Chapter 1: Perjodohan, kah?

7.6K 400 14
                                    

"Ya Allah, dia fatamorgana yang terlintas dalam doa sepertiga malam saya kemarin."
- Ali Muhammad Shiddiqui -

🍃

Kringggg!

"Astagfirullah!"

Suara jam weker itu berhasil mengejutkan sang pemiliknya yang masih asyik bergulat di dalam selimut tebal. Sebenarnya bukan cuma karena dikejutkan oleh suara nyaring jam weker, namun juga karena barusan ia mengalami mimpi yang cukup aneh.

Prilly bermimpi didatangi oleh seseorang dan memberinya sebuah cermin, meskipun samar tapi entah mengapa berhasil membuat jantungnya berpacu tak normal.

"Ya ampun udah jam tujuh." katanya setelah melirik jarum jam.

Prilly bangkit dari ranjangnya, meraih remote AC di atas nakas lalu segera mematikannya. Setelah itu ia bergegas ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri.

Hanya dalam waktu tiga puluh menit, ia sudah keluar dengan tubuh yang terasa lebih segar. Hari ini ia pergi ke kantor lebih semangat karena nanti ia izin pulang lebih awal sebab kemarin mama bilang ada acara penting di rumah. Tapi tetap saja, yang membuatnya terburu-buru karena ia takut terlambat mengingat Jakarta tak tertinggal dari rutinitas kemacetannya.

Saking terburu-buru takut terlambat, Prilly asal mengambil pakaian. Apa saja yang dilihat oleh retinanya pertama kali ia ambil. Untuk merias wajahnya pun, ia tidak sempat berlama-lama, hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit Prilly selesai meski cuma sebatas menggunakan pelembab, foundation, blush on, eye shadow dan juga lipstik. Pensil alis dan maskara tak ia pedulikan, toh meskipun ia tidak menggunakannya, tidak akan membuat wajahnya jelek. Beruntung Prilly mempunyai alis dan bulu mata yang indah menawan meskipun tidak di permak sekalipun.

"Maa, kenapa nggak bangunin Prilly?" teriak Prilly saat sampai di anak tangga terakhir, namun nadanya masih terdengar sopan dan menggemaskan.

"Lah, mama kira kamu libur hari ini." sahut Reta.

"Ihhh, mamaaa, libur mandiri iya. Nanti kalau Prilly telat, gimana? Katanya nanti Prilly suruh pulang lebih awal..." rengeknya.

"Maaf deh. Yaudah sini sarapan dulu, biar perutnya nggak sakit." ajak Reta seraya tersenyum.

"Kayaknya di kantor aja deh, ma, takut nggak keburu soalnya. Kan mama tau jalanan Jakarta gimana. Berangkat jam enam aja nggak menjamin bakal tepat waktu, gimana yang hampir jam delapan?" celotehnya.

"Nanti sakit, gimana? Mama bawain bekel aja ya? Tunggu sebentar---" baru saja Reta akan beranjak ingin mempersiapkan bekal untuk putri semata wayangnya, tapi Prilly menolak.

"Nggak usah, ma, aku sarapan di kantor aja. Yaudah aku berangkat yaa, assalamu'alaikum!" Prilly segera mencium punggung tangan Reta setelah mengusapkan salam.

"Wa'alaikumsalam... Pril, sebentar deh." panggil Reta.

"Kenapa, ma?"

"Ka-kamu yakin sama pakaian kamu hari ini?" Reta menatap Prilly dari ujung rambut hingga ujung sepatu.

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.
Suatu Hari NantiOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz