SEMESTA 47

21.1K 2.2K 121
                                    

Yang Bintang tau. Selain memberikan kata penyemangat, alternatif lain untuk menghibur seseorang biasanya dengan mendaratkan sebuah pelukan.

Mencoba menjadi tempat ternyaman untuk mendengarkan atau menjadi pendengar yang baik seolah ikut merasakan.

Namun, apa yang Bintang lakukan sekarang tidak keduanya. Ia mendengarkan semua cerita Angkasa, tapi sama sekali tak bisa melontarkan kalimat apa-apa. Ia juga merasakan bagaimana sakitnya Angkasa, tapi lagi-lagi tak bisa memeluknya.

Mengapa? Bintang sendiripun tak mengerti. Jelas yang dapat ia rasakan sekarang, sakit.

Sakit ketika mengetahui semua kebenaran dari mulut Angkasa. Sakit karena yang dapat Bintang lakukan hanya menambah beban Angkasa saja.

Bahkan seiring kalimat yang keluar dari mulut cowok itusama persis seperti Pelangi tadi. Bintang belum juga bereaksi. Ia masih terdiam, pandangan menggarah ke depan dengan lalu-lalang pejalan kaki, serta pikiran yang terus membayangkan bagaimana Angkasa bisa melewati semua ini.

Sedangkan ia yang terlibat dalam masalah Bulan saja sudah hampir membuat kepalanya pecah. Lalu Angkasa? Dapat Bintang rasakan pasti cowok itu sangat menderita.

Bukan. Bukan sepenuhnya Bintang mendukung Angkasa. Sedikit banyak cowok itu juga salah. Tapi di sini, sebagai makhuk sosial yang diajarkan untuk saling mengerti, Bintang hanya perihatin.

Ternyata, menjadi orang terdekat Angkasa tidak menjamin untuk Bintang mengetahui rahasianya.

"Kalau aja aku lebih berani. Mungkin permasalah kita nggak akan serumit ini."

Kalimat Angkasa yang berhasil menyentil hati kecil Bintang. Senyum kecut hadir di kedua sudut bibir gadis itu.

"Dan mungkin, kisah kita juga bakal berbeda. Bukan saling suka, tapi hanya sekadar bertemu karena terlibat dalam masalah yang sama."

"Jika menjanjikan tidak membuat kamu sakit hati. Aku rela memutar waktu untuk itu."

"Jangan terlalu berharap pada waktu, kak Angkasa. Bahkan di menit pertama terjadi kesalahan, waktu tidak akan berbaik hati untuk kembali mengulang. Yang dilakukan seharusnya hanya memperbaiki kesalahan bukan menyesal yang tak ada akhiran."

Lantas Angkasa tersenyum mendengar penuturan Bintang. Tidak mengelak ataupun membantah, ia akui keinginan seperti itu memang ada. Di mana semua berjalan senormal mungkin.

Tidak ada kejadian Bulan. Tidak ada kesalahpahaman. Dan tidak ada yang terluka karena ulah Angkasa.

Dengan satu catatan. Jika apa yang disebutkan Angkasa tadi terjadi. Apa mungkin ia akan sedekat ini sama Bintang. Tentu tidak. Kisah mereka pasti berjalan berbeda sampai sekarang.

"Aku ngerasa kamu udah banyak berubah."

Gadis itu tersenyum. "Aku masih Bintang yang sama. Hanya pola pikir aku aja yang berubah. Apa yang aku alami belakangan ini banyak memberikan pelajaran. Salah satunya bagaimana cara menyikapi masalah." Kemudian Bintang menoleh, mendapati Angkasa tengah menatapnya. "Dan itu semua karena seseorang."

"Seseorang yang penuh dosa, sudah menorehkan luka," sahut Angkasa dengan raut bersalah.

"Setidaknya seseorang itu udah berkata akan menyembuhkannya," koreksi Bintang. Sementara Angkasa tidak menjawab lagi. Tentu Bintang tau apa yang selanjutnya dipikirkan cowok itu.

"Aku akan tunggu hari itu, kak Angkasa. Jadi, jangan buat aku kembali kecewa."

Bintang memang paling bisa mengembalikan semangatnya. Bersamaan pandangan yang mengarah ke atasmemperhatikan perubahan warna langit yang tidak secerah tadi, Angkasa mengeluarkan keresahannya. "Kadang aku mikir nggak pantas buat bersanding dengan orang sebaik kamu, Bintang."

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang