Bukan hanya untuk kontrakan saja. Kehamilan Elea juga sudah semakin membesar, membuat Genta harus terus mengontrolnya ke dokter kandungan. Tentu saja bukan uang yang kecil. Lagi pula, ia harus sudah mulai menyicil membeli perlengkapan bayi dari sekarang.

Beberapa hari lalu, Genta mengetahui kenapa Lestari bisa ke rumahnya. Itu karena gadis itu bertanya kepada pihak restoran dan menggunakan alasan yang tidak masuk akal untuk mendapat alamatnya.

Genta kesal tentu saja. Mungkin setelah mendapat gaji bulanannya nanti, Genta akan mengajukan pengunduran dirinya agar ia tidak perlu lagi bertemu dengan Lestari.

Sejujurnya, Genta tidak nyaman karena Lestari terus mendekatinya secara terang-terangan. Membuat Elea selalu salah paham dan selalu menyangka jika Genta benar-benar selingkuh darinya.

Dan itu membuat Genta rasanya mau gila saja.

"Fit, kalo mau berhenti kerja gimana ya?" tanya Genta kepada Fita sewaktu mereka sedang siap-siap hendak pulang.

"Kasih surat pengunduran diri aja. Kalo yang belum sistem kontrak, bakalan gampang keluarnya," jelas Fita sambil melipat baju kerjanya. "Kenapa nanya? Lo mau keluar?"

Genta tersenyum tipis. "Nggak tau."

"Jangan keluar deh. Sayang banget. Nanti pelanggan merasa kehilangan, apalagi cewek yang sering nanyain lo itu," ujar Fita lalu terkekeh mengingat betapa gigihnya Lestari dalam mendekati Genta.

"Justru karena itu. Gue nggak tahan diganggu dia mulu." Genta tertawa. Lalu tiba-tiba ia memejamkan matanya saat kepalanya tiba-tiba pusing.

Menyadari itu, Fita merasa agak khawatir. "Lo nggak papa? Muka lo pucet, Gen."

Cowok itu menggeleng. "Nggak papa. Yaudah, gue balik duluan ya."

"Besok izin aja kalo lo sakit."

Genta hanya tersenyum meresponnya. Lalu ia pergi setelah berpamitan lagi. Sejak tadi siang, Genta memang merasa kepalanya pusing dan mual. Mungkin ia masuk angin karena setiap hari selalu pulang malam.

Butuh satu jam untuk Genta sampai di rumahnya. Beberapa kali ia berhenti di jalan saat kepalanya pusing. Genta langsung memasukkan motornya ke dalam rumah karena ia ingin langsung istirahat.

Elea tidak menyambutnya, mungkin karena dia sudah tidur. Lagi pula sekarang sudah hampir setengah sebelas, jadi kemungkinan memang Elea sudah tidur.

Biarlah. Genta hanya ingin istirahat sekarang.

***

"Genta?" Elea mengetuk pintu kamar Genta pelan. "Gen, sarapan ayo."

Tidak ada sahutan dari dalam. Biasanya jika Elea memanggil, Genta akan langsung bangun. Pendengaran Genta sangat tajam bila Elea yang memanggilnya. Tapi pagi ini, sudah beberapa kali Elea memanggil tapi Genta belum juga bangun.

Elea memutuskan untuk masuk karena pintu tidak dikunci. Kondisi kamar Genta gelap dan ia melihat pemilik kamar sedang tidur meringkuk dibawah selimut tipis itu.

Elea mendekat. "Genta bangun, Gen," katanya. Namun Genta masih tidak terjaga.

Elea melihat wajah Genta puncat, ia pun menyentuh sisi wajah Genta dan merasakan jika suhu tubuh Genta panas.

"Genta, lo sakit?" Elea menjadi khawatir. "Genta bangun," katanya sambil mengguncang pelan lengan Genta dan itu berhasil. Sekarang Genta mengerang, merasa terganggu.

"Eh, Lea, lo udah bangun?" tanya Genta dengan suara serak.

Elea merinding mendengar suara itu. Ia langsung menahan Genta saat cowok itu hendak bangun. "Lo tiduran aja dulu. Gue beli bubur dulu sama ambil air hangat buat ngompres lo," katanya. Guratan khawatir terlihat jelas diwajah Elea.

"Gue nggak papa, Lea." Genta tersenyum samar.

Elea tidak mau mendengarnya. Baginya Genta sekarang sedang kenapa-napa dan itu membuatnya khawatir. Ini pasti karena Genta kecapean. Genta selalu pulang malam karena pekerjaannya dan kadang membuat Elea kesal.

"Jangan cemberut terus dong. Nanti cantiknya hilang," ujar Genta saat Elea kembali dari dapur dengan wajah ditekuk.

"Lo bikin gue khawatir."

"Gue nggak papa, Lea. Gentanya lo kan kuat." Genta terkekeh.

Pipi Elea tiba-tiba merona. Gentanya Elea. Elea tidak ingin meresponnya karena ia sendiri malu. Kenyataan yang ia akui sekarang. Cowok itu, Gentanya.

Mengabaikan ucapan Genta, Elea menyuapi Genta dengan bubur yang ia beli dari abang-abang yang lewat tadi. Lalu mengompres Genta dengan handuk kecil yang dicelup air hangat, lalu kembali menyuapi lagi.

Genta masih mengoceh sambil menatap Elea. Bertanya dan berkata hal yang tidak masuk akal. Seperti kenapa Elea sangat cantik sekali, kenapa Genta sangat mencintai Elea, kenapa jeruk nipis rasanya asam, kenapa televisi bisa menampilkan orang dilayarnya. Elea mulai jengah.

"Genta, stop ngomong ngaco deh." Elea mendengkus pelan.

Genta tertawa.

Masih ditunggu 5k nya wkwkwk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Masih ditunggu 5k nya wkwkwk

Our RelationshipWhere stories live. Discover now