Chapter 19: Sakit.

2.6K 337 28
                                    

Perempuan itu tersenyum melihat rambutnya perlahan berjatuhan ke lantai yang dingin, hari ini ia memutuskan mencukur habis rambutnya. Setelah selesai, ia menutup kepalanya dengan penutup yang terdapat di hoodie karena ia masih terlalu malu memperlihatkan kepalanya yang botak di muka umum.

Prilly kembali ke rumah masih dengan senyum yang merekah, menyapa Reta yang tengah duduk menonton televisi di ruang keluarga.

"Hai, ma!" sapa Prilly seraya mengecup pipi Reta. Prilly duduk di sebelah Reta, membuka penutup kepalanya sampai Reta terkejut bukan main.

"Ini beneran kamu?" tanya Reta.

"Iya dong, jelek ya?" jawab Prilly dan balik bertanya.

"Nggak kok, makin cantik malah. Cuma mama kaget aja, abisnya kamu nggak bilang-bilang."

Prilly tersenyum, meskipun senyumnya tidak mampu menutupi pucat di wajahnya. "Dulu aku emang pasrah, tapi sekarang aku mau sembuh, mau rawat Mecca sampai besar!" tegasnya.

Reta tersenyum bangga, kelopak matanya berair kemudian ia mencium pipi Prilly. "Mama selalu doain yang terbaik buat Prilly."

"Mama tau? Awalnya kanker Prilly udah masuk stadium empat, tapi setelah Prilly pulang dan ketemu Mecca, Prilly jadi punya acuan untuk sembuh. Sekarang sel kanker di tubuh Prilly makin lama makin berkurang, cuma stadium tiga." jelas Prilly bahagia.

Andai Prilly tahu, bagi Reta stadium itu masih tergolong parah. Tapi ia tak mau membuat Prilly down, ia akan terus mendukung Prilly sampai kanker di dalam tubuhnya musnah tak tersisa.

"Kamu hebat, mama yakin kamu bisa sembuh dan rawat Mecca sampai dia dewasa. Mecca juga pasti bangga punya ibu seperti kamu." ujar Reta.

Senyum Prilly pudar setelah mengingat ucapan Ali yang mengatakan kalau Mecca tidak mau bertemu dengannya lagi.

"Kayaknya mama mau botakin rambut juga deh, biar bisa kapan aja pakai rambut palsu hahaha." Reta mengalihkan pembicaraan.

"Jangan, ma apa sih. Bagusan gini aja udah, bondol jadi keliatan awet muda." seru Prilly.

"Ih, bisa aja!" Reta memukul pelan paha Prilly seraya terkekeh.

"Pril, semua orang bisa tertipu sama senyuman kamu ini. Orang lain mikir kamu sehat wal afiat, padahal di dalamnya kamu berjuang mati-matian melawan penyakit." lanjut Reta sambil menoel tepi bibi Prilly.

"Kadang nggak semua hal harus di tunjukkin, termasuk penyakit aku. Di luar sana masih banyak orang-orang yang sakit lebih parah dari aku, jadi aku harus banyak-banyak bersyukur dan yang terpenting tetep tersenyum."

"Iya, kamu bener."

***

Sudah seminggu, tak ada kabar lagi perihal Prilly. Ali ingin sekali bertanya dengan Al, tapi hubungannya sedang tidak baik karena kejadian waktu itu; Al menyembunyikan kebenaran soal Prilly dari Ali. Al sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit, namun ia tidak berminat memberitahu Ali soal Prilly sedikitpun. Karena Al juga kecewa kenapa Ali justru marah dan menjauhi bukannya menyupport Prilly.

Sore ini Ali akan mengajak Mecca mengunjungi Aisa di rumah sakit, hampir tiga hari ia tak menengoknya. Ketika Mecca di ajak, gadis itu sedikit canggung karena ia sudah tahu kalau Aisa bukanlah ibu kandungnya. Mecca sangat menyayangi Aisa, ia sampai tak percaya. Selama seminggu, setelah pulang sekolah dan abi masih di kantor, Al sering banyak cerita pada Mecca tentang Prilly. Hingga Mecca mengerti, kalau Prilly sebenarnya sayang kepadanya dan gadis itu jadi ingin bertemu dengan Prilly. Cuma, Ali melarangnya.

Suatu Hari NantiWhere stories live. Discover now