SEMESTA 23

24.1K 2.6K 178
                                    

Bintang menyukai ketenangan. Berdiam tanpa melakukan apa-apa, sunyi menyesap ke mana-mana. Selain bertujuan untuk menenangkan diri, hal tersebut juga menumbuhkan percaya diri. Namun tidak dengan satu ini. Yang sedang ia lakukan malah untuk menyembuhkan ketakutan.

Terdengar hembusan napas gusar, terlihat buliran keringat terus menetes. Tangan yang berada di perut ikut serta, bergerak mengikuti ritme tarikan napas. Sudah lebih dari satu jam Bintang terus mengulang hal yang sama.

Saat ini Bintang sedang di ruangan Dokter Antlia. Lanjut pengobatan yang memasuki tahap kedua, yaitu relaksasi. Dari ceritanya yang mengalami kemajuan sekaligus hambatan membuat Dokter Antlia lebih menekannya ditahap ini.

Mengatur pernapasan guna untuk mengontrol emosi, serta berpikir positif tentang objek penyakitnya, itulah yang sedang Bintang lakukan.

Jika menarik napas kemudian menghembuskannya, jelas itu mudah. Tapi beda lagi ketika secara bersamaan Bintang harus membayangkan rinai itu.

Butuh waktu lama sampai Bintang benar-benar rileks dan fokus.

"Tahan napas kamu sampai hitungan ketujuh. Kemudian buang napas melalui mulut dalam hitungan kedelapan. Dorong udara keluar sebanyak kamu menghirupnya tadi."

Instruksi dari Dokter Antlia terus berlanjut sejak tadi.

"Fokuskan pikiran kamu. Apa yang sudah kamu dapat di tahap awal, bayangkan di sana."

Perlahan. Secara perlahan Bintang mengikuti. Semula yang nampak susah, lama-kelamaan mulai terbiasa. Mata yang tertutup itu mulai membayangkan berbagai hal mengenai hujan yang sudah ia pelajari.

Melihat napas Bintang yang sudah beraturan, Dokter Antlia tersenyum senang. Sepertinya, setengah dari tahap kedua ini berjalan lancar. Berarti tinggal setengah lagi untuk Bintang sampai ke tahap akhir.

"Oke. Kita sampai di sini dulu, Bintang."

Bersamaan ucapan Dokter Antlia, Bintang langsung menghembuskan napas lega. Tangannya bergerak memijit pelipis. Meski tidak seberat tahap awal tetap saja tenaga Bintang terkuras.

"Bagaimana perasaan kamu?" tanya Dokter Antlia sembari memberikan minuman.

Bintang mengambil minuman tersebut lalu mengucapkan terima kasih. Dengan perasaan yang belum tenang ia menjawab. "Nano-nano, Dok."

Di mejanya, Dokter Antlia hanya bisa terkekeh pelan. Setelah pertemuan pertama mereka yang terkesan canggung, sekarang Bintang malah mengajaknya bercanda.

"Banyak rasa?"

"Hm."

Dokter Antlia kembali tersenyum. Sedikit banyak ia tau maksud ucapan gadis kecil yang menjadi pasiennya ini. "Beruntung kamu bisa melewati setengah dari tahap ini, dan menurut saya itu sudah bagus. Ada peningkatan di diri kamu."

Mata Bintang berbinar. "Benarkah?"

"Iya, Bintang." Dokter Antlia mengangguk. "Lakukan setiap hari pernapasan seperti tadi. Setelah kamu benar-benar menguasai, kita akan coba setengah tahapnya lagi."

Awalnya, Bintang tidak yakin. Ia berusaha hanya mengandalkan tekat serta dukungan orang terdekat. Tapi ketika Dokter Antlia mengatakan dirinya mengalami peningkatan, perasaan Bintang jadi meluap tak karuan.

Inikah hasil dari usahanya. Iya, Bintang sadar. Ia hanya perlu berusaha lebih keras lagi untuk mencapai titik akhir.

"Terima kasih, Dokter Antlia," ucap Bintang bersungguh-sungguh.

"Iya. Sama-sama, Bintang. Jika bisa, ubah pemikiran kamu yang terus mengatakan hujan itu malapetaka. Sama seperti yang sudah kamu pelajari. Banyak hal positif terkait hujan di sana. Jadi saya harap kamu mendapatkan pembelajaran baru hari ini."

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang