[25] Ketakutan Elea

10.7K 633 5
                                    

Aku takut jika kita benar-benar berpisah sebelum aku bisa menumbuhkan perasaanku sebesar perasaanmu padaku.

Aku takut jika kita benar-benar berpisah sebelum aku bisa menumbuhkan perasaanku sebesar perasaanmu padaku

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Pekerjaan Genta di kantor barunya berjalan dengan lancar. Walau untuk satu minggu pertama ia sering lembur karena pekerjaan yang menumpuk. Sekarang ia bekerja sesuai jam kerja. Masuk pukul delapan dan pulang jam tiga sore.

Meski sekarang pun Genta pulang tepat waktu, tapi pekerjaannya kadang masih belum selesai sehingga dia harus meneruskan pekerjaannya di rumah. Genta masih belum terbiasa dengan pekerjaan di kantor ini yang memang dituntut cepat dan teliti.

"Gen, selesainya kapan?" tanya Elea yang duduk di samping Genta. Dia sudah bosan menunggu Genta selesai namun tak kunjung selesai. Elea sudah mengantuk.

"Kamu nggak bisa tidur sendiri, Le? Kerjaan aku belum selesai."

"Kalo bisa, aku nggak mungkin nungguin kamu," ujar perempuan itu ketus. Mendadak dia menjadi kesal pada Genta karena cowok itu lebih mementingkan pekerjaan ketimbang dirinya.

"Bentar lagi ya, Lea, ini masih ada satu halaman lagi yang harus aku ketik," ujar Genta tanpa menoleh. Jari-jari tangannya dengan lincah menari-nari di atas keyboard laptop kantornya.

"Genta...," rengek Elea.

"Elea, dokumen ini aku harus kasih ke atasan aku besok pagi," ujar Genta. "Sebentar lagi ya."

Elea mencebikkan bibirnya antara kesal dan sedih. Dia meninggalkan Genta yang masih mengetik. Elea kesal pada Genta. Perempuan itu sedikit membanting pintu kamar, berharap Genta peka jika Elea sedang kesal padanya.

Akhir-akhir ini Elea memang sedikit manja kepada Genta. Setiap tidur harus ada Genta di sampingnya. Makanya dia terus memaksa Genta untuk tidur karena dia sudah sangat ngantuk namun tetap ingin tidur bila ada Genta.

Sedangkan Genta yang ada di ruangan depan, cowok itu menghela napas lelah. Akibat pekerjaannya yang menumpuk dan dirinya masih belum bisa mengatur waktu, jadinya dia keteteran. Ditambah lagi dengan kebiasaan Elea akhir-akhir ini. Genta paham itu mungkin bawaan dari bayi dan Genta tidak menyalahkan Elea sama sekali.

Genta menghentikan pekerjaan sejenak untuk menghampiri Elea yang ia tau sedang merajuk. Genta juga tidak bisa membiarkan Elea seperti itu.

"Elea?" Genta masuk ke dalam kamar lalu mendapati Elea yang berbaring memunggunginya. Cowok itu berjalan mendekat. "Elea?"

"Ngapain di sini? Pergi sana! Lagian aku juga nggak penting buat kamu!" ujar Elea ketus.

"Elea jangan gini dong, kerjaan aku masih banyak," ujar Genta, dia berusaha untuk berbicara selembut mungkin.

"Aku ngerti makanya aku nyuruh kamu pergi buat ngelanjutin pekerjaan kamu." Tenggorokan Elea tercekat, rasanya dia ingin menangis.

Genta menghela napas, dia menyentuh bahu Elea. "Elea, jangan gini dong. Aku kan kerja buat kamu juga, buat kita."

Elea diam tidak merespon.

"Sini aku temenin sampe kamu tidur, nanti aku lanjutin lagi kerjaannya," ujar Genta, cowok itu ikut membaringkan diri di samping Elea. "Jangan buat pikiran aku banyak ya, soal kerjaan aja aku udah pusing."

"Jadi aku cuma beban buat kamu?" tanya Elea, kali ini suaranya bergetar.

"Bukan gitu maksud aku, Lea. Aku cuma kamu mau kamu ngerti aja sama keadaan aku sekarang," ujar Genta. Dia memeluk Elea dari belakang. "Aku kerja buat menghidupi kamu dan anak kita, Sayang. Aku nggak ada tujuan lain selain membahagiakan kalian."

Elea membalikan tubuhnya menghadap Genta. "Genta, pokoknya kamu harus buktiin kalo kamu emang buat aku bahagia. Aku nggak mau pisah sama kamu."

