Part 20 : Ancaman

8.3K 847 45
                                    

Raffa benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi. Semalam, cowok itu tidak bisa tidur karena masih shock dengan ancaman Pak Yudi, ia juga terkejut dengan keterlibatan Apin dengan komplotan pengedar narkoba. Awalnya, ia berpikir bahwa Apin adalah ketua OSIS tegas yang menentang gerakan Irul mengedarkan narkoba, tapi ternyata Apin adalah bagian dari mereka.

Raffa menghentikkan langkahnya saat dari kejauhan ia melihat Aliqa sedang memunguti buku-bukunya yang terjatuh di pinggir koridor.

Ia tersentak, saat ada orang yang menepuk bahunya dari belakang. "Gavin?" ucapnya saat menoleh ke belakang.

Gavin tersenyum.

"Berangkat sekolah, lo?" tanyanya kikuk. "Bukannya sedang mengikuti turnamen sepakbola?"

Gavin tersenyum miring. "Gue didepak dari tim."

"Kok, bisa?" tanya Raffa terkejut.

"Ceritanya panjang. Nanti gue ceritain setelah gue melakukan apa yang pengen lo lakukan."

"Apa?" Raffa mengernyitkan dahinya.

Gavin menunjuk Aliqa dengan dagunya. "Lo pengen bantuin Aliqa, kan?"

Raffa terdiam.

"Karena lo trauma ketemu dia. Lo nggak berani bantu dia. Gitu, kan, ceritanya?" Gavin melangkah santai menghampiri Aliqa yang kerepotan memunguti buku-buku paket yang terjatuh.

Raffa masuk ke kelas XII IPA-3, untuk bersembunyi. menyembulkan kepalanya dibalik pintu. Mengintip Gavin yang membantu Aliqa.

"Lo masih sayang sama cewek gue?"

Raffa terkejut karena ada salah satu penghuni kelas yang menghampirinya.

Irul terkekeh saat melihat ekspresi Raffa yang terlihat kikuk. Raffa benar-benar tak habis pikir, kalau dirinya masuk ke kelasnya Irul.

Irul ikut menyembulkan kepalanya di pintu, mengintip Aliqa yang sedang kerepotan. "Nyesel kan lo udah nyia-nyiain dia kemarin?"

"Lo sekarang mau dia balik ke lo?" tanyanya kemudian menatap tajam ke arah Raffa. Tatapan kedua cowok itu saling beradu. "Dengan keadaan sekarat atau keadaan mati?"

Raffa menggeram, cowok itu langsung mencengkram kerah seragam Irul. "Bajingan!"

Irul tersenyum licik. "Dengar-dengar lo udah tau siapa gue sebenarnya?" Cowok itu menghempaskan tangan Raffa yang mencengkramnya.

"Ingat! Jangan macem-macem sama kami," lirih Irul dengan intonasi nada yang cukup santai. "Kami bisa saja membunuh siapapun yang mengangganggu bisnis  kami," lanjutnya penuh penekanan dalam setiap nada yang ia ucapkan. "Termasuk Aliqa."

Raffa termenung sejenak, kemudian meneguk ludahnya dengan susah payah. "Bunuh gue! Tapi, jangan apa-apain Aliqa. Apalagi menyuruh Aliqa untuk mencicipi barang yang lo edarkan, please!"

"Gue nggak akan apa-apain lo, kalau lo tutup mulut lo rapat-rapat. Dan...," Irul menyeringai. "Gue nggak akan nglepasin Aliqa karena gue sayang sama dia."

Raffa terperangah, kemudian melotot. "Lo itu cowok bejat, lo nggak pantas buat dia?!" geram Raffa dengan gigi bergemulutuk.

"Dia yang memantaskan diri buat gue. Dia udah tau siapa gue, dan dia bilang akan selalu sayang sama gue." Irul tersenyum penuh kemenangan.

Raffa terdiam. Hatinya seperti teriris-iris pisau sampai hancur berkeping-keping mendengar pernyataan dari Irul. Lidahnya terasa kelu, tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Gue nggak maksa dia buat jadi pacar gue. Tapi, jika lo bilang macem-macem sama orang lain tentang gue. Gue nggak akan segan-segan bunuh Aliqa."

Raffa mematung di tempatnya. Ia berada pada pilihan yang sulit. Merelakan Aliqa untuk cowok bengis seperti Irul, atau membiarkan Aliqa terbunuh karena ia telah membongkar kedok yang diperankan oleh Irul. Tapi di sisi lain, ia ingin menceploskan lelaki bajingan ini ke penjara.

RAFFALIQA Where stories live. Discover now