Chapter 6: Rasa ini.

2.5K 267 2
                                    

Berbeda dengan kemarin, pagi ini terlihat cerah karena matahari bersemangat untuk beraktivitas kembali. Begitu juga dengan Prilly. Perempuan itu sudah berkutat di dapur untuk membantu Reta memasak, meskipun semalam ia berterus terang mengatakan kepala Ali bahwa ia tidak ingin disibukkan oleh tanggung jawab seorang 'istri', tapi tetap ia akan melakukan kewajibannya. Prilly memang tidak suka diperintah, diatur-atur, tapi kalau memang diwaktu yang tepat untuk mengerjakannya pasti akan ia kerjakan. Ia hanya sedikit egois akibat kelelahan.

Ali tersenyum ketika melihat wajah Prilly yang serius saat memasak, biasanya ia melihat wajah sibuk perempuan itu ketika bekerja di depan laptop atau ketika sedang menjumpai beberapa rekan kerja.

Rambutnya yang diikat asal, menyisakan beberapa anak rambut dan poni yang tidak terbawa. Dalam hati Ali berkata, ia pikir Prilly cuma bisa berkutik di dunia kerja sehingga tidak bisa mengurus pekerjaan rumah tangga seperti masak salah satunya. Ternyata Prilly tak seburuk itu.

Saat Ali tiba di bawah dengan kemeja merah muda yang semakin membuatnya tampan, Reta menyambut Ali dengan sangat antusias. Hal tersebut mengundang Prilly untuk melirik ke arahnya.

"Eh udah rapi aja, nih. Kamu shif pagi, Li? Ayo sarapan dulu, kebetulan baru pada mateng." sapa Reta.

"Iya, ma."

Prilly membuka celemek dan meletakan kembali ke tempatnya, lalu segera duduk untuk sarapan pagi bersama-sama.

"Kamu shif siang?" tanya Ali pada Prilly.

Prilly hanya menjawabnya dengan anggukan.

"Ohh."

Reta yang melihat Prilly terlalu cuek langsung berdeham, supaya suasana tidak terasa canggung saja pagi-pagi begini.

"Ekhm."

Setelah Prilly selesai menuangkan nasi sekaligus lauk matang untuk Ali dan untuknya, ia kembali duduk di kursi. Tak sengaja ia melihat Reta yang tengah menatapnya dengan pandangan aneh, Prilly tahu ini kode.

Untuk itu, Prilly memulai pembicaraan. "Saya bisa pulang sampe larut nanti malem, kamu sama mama nggak usah nungguin saya ya? Pintu langsung kunci aja, saya bawa kunci cadangan."

"Mau saya jemput aja? Saya takut di jalan terjadi sesuatu sama kamu, jalanan Jakarta sekarang rawan." tawar Ali.

"Nggak perlu saya kan bawa mobil, jadi Insya Allah aman." ujarnya.

"Justru itu yang bikin Ali khawatir, Pril, takut ada begal kalau pulang terlalu malem." sambar Reta.

"Mama, kayak nggak terbiasa aja deh sama rutinitas Prilly. Kemarin-kemarin cuma cemas dikit nggak sampe segininya." ucap Prilly.

"Karena sekarang keadaannya udah beda, Pril." sahut Reta.

"Oh iya, lusa Prilly ke Bandung. Cuma satu malem aja kok." Prilly beralih membicarakan hal lain.

"Saya ikut ya?" sambar Ali.

"Kamu juga punya tugas banyak, jadi nggak usah repot-repot. Saya nggak lama kok di Bandung, cuma mau mengawas lima ratus calon pekerja yang akan ikut test sampai saya nyaring mana yang pantas diterima." jelas Prilly.

Reta cuma bisa menggelengkan kepalanya.

"Diperhatiin malah nolak. Ali kode tuh nggak mau kamu tinggal." oceh Reta sekaligus menggoda Ali.

"Gapapa, ma.." ucap Ali seraya tertawa kecil.

Pukul tujuh pas, Prilly mengantar Ali sampai depan rumah. Ia berusaha untuk merubah dirinya setelah ucapan Ali terus memenuhi otaknya semalam.

Suatu Hari NantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang