SEMESTA 55

14.5K 1.5K 71
                                    

Bintang tidak tau apa yang salah. Tepat ketika petikan gitar terhenti, Angkasa menghampirinya, lalu membawanya menepi dari tatapan-tatapan siswa yang seolah ingin tau akan hubungan mereka, Bintang masih saja terdiam.

Masih mengikuti Angkasa. Sesekali melihat tangannya yang bertautan, sesekali juga memeriksa dadanya yang sedari tadi belum juga reda.

Untuk kesekian kalinya, perasaan Bintang susah untuk dijabarkan. Bahkan pada saat Nebula berteriak histeris sambil berkata akan merebut dan menjadikan Angkasa pacarnya, yang Bintang lakukan hanyalah mengangguk tanpa berkomentar apapun.

Aneh memang. Lemah juga. Bintang seperti jatuh cinta kedua kali.

Huh! Membahas ini, apa mungkin Bintang yang bucin. Namun seperkian detik kemudian dengan cepat gadis itu menggeleng.

"Lagi mikirin apa?"

Kontan Bintang tersentak. Menatap Angkasa, lalu beralih pada ruangan di sekeliling. UKS? Bintang langsung menyerngit. Ada perlu apa Angkasa membawanya ke sini?

"Kak Angkasa sakit?" tanya Bintang ragu-ragu.

Terdengar helaan napas panjang dari Angkasa. "Hati aku yang sakit," jawab cowok itu.

Kerutan di dahi Bintang semakin berlipat. Sebelum kembali bersuara, Angkasa sudah memotongnya. "Jangan sering lakuin ini Bintang. Nanti kamu cepat tua," ujar Angkasa sembari mengelus dahi Bintang.

Bintang mencebik. Sedikit berdecak atas ucapan Angkasa. "Memangnya berpengaruh, ya?"

Angkasa mendudukan Bintang di tempat tidur UKS. Cowok itu berjalan ke arah lemari tempat obat-obatan untuk mencari sesuatu yang Bintang sendiri pun tak tau apa yang sedang dicarinya.

"Iya. Karena itu bisa berpengaruh pada kerusakan kulit. Mempengaruhi peregangan otot wajah sehingga membentuk garis wajah menjadi keriput," jelas Angkasa secara terperinci.

Jujur... Bintang baru mengetahui hal itu. Dampak yang cukup berpengaruh kalau menurut Bintang.

Nah, balik lagi ke Angkasa. Cowok itu masih saja celingak-celinguk di depan lemari. Bintang jadi penasaran. Akhirnya ia memutuskan turun dan menghampiri Angkasa.

"Cari apa?" Bintang ikutan menatap obat-obatan yang tersaji.

"Kamu duduk aja."

"Ish! Ditanya bukannya jawab."

Tak lama Angkasa menemukan apa yang ia cari. Segera kembali membawa Bintang duduk dengan Angkasa di hadapannya.

"Apa akan lebih parah dari ini, jika nanti aku ninggalin kamu?"

Bintang gagal paham. Lantas pada saat Angkasa membuka pengait gelangnya, terpampang jelas tanda merah yang melingkari pergelangan gadis itu.

"Sakit?"

Bintang menggeleng. Sungguh... ia tak merasakan apapun. Ia juga tak sadar kalau tangannya memerah, tampak seperti memar.

"Main sama siapa sampai buat lecet pergelangan tangan kamu sendiri?"

Yang Bintang lakukan hanya diam. Teringat apa yang sebelumnya terjadi, tentu bukan pilihan tepat untuk Bintang bercerita.

Ya, walaupun Bintang tau. Angkasa tidak akan melayangkan tangannya untuk membalas. Tapi Bintang hanya tak ingin memperpanjang masalah. Itu saja.

Lagian ini cuma luka kecil. Tidak masalah.

"Jangan menggampang luka kecil, Bintang. Kamu nggak akan tau efek ke depannya gimana."

Dejavu. Bintang merasa Angkasa sedang membaca pikirannya. Dengan cepat ia memajukan wajahnya, mendekati Angkasa.

"Kak Angkasa," panggil Bintang. Gadis itu tengah menatap lekat, yang dibalas Angkasa dengan wajah datar.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang