Bab 33

223 15 2
                                    

Revan menatap Indi tidak percaya, menciumnya? Ia dipeluk saja jarang mau, apalagi di cium. Dan sekarang tiba-tiba keluar dari mulutnya sendiri untuk menciumnya? Revan tentu tidak akan menolak dan menerimanya dengan senang hati.

"Hah?"

"Kiss me! Now!" kata Indi tegas.

"Hah?" Revan masih terngaga.

"Hah hah mulu dari tadi kayak dagang keong."

"Serius kamu minta dicium?" tanya Revan masih tidak percaya.

"Iya! Kenapa? Gak mau? Yaudah!" kata Indi. Dengan cepat Revan mencium Indi. Indi tentu kaget dengan tindakan Revan yang tak terduga. Revan melumat bibir Indi dengan lembut.

"Ahh...Stop Om." kata Indi disela sela ciuman mereka. Akhirnya Revan menyudahi ciuman mereka.

"Napsuan banget sih." umpat Indi kesal.

"Lah, yang minta dicium tadi siapa? Emang ya cowok selalu salah."

"Emang! Udah kodratnya seperti itu, jadi ga usah merasa gak adil." Indi melihat kearah Wendy dan Dafa. Mereka sudah tidak ada. Bagus deh, berarti rencana Indi dan Dafa berhasil.

"Yuk om pulang, pengen bobo." kata Indi merengek.

"Pengen bobo bareng?"

"Makan tuh bobo bareng."

------

Indi menghempaskan tubuhnya disofanya. Ia sangan kelelahan dan ingin segera ke kamarnya untuk tidur, namun karena penyakit manusia yang sudah mendarah daging, mager.

Ia sangat malas untuk naik tangga yang berjumlah 50 anak tangga itu. Ingin rasanya ia membangun lift dirumahnya agar ia tinggal berdiam diri tanpa melangkah.

Tas dan sepatunya sudah ia buang ke sembarang arah. Kakinya juga ia naikkan ke atas meja.

Plakkk

"Awww." Pekik Indi. Seseorang memukul jidatnya. Ia menatap orang tersebut.

"Abang setan! Sakit tau!" kata Indi kesal.

"Lo adik setang dong?"

"Bacot!"

"Enak ya kaki selonjoran gitu, gaya udah kayak bos besar. Turunin kaki lo!" perintah Wawan.

"Emang apa masalahnya buat lo kalau kaki gue selonjoran?" tantang Indi.

"Lo kira siapa yang ngelap tuh meja? Gue lah!"

"Ga peduli gue. Jugaan lo yang ngelap bukan gue."

"Pengen ditampol ni anak. Tas sama sepatu berserakan gitu, ambil gak! Anak gadis macam apa yang jorok kayak lu!" omel Wawan.

"Kok lu ngomel-ngomel mulu sih? Kayak emak-emak lagi pms."

"Kaga peduli, cepet beresin!"

"Mager bang."

"Ambil, atau gue buang ke tong sampah!" ancam Wawan. Ia menatap Indi dengan tajam. Kalau sudah begini Indi hanya bisa pasrah dan tidak bisa melawan. Wawan memang sangat tegas dan cinta kebersihan sekali.

Pernah rumah dibuat amburadul oleh Indi dan teman-temannya, Wawan marah besar dan menyuruh mereka semua membersihkan rumah tanpa terkecuali.

Kadang-kadang kalau jalanan kotor banyak sampah, Wawan yang lewat naik motor auto minggir buat nyapu jalanan. Eh kaga deng, bercanda aing mah.

"Iya bang, gue ambil." Indi memungut sepatu dan tasnya. Ia berjalan menuju arah tangga dan ke kamarnya.

"Bete banget gue hari ini. Badmood pokoknya!!!" umpat Indi sambil menaiki tangga.

"Dek." panggil Wawan. Indi menoleh dan menatap Wawan malas.

"Apa?"

"Nanti kita shopping yuk." ajaknya.

"Mager." kata Indi cepat.

"Abang traktir."

"OKE!!!" Jawab Indi dan berlari menuju Wawan.

"Sayang abang deh!" katanya sambil memeluk Wawan erat.

"Bacot. Giliran ditraktir aja sayang lu sama gue. Tadi sok sok an nolak, mager lah."

"Gue gakuku ganana kalau nolak gratisan."

"Heleh."

"Bang, gendong gue dong, mager nih ke kamar."

"Ogah, lu berat."

"What? Gue kurus gini kok dibilang berat." Indi menatap Wawan kesal

"Bukan berat badan lu, tapi dosa lu."

"Abang sialan!!!"

-tbc-
21/06/2019

I Hate [NEW EDITION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang