[4] Tear

14.2K 723 3
                                    

Aku benci ketika kamu menangis. Dan aku semakin benci bahwa akulah penyebabmu menangis.

 Dan aku semakin benci bahwa akulah penyebabmu menangis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Genta senyum-senyum mengingat kejadian semalam. Meskipun tadi pagi sikap Elea kembali seperti semula; mengabaikannya, tapi setidaknya Elea pernah mengajaknya berbicara tadi malam.

Yah meskipun semalam Genta harus pulang larut sambil hujan-hujanan karena mie ayam yang diinginkan Elea sangat jauh dari rumah lalu berakhir dengan dirinya flu. Genta tidak apa-apa, karena melihat Elea yang lahap makan mie ayam itu semalam membuatnya sudah bahagia.

"Setres lo ya senyum-senyum sendiri," celetuk Latif yang duduk di sampingnya.

Genta tersadar dari lamunannya. Ia menoleh ke arah Latif. Di sekolah ini tidak ada yang tau masalahnya dengan Elea, bahkan Latif sekali pun yang merupakan teman dekatnya.

"Main PS yuk pulang sekolah di rumah gue. Nyobain stick baru," ajak Latif.

"Nggak bisa gue." Genta menolak. Ia berpikir alasan apa yang bagus untuk menolak ajakan Latif kali ini. "Ada urusan sama bokap gue."

"Urusan apaan?"

"Adalah pokoknya. Nggak bakal tau lo," katanya. Ya setidaknya sekarang Latif percaya dengan alasannya.

Waktu berlalu begitu cepat. Sekarang sudah waktunya pulang sekolah. Genta langsung menuju cafe agar tidak terlambat bekerja. Butuh waktu setengah jam agar Genta sampai di sana. Beruntung jalanan tidak macet dan tidak membuatnya terlambat.

Saat ia sampai di cafe, pelanggan yang membludak; yang kebanyakan di dominasi oleh perempuan itu seperti menunggu kehadiran Genta. Hampir semua meja terisi namun sebagian belum memesan makanan, hanya minuman saja.

Genta langsung ke belakang untuk mengganti baju.

"Ck, lo tau nggak, mereka udah nungguin kehadiran lo dari satu jam yang lalu," ujar Fita.

"Masa?" Genta terkekeh saat memasukkan tas ke dalam loker.

"Iyalah. Gue udah nyamperin mereka hampir tiga kali buat nanya mau pesen apa, tapi mereka cuma bilang; nanti dulu Mbak pesannya. Nunggu dulu mas yang ganteng itu, kemana ya?." Fita menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dapet bonus gede lo."

"Bagus dong." Kali ini Genta tertawa kecil. "Pemasukan cafe gede, pemasukan gue juga gede."

Fita memutar bola matanya malas. "Serah lu."

Genta tertawa lagi. Ia menepuk bahu Fita pelan lalu mulai bekerja dengan menghampiri meja pelanggan satu persatu untuk mencatat pesanan.

"Selamat sore, boleh saya catat pesanannya?" Genta tersenyum ramah kepada segerombolan anak SMA yang terlihat dari gayanya masih kelas sepuluh itu.

Seorang cewek berbando hijau berdehem dan merubah posisinya. "Pesen tiga pizza dengan ekstra keju. Aku minumnya pepsi dengan ekstra nomor Kakak ya."

Our RelationshipWhere stories live. Discover now