SEMESTA 14

27.1K 2.9K 229
                                    

Melihat bungkamnya Angkasa, Bumi semakin tersenyum remeh di sana. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, kembali cowok itu mengeluarkan suara.

"Diem kan lo. Makanya jangan libatin diri kalo dari awal aja lo nggak yakin tempat lo dimana," sarkas Bumi dengan nada tak suka.

"Gue emang bukan siapa-siapa Bintang. Tapi setidaknya gue bisa jamin dia nggak akan terkena masalah kalo sama gue," balas Angkasa percaya diri.

"Segitu yakinnya. Apa karena yang lain nganggap lo ada, makanya jadi besar kepala."

"Dari ucapan gue nggak ada yang salah. Gue cuma nggak mau Bintang terlibat dengan masalah konyol lo. Jangan berlebihan."

"Konyol? Berlebihan?" Bumi terkekeh pelan. "Gue atau lo yang berlebihan? Jelas, dari awal gue mau ngomong sama Bintang, tapi lo aja yang nahan. Sadar diri, man." Cibirnya sembari menupuk pundak Angkasa.

"Gue nggak akan kayak gini kalo itu bukan lo. Apalagi menyangkut Bintang, gue nggak akan tinggal diam."

Sesaat Bumi mengalihkan pandangan ke arah Bintang, terlihat muka melas gadis itu dengan gelengan-memohon agar perdebatan mereka berhenti. Tapi Bumi tetaplah Bumi. Sekeras apapun Bintang mencoba, Bumi tak akan pernah mendengarkannya.

"Wow... Sekarang lo berperan jadi pahlawan," Bumi terkesan takjub. "Jangan buat gue ketawa, Angkasa. Apa perlu gue ingetin kesalahan yang pernah lo buat? Perlu juga gue menterjemahkan arti 'nggak akan terlibat masalah' di kamus lo kayak gimana? Perlu?"

Sejujurnya... Bumi tidak ingin berkata terlalu jauh, tapi ucapan Angkasa benar-benar membuatnya geram. Jika saja laki-laki itu tau siapa yang lebih berbahaya di sini maka tak mungkin ada kalimat seperti tadi.

Brengsek! Jika bukan karena muka melas Bintang mungkin sudah dari tadi ia menerjang Angkasa.

"Setiap orang itu pasti mempunyai masalah, tapi jangan menghakimi kalo nggak suka." Angkasa melangkah, kemudian menyentak tangan Bumi hingga cengkraman tangan Bintang ikut terlepas. "Jangan jadiin kesalahan orang lain sebagai batu loncat lo untuk membukam lawan." Lanjutnya. Lantas berbalik menghadap Bintang.

"Lo nggak papa, kan? Ada yang sakit?" tanya Angkasa pelan yang dibalas gelengan oleh Bintang. Angkasa meneliti, pandangannya menyorot-tertuju pada pergelangan tangan Bintang yang sedikit memerah.

Dan inilah alasan dimana kesabaran Angkasa menguap dengan sendirinya. Sedangkan Bumi hanya tertawa hambar setelah mendengar perkataan terakhir Angkasa, terlepas dari apa yang ditanyakannya kepada Bintang.

"Nggak usah bersembunyi dibalik kata-kata bijak lo. Nggak akan mempan sama gue," sahut Bumi yang juga ikut melirik pergelangan tangan Bintang. Ada terbesit rasa bersalah di sana, tapi ia tetap melanjutkan ucapannya. "Dari awal gue udah bilang. Ini nggak ada hubungannya sama lo. Jangan buat gue bertindak gila di sini, Angkasa. Jangan memperkeruh suasana."

Angkasa ingin membalas, namun pergerakan Bintang yang cepat dengan memegang tangannya membuat Angkasa tersadar. Terlebih ketika melihat muka penuh harap dari Bintang menjadi alasan kuat bagi Angkasa untuk menghentikan argumen mereka saat ini.

"Gue ikut,"

"Bintang, lo-" ucapan Angkasa terputus ketika Bintang mengangguk pelan seraya menatapnya dengan sorot mata meyakinkan.

"Gue akan ikut kak Bumi. Tapi janji satu hal. Jangan libatin gue dalam masalah apapun, gimana?" tawar Bintang bernegosiasi. Bagaimanapun hal itulah yang memicu perdebatan Bumi dan Angkasa tadi. Dan Bintang juga tidak suka jika tokoh utama dalam perdebatan itu adalah dirinya.

"Tanpa ada janji, gue juga nggak bakalan bikin lo terkena masalah, Bintang. Ada sesuatu yang menarik di diri lo sampe buat gue penasaran."

Bintang menyanggupi. Helaan napas pelan akhirnya keluar, dan perdebatan kedua laki-laki itu selesai.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang