Part 17 : Memata-matai dan dimata-matai

8.1K 818 68
                                    

"Aku tidak pernah merasakan dia benar-benar pergi," gumam Raffa dalam hati mengamati Aliqa yang sedang berteduh di depan gerbang sekolah. Setelah bel pulang berbunyi beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba hujan turun begitu deras, sehingga menghambat para murid yang mengendarai motor untuk bergegas pulang ke rumah.

Sebagian dari mereka ada yang bergerumul di depan gerbang, di koridor, ada juga yang nekad pulang hujan-hujanan. Raffa langsung mengalihkan pandangannya dengan wajah gugup saat Aliqa di ujung sana membalas tatapannya. Gawat, jangan-jangan dia sadar gue perhatiin? Gumam Raffa memegangi jantungnya yang berdetak kencang.

Raffa sedikit memundurkan posisi agar Aliqa tidak bisa lagi melihatnya, karena terhalang oleh murid-murid lain yang sedang berteduh.

Raffa memilih menyibukkan pikirannya dengan hal-hal lain. Memikirkan soal masalah siapa pengedar narkoba di sekolahnya, misal. Raffa ingin pihak sekolah melakukan penyidikan terhadap beberapa anak yang terjerat khasus narkoba di sekolah. Sembari berharap Irul, pacar Aliqa ditangkap karena terbukti menjadi pengedar narkoba di sekolahnya. Raffa langsung menepuk jidat, mikirin apa, sih? Kenapa gue malah berperasangka buruk sama Irul? batin Raffa bertarung dengan pikirannya sendiri.

Mungkin, Raffa hanya terlalu berharap untuk bisa kembali kepada Aliqa. Lagipula kenapa dirinya harus berharap? Bukankah kedatangan gadis itu adalah sebuah kesialan. Cerita mereka bahkan sudah berakhir sebelum Aliqa pindah ke sekolah ini.

"Kak!"

Raffa langsung terbangun dari lamunan, setelah melihat seorang gadis berlari ke arahnya dengan tubuh basah kuyup, tangannya menenteng kantong plastik berwarna hitam.

"Ini, buat Kakak," ucap gadis yang diketahui Raffa adalah anak dari Bude kantin di sekolahnya.

"Ha, kok?" Raffa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, saat gadis memakai celemek itu mengeluarkan sebungkus teh hangat yang berada di dalam kantong plastik lengkap dengan gelasnya.

Raffa berjongkok saat gadis itu menuangkan teh hangat yang dibungkus plastik itu ke dalam gelas. "Siapa yang nyuruh?" tanya Raffa.

"Biar badan Kakak hangat." Gadis itu menyeka rambutnya yang basah kemudian berlalu dari hadapan Raffa menembus lebatnya hujan.

Raffa menatap nanar segelas teh hangat yang terdapat kertas kecil yang tertempel pada gelas plastik wadah teh hangat tersebut.

Semoga hari-harimu menyenangkan.

Itulah kata yang tertulis pada kertas yang tertempel di gelas plastik tersebut. Tulisan tangan yang mirip sekali dengan tulisan yang berada di atas kotak bekal makanan misterius yang pernah berada di kolong meja Raffa. Raffa yakin ini bukan pemberian dari fans-fans fanatiknya. Tapi siapa?

Bekal makanan misterius? Kaos olahraga misterius? Dan, sekarang... orang yang memesankan teh hangat kepadanya secara misterius. Dia siapa? Sampai-sampai membuat anak Bude kantin rela hujan-hujanan hanya untuk mengantarkannya minuman hangat. Dia berani bayar berapa anak Bude kantin itu?

***

Raffa merasa jenuh berada di rumah. Ia ingin jalan-jalan ke mall, mencari sepatu Vans keluaran terbaru karena sepatunya yang lama sudah terlihat membosankan untuk dilihat. Baru saja keluar dari kamar langkahnya sudah dihentikan oleh mamanya.

"Raffa, Papa bener-bener pengen ngomong sama kamu," ucap Lia, mamanya.

"Nggak sudi!" Raffa menabrak punggung Lia begitu saja tanpa peduli ocehan dari mamanya itu.

Cowok itu mengambil motornya di garasi motor, kemudian melenggang pergi meninggalkan rumah dan melajukan motornya kencang memasuki jalan protokol.

RAFFALIQA Where stories live. Discover now