SEMESTA 24

23.9K 2.4K 296
                                    

"Kamu belum tidur?" tanya Vela ketika membuka pintu kamar Angkasa dan melihat anaknya masih bermain gitar di atas tempat tidur.

Angkasa mendongak. "Belum, Ma. Ada apa?"

Vela berjalan masuk, lantas duduk di samping Angkasa. Menatap lamat-lamat putranya sembari tersenyum hangat. "Kamu sayang sama Bintang?"

Seharusnya Vela tak perlu bertanya. Sebagai seorang ibu tentu saja ia tau. Apalagi dengan perlakuan Angkasa ke Bintang tadi sore. Tapi saat ini, Vela ingin mendengarkan secara langsung dari bibir putranya.

"Angkasa sayang Bintang, Ma. Sangat."

Mendengar jawaban barusan, hati Vela mendadak diremas. Namun sebisa mungkin ia mengontrol raut wajahnya agar tidak berubah.

"Gimana ceritanya kamu bisa kenal dengan Bintang?"

Angkasa menyimpan gitarnya ke samping, dengan penuh semangat ia mulai bercerita. Sementara Vela nampak menikmati bahkan ikut terbawa alur, hingga ucapan Angkasa membuatnya terkejut.

"Bintang sakit?"

"Iya, Ma. Ombrophobia. Bintang takut hujan, malah Angkasa sendiri yang menyaksikan gimana keadaan Bintang waktu itu."

"Udah berapa lama Bintang sakit?" suara Vela tiba-tiba tersekat.

"Kurang lebih udah satu tahun. Seandainya Angkasa lebih cepat ketemu sama Bintang, mungkin dia nggak akan terlalu sakit saat ini."

Tangan Vela bergetar. Pikirannya mulai melayang pada kejadian lalu. Tidak. Ia harap ini tidak ada kaitannya dengan penyakit gadis itu.

"Kamu tau sebab penyakitnya?" tanya Vela hati-hati.

Angkasa menggeleng. "Nggak, Ma. Angkasa nggak ada nanya. Biar Bintang sendiri aja yang cerita."

Perasaan lega sekaligus penasaran merambat di diri Vela. Semoga saja apa yang ada dipikirannya saat ini tidak benar. Entah dari mana, tapi rasa khawatirnya yang sudah tenggelam kini seperti hadir kembali.

Dan Angkasa. Ia tak ingin anaknya kembali terluka, bahkan semakin parah. Vela tak mau itu terjadi.

Memang, sejak pertama kali melihat Bintang, perasaan Vela langsung tidak enak. Kemiripan diantara keduanya, berkas di tangan Vela hasil mengambil dari ruang kerja suaminya, semua dibuat jelas.

Tidak salah. Mereka orang yang sama.

Namun satu hal yang Vela tak tau, penyakit gadis itu.

"Ma..."

Vela tersentak.

"Mama lagi mikirin apa?" Angkasa memperhatikan Mamanya. Heran saja wanita itu dari tadi terdiam, seperti ada sesuatu yang dipikirkan.

"Nggak." Vela menggeleng seraya tersenyum, membuyarkan kecurigaan Angkasa. "Kayaknya kamu bahagia banget dekat Bintang?"

Spontan senyum Angkasa mengembang. "Selain Mama, Angkasa dapat sumber kebahagian baru, yaitu Bintang. Angkasa nggak suka liat dia sakit, terlebih karena penyakitnya. Dada Angkasa jadi ikutan sesak."

Jangan begitu, Angkasa.

"Tapi untungnya sekarang, Bintang lagi jalani pengobatan. Sebisa mungkin Angkasa akan bantu sampai dia sembuh."

Dan setelah itu kamu yang akan terluka.

"Angkasa akan tetap di samping Bintang, Ma."

Apa Bintang juga berpikiran seperti itu jika dia tau kebenarannya?

Tentu semua hanya isi hati Vela. Ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana reaksi suaminya jika tau soal ini. Bisa dipastikan akan berimbas ke hubungan mereka berdua.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang