Seharusnya aku bisa menerima kenyataan bahwa hukum karma berlaku untuk semua orang.
-Arina Aurora MarinkaVersi Revisi
Pagi hari seharusnya diisi dengan penuh semangat dan kehangatan. Sarapan bersama keluarga, atau bercanda gurau dengan anggota keluarga. Lain halnya dengan keluarga Pradipta. Suasana pagi ini berbeda karena terjadi perdebatan yang diciptakan oleh Omanya Aksa.
"Ibu tidak mau tahu, pertunangan Aksa pokoknya harus di percepat!" tutur Oma Aksa penuh penekanan.
"Bu, apa nggak sebaiknya kita tunggu Aksa lulus saja?" saran Farhan.
Oma Aksa tidak menjawab pertanyaan Farhan. "Aksa, kamu mau kan?!" tanyanya sarkatis. Tidak peduli jika wajah cucunya itu terlihat murung.
Aksa menghela napasnya. "Oma, Aksa mau fokus ujian dulu, bener kata Papa, Aksa mau tunangan kalau udah lulus," jelas Aksa.
"Tapi Aksa ... kalau kamu belum tunangan juga, nanti kamu deketin anak tidak sopan itu!"
Aksa mengepalkan kedua tangannya, menahan emosi. "Oma, jangan bawa-bawa Arina gitu dong."
Oma Aksa berdecak. Sedangkan Farhan menatap Aksa tajam. Seolah mengisyaratkan bahwa anak itu tidak boleh sampai kelewatan. "Oh, jadi kamu belain Arina terus sekarang? Iya?! Kamu lebih milih Arina daripada kesehatan Oma?! Tega kamu Aksa!"
"Bu, percaya sama Aksa," tegas Fatin memberi pengertian. Lama-kelamaan, wanita beranak satu itu kesal dengan sikap Ibu mertuanya yang keras kepala.
"Ck, udah lah, Aksa mau berangkat. Capek debat terus." Aksa langsung beranjak dari duduknya serta menyambar kunci Motornya dengan sinis.
•••
Andre Kevin dan Dave hanya bisa menatap satu temannya itu yang sedari tadi terlihat murung. Tidak biasanya Aksa seperti itu. Kalau pun ada madalah pasti ia tidak akan tanggung-tanggung untuk meminta bantuan kepada mereka bertiga.
"Lo kenapa sih, Sa?" tegur Kevin tidak tahan dengan keheningan. Tidak ada jawaban dari sang empu.
"Woy!" tegur Dave lebih keras.
Aksa memandang teman-temannya secara bergantian. Kemudian cowok itu menumpangkan kakinya dengan Meja sebagai tumpuan. "Elang."
"Mana Burung Elang?!" tanya Andre panik. Lebih tepatnya pura-pura panik, berusaha untuk mencairkan suasana. Nyatanya, cara kuno itu tidak berhasil sama sekali.
"Krik, krik, krik."
Andre mengubah posisinya, yang semula duduk jadi berdiri tegak di Mejanya. Cowok itu mulai membuka mulut, bernyanyi lagu milik Maher Zain seolah-olah ia sedang mengadakan konser. "Insyaallah, insyallah, insyallah ada jalan..." Tangannya ia angkat kesana kemari seperti Ibu-ibu Qasidah.
BẠN ĐANG ĐỌC
Arina or Arisa? (Completed)
Teen FictionAksa itu ibarat daun talas. Nggak bisa disatukan dengan air. Dan airnya itu ibarat Arina. Aksa itu cowok tengil yang terang-terangan mencuri hati Arina, membuat jantung Arina dag-dig-dug, dan juga membuat semuanya berantakan dalam sekejap mata. Kehi...