[Bina] Ketua Osis yang Menyebalkan v:

3K 112 5
                                    

"Saya baru pertama kali menangani kasus seperti ini, ibu. Saran saya, jangan biarkan anak anda kelelahan, makanlah yang teratur, lalu jangan buat anak ibu stres karena itu akan mempengaruhi metabolisme tubuh anak ibu. Anak ibu mengalami pemulihan lambat, yang dapat mengakibatkannya pingsan beberapa lama," jelas seorang dokter muda.

Seorang Ibu tertunduk duduk ditempatnya.

***

Gena hampir-hampiran mendengus di depan Maminya. Gena rasa, kali ini Maminya sudah berlebihan dan telah melewati batas. Di umurnya yang kini menginjak 15 tahun, tentu saja hormon ingin jadi dewasa ada pada dirinya. Tidak ingin dikekang. Gena ingin mandiri. Dan juga Gena ingin bebas menikmati masa SMAnya yang kata banyak orang adalah masa terindah.

"Tapi Sayang," Tina masih mencoba membujuk anaknya, "SMA itu pulangnya sore, Mami belum tentu bisa jemput kamu, jadi gak salah dong kalo Mami memperkerjakan supir supaya bisa antar-jemput kamu."

"Emang siapa yang nyuruh Mami buat jemput aku, gak ada tuh! Lagian aku udah gede, aku bisa naik angkot atau bis, gak perlu pake antar-jemput supir segala! Risih tau, Mi!" Gena cemberut, bersidekap dada. Kakinya menghentak lantai sekali, Gena menatap Maminya sebal dan tidak suka.

"Aduh Sayang, harusnya kamu bersyukur dong, uang jajan kamu jadi gak kepotong buat ongkos," balas Tina, sedikit menatap anaknya dongkol. Dikasih hati minta jantung. Banyak orang-orang diluaran sana yang ingin berada diposisi Gena, anaknya, eh malah tidak menginginkannya.

Gena menatap Maminya, alisnya menekuk tajam di pangkal hidung. "Iya, tapi emang menurut Mami aku gak punya telinga gitu?! Emang aku gak tahu kalo supir itu Mami suruh jadi body guard aku juga, heh?!" ucap cowok dengan rambut pirang kotor itu, agak mencebik di tengah-tengah kalimatnya.

Tina balas mengerutkan keningnya, "Kenapa? Emang tindakan Mami salah, ya?!"

Gena mendelik, "Tau, ah! Pokoknya besok Gena gak mau dianterin supir! Titik!"

"Terus kamu mau naik apa? Jadi naik angkot yang bau atau bis yang sumpek?!"

"Iya! Lagian Gena udah bisa motor, kok!"

Mata Tina langsung membola tajam. "Apa-apa? Mami gak salah denger, kan?!"

Gena seketika nyengir, "Eh, keceplosan."

***

Jika saja bukan karena penyakit bawaan yang dimiliki Gena, Tina tidak mungkin bela-belain supaya anaknya punya body guard atau sekedar pengingat.

Gena itu tidak bandel, atau nakalnya remaja masa kini. Gena itu tengil, nakalnya anak kecil. Tahu, kan sikap nakal anak kecil bagaimana?! Kalau dilarang, malah sebaliknya. Pokoknya berontak. Gena kalau diingetin supaya makan, malah akhirnya melewatkan makan siang, lebih-lebih makan malamnya juga.

Dan asistensi Tina bukan hanya untuk Gena semata, meski prioritasnya masih Gena. Sebagai seorang ibu single parent yang merangkap sebagai ayah--yang mencari nafkah materi, tentu waktu Tina menjadi terbagi-bagi. Tapi kembali lagi sebagai dasarnya, Tina adalah seorang ibu, ia tidak serta merta menelantarkan anaknya. Namun Tina tidak bisa terus mengingatkan Gena dalam urusan makan-jangan terlalu capek-tidur siang yang cukup-tidak boleh stres setiap hari. Jadi, mencari penggantinya dalam urusan itu menjadi jalan penengah yang pas.

Tapi masalahnya, Gena malah tidak ingin diperlakukan seperti itu. Maksudnya punya 'penjaga'--bukan Anjing, ya. Katanya, Gena risih. Risih dari mananya coba?!

Tina mengurut pelipisnya, suara seseorang di sebrangnya masih didengarkanya. Ketika suara di sebrang selesai berbicara, Tina mulai membalas, "Aku udah gak ngerti, gimana bikin Gena paham kalau penyakit dia itu gak ringan. Kesalahan kecil bisa berakibat fatal buat kesehatannya. Kata dokter, setiap Gena pingsan, maka pemulihan selnya makin melambat, 'tidur' Gena pun bakal makin panjang. Aku gak mau kalau pada akhirnya Gena bener-bener tidur dan gak bangun lagi." Air di sudut matanya sudah menggenang.

About Us! (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang