57 - My Doubt

2.8K 163 9
                                    

Selama hidupku aku tidak pernah sekali pun berpikir kalau kejadian seperti dapat menimpa diriku. Kejadian-kejadian yang mungkin kalian sering lihat di film, ya kurang lebih seperti itu kehidupanku saat ini. Hanya saja, aku merasa aku bukan tokoh utamanya. Aku seperti orang tolol yang selalu ketinggalan informasi dan dijauhkan dari segala kebenaran.

Sejak kedatangan Dad beberapa hari yang lalu, tidak pernah sedikit pun aku berhenti berpikir mengenai Rugov. Aku dengar dia mengacaukan beberapa hal, walau aku tidak tahu betul secara detailnya. Yang jelas Dad sudah memberi tahuku bahwa dalang dibalik semua ini tidak lebih dan tidak jauh dari anggota kelompok itu sendiri. Ivankov.

Aku tidak percaya bahwa dia berhasil memanipulasi Rugov, walau Dad tahu, dia masih menyusun rencana karena Rugov menolak untuk bertemu dengan Dad. Dia seakan-akan hilang arah, tidak tahu jalan yang akan dia pilih, bahkan Zola, istrinya sendiri dia bahkan tidak tahu dimana Rugov berada saat ini. Begitu juga dengan aku, dia selalu menolak panggilan dari kami. Seakan-akan dia hilang ditelan bumi dan tidak pernah ada.

Yang aku inginkan hanya sebuah perdamaian, walau aku tahu itu tidak mungkin. Tetapi satu hal yang aku tahu dan aku sudah memustukan yaitu aku akan memasuki dunia gelap Dad suka atau tidak suka, aku harus.

"Shura," panggilnya pelan, suara yang tidak asing, suara yang selalu menemaniku.

"Ya?" tanyaku padanya, menatap Draco yang masih berdiri di pintu dan menatapku dari kejauhan, dari kegalapan.

"Kenapa tidak kau nyalakan lampunya?" tanyanya, kemudian seketika seluruh ruangan menjadi sangat terang dan tentu saja wajahnya shock melihatku saat ini, "bloody hell..."

"Hey, I'm fine, okay?"

"No!" Teriaknya terkejut, "stop doing this."

"Stop doing what?"

Aku mengusap wajahnya perlahan, aku benar-benar lelah, "aku baik-baik saja, okay? Hanya latihan."

"Oh ya? Menarik sekali, tunggu saja hingga seluruh tubuhmu biru seperti Avatar."

"Draco, I told you, I'm fine!"

Draco menarik pergelangan tanganku, aku mengernyit merasakan nyeri dari kuatnya genggaman tangannya. Tatapan tajamnya perlahan ikut memudar setelah melihat reaksiku yang sedikit kesakitan, jauh di dalam diriku aku tahu bahwa dia benci melihatku seperti ini. Tapi yang aku lakukan hanyalah melatih diriku sendiri, aku ingin menjadi lebih kuat.

"Aku harus menjadi lebih kuat, aku tidak bisa membiarkan mereka terus menyakitiku. Mungkin berawal dari aku, kemudian orang-orang tersayangku dan aku tidak bisa membiarkannya seperti ini terus. Aku harus melakukan sesuatu, aku ingin melindungi diriku sendiri dan berhenti untuk menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi padaku."

"Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti, aku selalu ada di sini untukmu sekarang. Aku yang akan melindungimu, kini kau berbicara seolah aku tidak ada dan tidak mampu."

Aku menggeleng, ekspresinya benar-benar diluar dugaanku, dia kecewa, padahal bukan ini yang aku inginkan, "tidak, Draco. Dengarkan aku," Aku menarik lengannya mendekat, mengusap wajahnya dan mendekatkann diriku padanya, "Aku hanya tidak ingin merepotkanmu, aku juga bisa menjaga diriku sendiri."

Draco menggeleng, "kau tidak pernah merepotkanku, sayang. Kau prioritasku."

"Oh, Draco..."

"Shura, sayang, apa pun yang terjadi aku tidak akan meninggalkan sisimu itu satu hal pasti yang harus kau ketahui."

"Terimakasih," ujarku lirih, aku benar-benar kehilangan kata-kata.

"Jadi, bisa kau katakan padaku apa yang kau lakukan pada dirimu sendiri hari ini?"

Aku terdiam sejenak, antara bimbang dan bingung apakah aku harus berbicara padanya mengenai hal ini karena aku tidak yakin.

"Aku berlatih, kau tahu ini hanya memar karena latihan."

"Aku tahu, tapi dengan siapa? Kau suka menyelinap pergi sebelum matahari terbit dan muncul di kamar setiap malam dengan luka-luka seperti ini, aku bisa saja mengurungmu tapi aku tahu kau akan marah. Tapi bila kau terus seperti ini, aku yang terluka. Aku yang marah, jadi katakan padaku. Siapa? Dengan siapa?"

"James," kataku ragu, "James Choi."

Sesaat Draco hanya diam, tidak berkata-kata, kemudian ekspresinya berubah mengeras dan tatapannya benar-benar marah. Tentu saja aku tahu mungkin dia akan meledak, namun aku hanya menatapnya dengan penuh permohonan dan aku rasa dia tahu maksudku.

"Hentikan tatapanmu itu, jangan temui dia lagi."

"Draco, aku tahu apa yang dia dulu lakukan padaku, tapi dia benar-benar mau membantuku untuk menebus kesalahannya."

"Dia hanya memanfaatkanmu, dia akan menyerangmu suatu saat nanti. Kau berhenti sekarang atau aku yang datang padanya?"

Aku menggeleng, oh tidak. Jangan lagi, dia akan berlaku terlalu berlebihan dan aku tidak mau hal itu terjadi, "Draco, percayalah padaku."

"Aku percaya padamu!" teriaknya, membuatku terkejut dan takut seketika, "aku sangat percaya padamu, sungguh. Tapi aku tidak percaya padanya, Shura." Draco mendekapku erat, kemudian beberapa kali mencium kepalaku, dia benar-benar khawatir dan sekarang aku merasa bersalah.

"Kalau begitu berlatihlah denganku," pintaku padanya.

Beberapa waktu lalu aku sempat bertemu dengan James secara tidak sengaja, kondisinya sudah membaik tapi dia mengalami cacat kaki. Pacar liarnya itu yang beberapa hari ini melatihku, namun James berkata dia benar-benar menyesal dan ingin membantuku dengan tulus.

Aku meminta Draco untuk tidak mengikutiku, aku selalu mengabarinya bila sesuatu terjadi, lagi pula akhir-akhir ini Draco benar-benar sibuk mengurus permasalahan yang sangat memusingkan dan itu membuatku untuk berinisiatif dengan berlatih bersama James. Walau aku tahu aku bisa saja dijebak, tetapi sejauh ini tidak ada hal buruk yang terjadi, kecuali tubuhku yang memar karena kalah dengan pacar liarnya itu.

"Baiklah," jawabnya, "besok kita akan mulai berlatih."

"Sungguh?"

"Yep!" Draco tersenyum padaku, memelukku semakin erat, "aku tidak bisa berkata 'tidak' padamu, kau tahu itu."

"Draco, kenapa kau selalu saja begini?" Aku merengek kesal, dia selalu memiliki cara manis untuk meluluhkanku, kemudian Draco mengecup bibirku dengan cepat.

"Kau selalu saja menggemaskan, aku mencintaimu."

"Aku tidak mencintaimu." Jawabku spontan, dia hanya cemberut.

"Begitukah? Kalau begitu aku akan memaksamu untuk mencintaiku."

"Aku tidak suka dipaksa! Kau tahu itu!"

"Yah, tapi kau suka membuatku untuk memaksamu, sayang. Jadi, apa yang harus aku lakukan? Katakan padaku." Aku hanya terkekeh, dia menciumku kembali dengan gemas.

Jika aku dapat menghentikan waktu, mungkin aku ingin untuk terus seperti ini bersama dengannya. Aku akan menjadi wanita yang sangat beruntung karena memiliki lelaki seperti dia disampingku. Tapi aku tahu bahwa sepertinya hal itu tidak mungkin, mengingat situasi yang saat ini benar-benar menegangkan.

Aku mendesah lelah, Draco menyadarinya dan mengelus wajahku dengan lembut, "ada apa?" tanyanya prihatin.

Aku hanya menggeleng, "tidak apa-apa." Dustaku.

"Kau tahu kan kalau tidak ada yang boleh berbohong diantara kita."

"Aku tahu." Jawabku singkat, namun hatiku tidak tenang.

Aku kembali mengingat mimpiku semalam, seperti sebuah pengelihatan aneh. Sudah lama sekali aku tidak mendapatkan hal semacam ini dan akhir-akhir ini kembali muncul untuk menghantuiku. Sebuah pertanda, atau mungkin sebuah pengelihatan tentang apa yang akan datang di masa depan.

"Draco," panggilku lirih,

"Ya?"

"Kita bisa melewatinya bersama kan?"

"Tentu saja, kau tidak perlu khawatir." Jawabnya.

Mendengar jawabannya membuatku sedikit lega, walau aku tahu itu tidak akan mengubah kenyataan yang ada. Bila nantinya aku harus melawan orang yang paling aku cintai.

TBC

DIFFERENT [HIATUS🙏🏻]Where stories live. Discover now