SEMESTA 18

25.8K 2.7K 301
                                    

Angkasa : Kayaknya semesta lagi bahagia deh.

Bintang : Terus?

Angkasa : Terlihat dari cuaca yang cerah. Sama kayak hati gue saat ini :)

Pesan itu terlihat biasa, tapi siapa sangka efeknya mampu memberikan rasa hangat hingga kedua sudut bibir Bintang jadi ikut terangkat.

Setelah beberapa hari mereka tidak bertukar pesan. Pagi ini Bintang dikejutkan oleh notif Angkasa. Sedikit tidak percaya. Tapi ketika mengingat kejadian tadi malam, Bintang merasa bahwa cowok itu memang telah kembali seperti semula.

Ya, walaupun tak dipungkiri ada terselip sedikit keraguan. Mengingat sifat Angkasa yang berubah-ubah membuat Bintang harus menerka dengan sendirinya.

Ck! Semoga saja firasatnya kali ini benar.

"Masih pagi udah senyum-senyum aja. Baca pesan dari siapa?" tanya Bunda sambil melirik ponsel Bintang.

"Iihhh Bunda. Apaan sih," segera Bintang menutup ponselnya dengan tangan. Jika Bundanya tau maka bersiaplah ia akan di goda habis-habisan.

"Bunda jadi curiga,"

"Bunda sekutu Nebula?"

"Nebula?"

"Iya, Nebula. Tuh anak kerjaannya curiga mulu sama Bintang. Bunda jangan gitu, nggak baik tau. Jatuhnya nanti suudzon lho."

Kontan saja wanita paruh baya itu tertawa. "Wah... Kayaknya virus Nebula udah nyebar nih ke Bunda."

"Bunda..." Teriak Bintang dengan muka cemberut. Dan hal itulah yang membuat tawa sang Bunda semakin nyaring.

Di sana, Bintang ikut bahagia. Perasaannya kembali menghangat seperti sedia kala. Sudah lama sekali ia tidak merasakan momen seperti ini. Apalagi melihat tawa lepas Bundanya. Tapi sayang semua tak berselang lama karena geteran dari ponsel Bintang mengalihkan semua.

Angkasa : Gue di luar.

Bintang menyerngit ketika mendapatkan kembali pesan Angkasa. Di luar, maksudnya? Bintang mencoba berpikir, setelah itu baru ia sadar. Astaga... Jangan bilang Angkasa di depan rumahnya.

Dengan cepat Bintang keluar rumah setelah berpamitan dengan Bunda. Dan benar saja, di depan gerbang sudah ada Angkasa. Bahkan cowok itu sedang melempar senyum ke arahnya saat ini.

"Udah lama? Kenapa nggak bilang mau ke sini?" pertanyaan itulah yang terlontar dari mulut Bintang ketika berhadapan dengan Angkasa.

"Mau ngajak sarapan bareng," jawab cowok itu beserta cengirannya. Bintang terhenyak, jadi itu alasan Angkasa pagi-pagi datang ke sini. Terniat sekali.

"Gue udah sarapan," seru Bintang tak nyaman. "Atau mau sarapan di dalam. Bunda masak nasi goreng tadi," tawarnya mengurangi rasa bersalah.

Angkasa menggeleng cepat. Ingin mengacak rambut gadis itu tapi dengan gesit ditutupnya dengan tangan.

"Uh! Gemes gue," tangan Angkasa beralih mencubit pipi Bintang. "Gue ke sini itu butuh alasan, Bintang. Dan anggap aja ngajak sarapan bareng itu alasan gue untuk ketemu lo."

"Kenapa harus ada alasan, kalo tanpa alasan aja kita bisa ketemu?"

"Karena gue baru sadar. Suatu hal yang didasari dengan alasan itu menumbuhkan keyakinan di diri sendiri. Gue ke sini juga penuh dengan pertimbangan, tapi semua kalah dengan satu alasan."

"Terus alasan kak Angkasa untuk ketemu gue itu apa?"

"Senyum lo. Itu udah cukup, bukan?"

Tolong kondisikan! Nihil. Tetap saja tidak berhasil karena sekarang senyum Bintang sudah mengembang. Andai ini dunia animasi, mungkin disekitar Bintang sudah banyak kelopak bunga yang berguguran.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang