01 - Indahnya Rasa

21K 724 34
                                    

Hasna tengah merapikan kitab-kitabnya di lemari belajarnya. Berada di pesantren selama tiga tahun, cukup membuatnya bisa menghias rak buku dilemari belajarnya dengan tambahan kitab-kitab dengan beragam warna. Ia baru saja menyelesaikan SMA-nya di salah satu pesantren di Jawa Timur.

Pesantren yang menjadi pilihan orang tuanya adalah pesantren yang mengutamakan pelajaran salaf. Para santri diwajibkan belajar kitab atau masuk dalam madrasah di pagi hari. Sekolah yang juga mengajarkan tentang tarikh, aqidah akhlak, fiqh, nahwu, shorrof, tajwid, hingga tauhid. Sore harinya, barulah para santri dibolehkan mengampu pelajaran umum yang bisa dipelajari di lembaga formal seperti sekolah lainnya. SLTP, SMA, ataupun kuliah.

Setelah lulus SMP di kampungnya, Hasna langsung dilarikan ke pondok pesantren oleh ayahnya yang khawatir akan pergaulan putrinya disekolah. Karena walaupun Hasna seorang wanita, teman-teman di sekelilingnya lebih dominan laki-laki. Bahkan, sang ayah juga mengetahui dari bunda bahwa, ada seorang laki-laki bernama Aditya yang sudah menaruh hati pada Hasna sejak mereka duduk di kelas VIII.

Liburan ramadan kali ini adalah liburan yang paling ditunggu oleh Hasna sejak tahun lalu. Karena tepat di hari lebaran tahun lalu, ia baru saja tahu dan mengenal seorang pemuda berwajah tampan, bernama Yusuf, yang tak lain adalah saudara sepupunya sendiri. Pemuda yang baru saja menyelesaikan S1 nya tahun ini di salah satu pondok pesantren juga.

Berapa kalipun ia coba mengingat tentang Yusuf yang pasti setiap hari raya akan bertandang dan berkumpul di rumah eyangnya, seperti dirinya. Tetap saja ingatan tentang pemuda itu seolah raib entah kemana.
Seolah-olah, tahun kemarin adalah tahun pertama perkenalannya dengan Yusuf.

Bunda masuk ke dalam kamarnya, lalu meletakkan beberapa baju Hasna yang baru saja selesai disetrika.

"Baju-baju yang mau kamu bawa ke rumah Eyang sudah disiapin?" tanya Bunda.

"Sudah, itu!" Hasna menunjuk sebuah koper yang memang sudah ia siapkan di samping pintu kamarnya.

"Tumben kamu semangat begini, biasanya juga paling males diajakin ke rumah Eyang?"

"Karena pintu hati Hasna udah kebuka, Bunda!" jawabnya sambil tersenyum.

"Idih, jangan tidur malam-malam! Besok kita berangkat pagi loh!"

"Siiaaapppp!" matanya tampak berbinar bahagia.

Ia melipat kertas berwarna kuning yang memang sudah ia siapkan sejak di pondok. Sebuah surat untuk kakak sepupunya, Yusuf.

*****

Selepas sholat shubuh, Hasna langsung berlari ke garasi. Membantu bunda mengemasi barang-barang bawaannya ke dalam bagasi mobilnya. Semalam, ia hanya bisa memejamkan matanya selama dua jam. Tak sabar menunggu pagi. Ia hanya berguling-guling dengan mata yang terpejam, lalu terbuka kembali.

Bani, Adiknya, juga mulai menarik kopernya dengan malas. Pemuda yang baru saja duduk di kelas X SMA itu juga melanjutkan pendidikannya di pesantren tempat Hasna mondok. Ia langsung memilih duduk di samping kemudi, lalu sibuk dengan ponselnya.

Ayah Hasna terlihat bersemangat. Ia masih menggunakan sarung dan baju koko saat membantu istrinya membawakan beberapa oleh-oleh yang juga disiapkan untuk keluarganya.

"Sudah lengkap barang bawaannya, Bunda?" tanyanya memastikan sebelum duduk di belakang kemudi.

"Insyaallah sudah."

"Oke, kita berangkat kalau begitu. Bismillah!"

Ayah Hasna mulai menghidupkan mobil. Sepasang suami istri berumur lima puluan tengah menunggu di sisi gerbang rumahnya. Namanya, Pak Karwo dan Bu Karwo. Suami istri yang sudah ikut membantu pekerjaan rumah tangga di rumah Hasna sejak lima tahun lalu. Mereka selalu siap menjaga rumah keluarga Hasna saat liburan lebaran seperti ini. Mereka memilih pulang kampung di saat lebaran Idul Adha saja.

Sepanjang perjalanan, mereka lalui dengan kesibukan masing-masing. Ayah yang menyetir sambil berkumandang mengikuti irama dari murottal yang selalu diputarnya. Bani yang masih terus fokus dengan game onlinenya. Dan bunda yang sibuk memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam angpau berwarna warni di pangkuannya. Sementara Hasna sendiri, mencoba menenangkan debar jantungnya yang semakin menjadi-jadi saat berfikir bahwa rumah eyangnya sudah semakin dekat.

Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel pintarnya. Matanya terbelalak melihat sebuah grup baru di urutan paling atas chatnya. Grup keluarganya yang baru saja memasukkan nomornya menjadi salah satu anggota grup.

Sebuah kiriman foto juga mulai ikut masuk dalam grup, dengan caption PARA LAKI-LAKI SIAP MENIKAH DI KELUARGA DARMAWAN. Tatapan Hasna tertuju pada seorang laki-laki berkopyah hitam yang duduk di tengah-tengah barisan laki-laki lainnya. Laki-laki yang tengah tersenyum menatap kamera dengan sempurna. Sesempurna detak jantungnya yang juga tengah menghitung mundur pertemuan dengannya.

Kak Yusuf.

*****

Rahasia [Terbit]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora