Mungkin bila saat itu Mang Udin tidak datang menghampiri Aluna, ia akan berjongkok di tengah-tengah keramaian saking pusingnya ia karena tidak terbiasa dengan situasi di bandara. Aluna menjawab pertanyaan Mang Udin dengan gelengan kepala pelan yang mengartikan bahwa ia tidak menemukan keberadaan Fatih sama sekali.

"Mungkin Mas Fatih masih ada hal yang harus diurus. Lebih baik kita pulang dulu biar Bi Nah yang menghubungi Mas Fatih agar pulang lebih dulu sebelum penerbangan selanjutnya," saran Mang Udin. Ia menyadari bahwa wajah Aluna yang memucat menandakan ketidaknyamanannya berada di keramaian.

Aluna menatap jam tangannya sekali lagi. Kini jam sudah berlalu jauh melebihi jadwal landing yang dijadwalkan untuk pesawat Fatih. Mungkin saran Mang Udin ada benarnya. Lebih baik ia pulang lebih dulu karena mungkin saja Fatih masih ada urusan atau sudah lebih dulu sampai di rumah tanpa sempat bertemu Aluna ditengah-tengah keramaian bandara.

Aluna menurut. Ia mengikuti langkah Mang Udin yang kemudian mengendarai mobilnya meninggalkan keramaian bandara dengan helaan napasnya.

Selama perjalanan menuju rumahnya, Aluna hanya bersandar pada jendela mobil tanpa berbicara sepatah katapun. Meskipun biasanya juga Aluna jarang bicara, namun ekspresi wajahnya tidak mampu berbohong bahwa ia masih memikirkan soal keberadaan Fatih. Ingin rasanya Mang Udin untuk menenangkan Aluna dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja termasuk kondisi Fatih saat ini tetapi sayangnya ia sendiripun masih ragu dan bingung perihal keberadaan suami Aluna itu.

"Nomornya tidak aktif, Non. Maaf Bibi berbohong. Sebenarnya Bibi sudah menghubungi sejak kemarin bahwa Nona Aluna akan menjemputnya. Tetapi belum ada tanda-tanda bahwa Mas Fatih melihat pesan Bibi. Selepas keberangkatan Nona Aluna tadi pagi pun, Bibi sebenarnya menelpon Mas Fatih. Hanya saja nomornya tidak aktif."

Setibanya di rumah, Aluna justru mendapatkan kabar yang lebih mengkhawatirkan. Perutnya sampai terasa sakit terasa nyeri di uluh hatinya karena pikirannya yang lagi-lagi dipenuhi kekhawatiran dan pemikiran-pemikiran yang tidak seharusnya terlintas untuk saat ini. Ingin rasanya Aluna memarahi Bi Nah Karena tidak menuruti perintahnya untuk tidak menghubungi Fatih. Tetapi setelah dipikirkannya sekali lagi, usaha Bi Nah hanyalah sebuah pencegahan agar Aluna tidak pergi dengan sia-sia tanpa bertemu Fatih apalagi sampai menunggu dalam jangka waktu yang lama yang tentunya akan memberatkan untuk Aluna.

Sayangnya, sekalipun Bi Nah melakukan pencegahan dan mencoba memastikan semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja, tetapi tetap saja hasilnya tidak berujung baik dan justru menemui hasil buruk karena Fatih tidak juga memberikan kabar.

"Apa yang harus saya lakukan, Bi?" Pada akhirnya, hanya pertanyaan itu saja yang mampu Aluna katakan pada Bi Nah. Kalimat yang berupa keinginan untuk berjuang lebih lanjut namun telah terlanjur putus asa hingga bukannya kembali berpikir, Aluna seperti menyerahkan semuanya pada Bi Nah untuk menanggung beban pemikirannya.

Bi Nah melangkah menghampiri Aluna yang saat itu duduk bersandar di ruang tamu. Meskipun dalam hatinya ia ikut khawatir, ia tetap berusaha menenangkan Aluna, "untuk saat ini, ditunggu saja. Saya yakin, Mas Fatih akan baik-baik saja dan pasti akan pulang ke rumah. Nona Aluna lebih baik istirahat."

Tidak ada solusi. Aluna justru diminta untuk lebih bersabar dan menenangkan pikiran. Padahal dirinya saja tidak tahu bagaimana caranya untuk menghentikan kepalanya yang terus berbisik oleh suara-suara pemikirannya yang tidak kunjung berhenti mencemaskan sesuatu yang belum pasti.

Semoga Fatih benar-benar kembali. Karena jika ia hilang, maka Aluna lagi-lagi akan merasa kehilangan seseorang untuknya bersandar.

Lebih parahnya lagi, akan merasakan kembali sebuah penyesalan karena tidak mampu melakukan hal yang terbaik di akhir pertemuan.

"Jangan menghilang. Aku mohon kembalilah, Kafa."

***

Sangat sulit menuliskan cerita tentang profesi Fatih. Jadi, jangan sungkan-sungkan mengingatkan aku kalau ada salah-salah kata. Aku menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka^^

For Your Information.

Landing: Mendarat.

Arrival: Area kedatangan.

CGK: Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta disingkat SHIA atau Soetta atau Bandar Udara Cengkareng, merupakan sebuah bandar udara utama yang melayani penerbangan untuk Jakarta, Indonesia.

SIN Singapore: Bandar Udara Changi Singapura adalah bandara internasional yang melayani penerbangan untuk Singapura.

If you read this and like it, let me know you've been a part of this story by voting it.

© 2019
Revisi 2021

I'M ALONEWhere stories live. Discover now