Elea tertawa pelan. Lalu perhatian mereka teralihkan pada suara ketukan di pintu rumah mereka.

"Aku aja yang buka. Kamu makan aja duluan." ujar Genta. Dia beranjak untuk membukakan pintu. Sedangkan Elea mulai mengaduk baksonya, bersiap untuk makan.

Genta membuka pintu, namun ia terbelakak dan tubuhnya menegang saat melihat siapa yang mengetuk pintu rumahnya.

Bagaimana mungkin?

"Siapa, Gen?" tanya Elea saat menyadari Genta masih diam di ambang pintu. Penasaran, Elea pun menghampiri Genta. "Siapa yang da---"

Tubuh Elea menegang. Ia mundur beberapa langkah hingga ia tepat di belakang Genta.

"Apa yang terjadi sama lo, El?"

Genta bergerak, seolah ia melindungi Elea.

"Kenapa lo bohong sama kita?" tanya Mei.

Mereka, Sara dan Mei.

"Gue yang nyembunyiin Elea dari kalian. Gue yang merahasiakannya. Jadi kalian jangan marah sama Elea. Gue yang salah," ujar Genta.

"Gen...," bisik Elea pelan. Elea tidak percaya, Genta membelanya.

Sara dan Mei masuk. Mereka ingin mendengar langsung dari mulut Elea, bukan Genta.

"El, bukannya kita sahabat?" tanya Sara sambil menangis.

Elea hanya mendunduk. Air matanya juga ikut luruh. Elea tidak percaya akan bertemu mereka secepat ini. Elea bahkan belum siap bertemu mereka dengan penampilan seperti ini.

"Kita sahabat, El. Dari dulu kita selalu berbagi masalah satu sama lain. Tapi kenapa lo justru nutupin ini semua dari kita?" ujar Sara.

"Ju-justru itu. Karena kita sahabat, gue nggak mau persahabatan kita rusak karena kalian tau masalah ini terus kalian jauhin gue," ujar Elea pelan.

"Jahat banget sih," ucap Mei.

Mereka lalu memeluk Elea, membuat perempuan itu kaget.

"Pikiran lo cetek banget, nyet," ucap Sara. "Gue kangen banget sama lo."

Elea kini terisak kencang di dalam pelukan kedua sahabatnya. Elea tidak pernah membayangkan jika respon mereka seperti ini. Selama ini Elea terlalu takut menghadapi mereka.

"Gue mau jadi aunty tapi lo nggak bilang-bilang," ujar Mei.

"Kalian..." Elea semakin memeluk mereka berdua. Betapa Elea menyesali tindakannya jika akhirnya akan seperti ini.

Mereka melepaskan pelukannya.

Sara langsung memukul bahu Genta. "Temen macem apa lo tega-teganya sama kami."

Genta meringis. Ia tidak merespon ucapan Sara. Genta menatap Elea, seolah bertanya apa kamu baik-baik saja.

Elea hanya mengulas senyum tipis.

***

"Jadi karena di brengsek ini?!"

Elea meringis. Ia sudah menceritakan semuanya kepada Sara dan Mei.

"Lo tuh ya! Gimana bisa lo ngelakuin itu ke Elea?!" Sara memukul kepala Genta dengan sendok. "Jahat banget sih lo!"

"Jadi, selama ini lo nggak bener-bener ke Jogja? Lo tinggal di sini?" tanya Mei.

Elea mengangguk. "Iya. Itu cuma alesan aja buat gue keluar dari sekolah."

"Terus sekolah lo gimana?"

"Home schooling."

"Syukur deh. Seenggaknya lo nggak putus sekolah," ujar Sara. "Pokoknya kedepannya lo harus terbuka lagi sama kita. Jangan ada rahasia-rahasiaan lagi kayak gini."

"Maaf. Gue terlalu takut sama reaksi kalian. Gue takut kalo kalian jadi benci sama gue dan nggak mau temenan lagi," ujar Elea.

"Gue juga minta maaf," ucap Genta.

"Tentu aja lo harus minta maaf!" ucap Mei ketus. "Ini semua kan gegara lo."

"Iya sorry." Genta meringis. "Lea, aku mau berangkat kerja dulu ya."

"Udah nggak papa?"

Genta mengangguk. "Nggak papa, kok."

"Lo kerja?" tanya Sara.

Genta mengangguk lagi.

"Dimana?"

"Di cafe." Genta berdiri. "Gue titip Elea ya sama kalian."

"Apaan sih Gen, aku udah biasa sendiri kok," ucap Elea.

Genta hanya tersenyum. Dia mengelus puncak kepala Elea lalu pergi.

"Tunggu, lo nggak marah apa sama dia karena udah ngelakuin ini sama lo?" tanya Sara. Ia sedikit heran melihat sikap Elea yang justru terlihat fine dan malah terlihat dekat dengan Genta.

"Awalnya gue marah, gue benci sama dia. Tapi semakin kesini gue sadar, kalo benci nggak akan bikin semuanya kembali semula," ujar Elea.

Sara pindah duduk jadi di samping Elea. "Pasti ini berat buat lo."

Elea tersenyum. "Kalian jang benci sama Genta. Dia udah berkorban banyak buat gue."

"El," Mei yang ada di samping lainnya mengelus lengan Elea. "Kita berdua sayang sama lo. Lo sahabat kita. Apapun pilihan lo, kita akan dukung lo."

"Makasih ya kalian. Awalnya gue pikir kalian akan benci sama gue jika kalian tau kondisi gue," ujar Elea.

"Justru kita akan benci sama lo kalo sampe lo ngerahasiain ini sampe akhir," ujar Sara.

Mei mengangguk membenarkan. "Bumil ini rese banget sih."

Elea tertawa.

Elea tertawa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Our RelationshipWhere stories live. Discover now