"Lea, ada apa sih? Kenapa kamu selalu bahas soal perpisahan? Aku udah berkali-kali bilang sama kamu, aku nggak bakalan ninggalin kamu. Kita nggak bakalan berpisah. Kamu nggak perlu takut akan hal itu."

"Papa," ucap Elea, mata perempuan itu berkaca-kaca. "Aku takut sama papa. Papa mau bikin kita berdua bercerai setelah aku melahirkan. Itu rencana papa dan papa kamu. Semua udah diatur sejak pernikahan kita."

Akhirnya Elea bisa melakukan ini. Memberitahu Genta tentang ketakutannya akhir-akhir ini.

"Apa? Kamu tau dari mana berita itu?" tanya Genta, cowok itu seolah tidak percaya.

"Papa selalu tanya sama aku dari dulu. Selalu tanya apa aku mau ngurus bayi ini atau tidak setelah dia lahir. Karena setelah bayi ini lahir, kita akan bercerai."

"Kamu tau dari awal tapi kamu nggak pernah kasih tau aku?"

Elea bangun diikuti Genta. Elea mengusap air matanya. "Dulu aku nggak peduli, aku nggak pernah mikirin soal omongan papa. Lalu saat perasaan aku berubah, aku mulai kepikiran soal itu dan papa masih selalu tanya soal itu. Aku baru-baru ini tau kalo papa aku dan papa kamu, mereka sudah melakukan perjanjian ini sebelum pernikahan kita. Aku selalu pengen cerita ke kamu, tapi aku nggak berani. Tapi disaat keberanian aku datang, kamu malah jauh karena kamu sibuk sama pekerjaan kamu."

Genta memejamkan matanya, mencoba mencerna setiap kata-kata yang terlontar dari mulut Elea. Genta tidak pernah menyangka ini sebelumnya. Dia hanya berpikir jika Henry menyerahkan Elea sepenuhnya dan tidak ingin lagi bertanggung jawab pada Elea karena sudah memalukan keluarganya dan Elea sudah menjadi tanggung jawabnya setelah menikah. Lalu papanya, Damar menyuruhnya untuk bertanggung jawab atas Elea, tapi mengapa Damar berencana memisahkannya dengan Elea jika pada awalnya memaksa Genta bertanggung jawab.

"Aku nggak tau lagi harus gimana. Aku udah berusaha untuk ngeyakinin papa kalo aku bahagia hidup sama kamu, kalo kamu bertanggung jawab selama ini dan aku cinta sama kamu. Tapi papa nggak mau percaya dan nggak mau denger, dia tetap pada pendiriannya dan aku bingung harus ngapain lagi," ujar Elea sambil terisak. Dia merasa frustasi karena ini.

"Elea," Genta menarik Elea kdalam pelukannya. Dia mengelus rambut Elea dengan gerakan lembut. "Jangan khawatir, aku pastikan itu nggak bakalan pernah terjadi. Kita akan terus sama-sama bahkan setelah anak kita lahir."

"Genta, aku bener-bener takut." Elea menggeleng sambil terus terisak dipelukan Genta. "Aku mau kita ngurus anak ini sama-sama."

Genta mengangguk. "Iya, Elea. Kamu nggak perlu khawatir. Kita pasti bisa menyakinkan mereka. Kita pasti bisa melewati ini sama-sama," ujarnya, Genta memeluk Elea dengan erat.

Elea menghentikan tangisnya. Dia percaya pada Genta. Dia percaya jika mereka tidak akan berpisah. Elea percaya jika mereka ditakdirkan bersama.

Setidaknya itulah yang bisa membuat Elea tenang dan mengantarkannya pada tidur malam ini. Terlelap di pelukan Genta yang selalu hangat. Elea merasa jika ketakutan itu menghilang, walau pun untuk sementara.

Semakin lama memeluk Elea, tanpa sadar Genta juga ikut tertidur. Cowok itu melupakan pekerjaannya yang belum selesai. Hingga pukul tiga pagi tidak sengaja terbangun, Genta teringat pekerjaannya yang belum selesai. Cowok itu akhirnya menyelesaikan pekerjaanya sambil terus melawan rasa ngantuknya.

 Cowok itu akhirnya menyelesaikan pekerjaanya sambil terus melawan rasa ngantuknya

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.



Nggak tau siii ya, kok wattpad ku sepi banget rasanya🤣

Update suka-suka ya, tapi aku usahakan nggak bakalan lama. Ini lagi bosen aja makanya update uhuuuuuu...

Our RelationshipOnde histórias criam vida. Descubra agora